Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Penulis dan Pelacur

3 Januari 2020   15:31 Diperbarui: 3 Januari 2020   16:00 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salah satu yang amat terpuji dari Andreas Wiguna adalah ketulusan hatinya. Biasanya, ketika melihat orang lain bergembira, hatinya selalu ikut melonjak bersukacita. Sebaliknya, saat melihat orang lain menangis, batinnya pasti ikut hanyut dalam kepedihan. Tapi khusus terhadap musibah yang sedang menerjang papa dan mamanya Sinta Ayunda, sikap Andre menjadi berbeda.

Ir. Sukoarto dan istrinya memang baru saja terjaring OTT KPK. Pasutri pengusaha itu baru saja ditetapkan sebagai tersangka pemberian gratifikasi terhadap seorang anggota dewan. Sekarang ini, mereka harus mengenakan rompi oranye dan meringkuk di Rutan KPK. Tentu Sinta dan kakak adiknya, bahkan seluruh keluarga dekat lainnya, sangat terpukul. Mereka tenggelam dalam kepedihan dan rasa malu yang amat sangat. Tapi Andre tidak sedih, malah bersyukur atas peristiwa itu.

"Kenapa ente kok malah bersyukur?" tanya Niko.

"Iya dong! Kalau kagak ketangkap, mereka pasti akan makin merajalela. Itu akan lebih merugikan negara dan rakyat. Dengan ketangkap begitu, mereka biar cepat sadar akan kejahatannya. Semoga saja di penjara nanti, mereka bener-bener bisa bertobat. Tidak munafik dan sombong lagi!"

"Apa ada alasan lain dari rasa bersyukur ente itu?"

"Ane bersyukur, karena Sang Mahaadil telah memberikan pelajaran yang sangat berharga pada mereka."

"Atau bersyukurnya ente karena gagalnya pernikahan Sinta?" ledek Niko.

"Sinta gagal nikah.....? Kata siapa......?" kejar Andre penasaran.

"Hanya dugaan ana saja. Dengan musibah itu, bisa saja kan rencana nikahnya anaknya jadi  gagal?"

"Sebelum ini, Sinta memang telah serius berdoa pada Tuhan, agar nikahnya gagal. Tapi apakah bener-bener telah gagal, itu yang ane belum tahu..."

"Kalau bener gagal, apa ente siap balikan sama dia?" desak Niko agak menggoda.

"Kalau Sinta mau, dan ortunya juga setuju, ane siap...!" jawab penulis muda itu antusias.

*** 

Sudah sebulan penuh dari peristiwa itu, tetapi Andre belum dengar kabar apa pun tentang Sinta. Sudah belasan kali ia mencoba menelponnya. Tapi selalu tak bisa akses. Mungkin saja, Sinta sudah mengganti nomor ponselnya.

"Yang jelas, sampai sekarang, Sinta pasti masih sangat sedih." Pikirnya.

Untuk melupakan semua hal yang merundung pikirannya, Andre makin menenggelamkan diri dalam kegiatan menulisnya. Bahkan ia menambah durasinya dengan passion yang berkobar-kobar. Hasilnya positif banget. Sebuah novel pendek telah dirampungkannya. Dan siap dikirim ke sebuah penerbit.

***

Perjalanan hidup seseorang memang sering tak seiring dengan ekspektasinya. Roda kehidupan kadang berputar sangat unpredictable. Di saat si penulis muda itu sedang on fire dalam berkarya, tiba-tiba bunda tercintanya terkena serangan jantung yang cukup serius. Mau tidak mau, Andre harus pulang kampung. Ia harus menemani ibunya yang sedang dirawat inap di sebuah rumah sakit.

Setelah dua bulan kondisi bundanya tak ada perkembangan yang berarti. Masih turun naik, dan malah beberapa kali mengalami drop yang mengkhawatirkan. Atas saran beberapa pihak, Andre akhirnya membawa ibu tercintanya ke sebuah rumkit khusus jantung di ibukota. Konsekuensinya, sang sastrawan muda itu, tak mampu menulis lagi. Karena ia harus fokus menjaga penuh ibunya. Dalam kondisi itu, otaknya terasa mampat. Ide menulisnya pun jadi tersumbat. Konsekuensinya lagi, tabungannya kian menipis. Tokh ujungnya, nyawa bunda tercintanya pun tak bisa diselamatkan lagi.

***

Sepeninggal bundanya pergi ke akhirat, Andre mengalami disorientasi yang akut. Ia limbung!

"Untuk apa aku berjuang keras selama ini? Ketika baru saja aku mau terbang untuk menggapai cita-citaku, beliau sudah pergi. Ketika aku masih berdarah-darah wujudkan mimpiku, ibu sudah sedo. Aku belum bisa membanggakannya! Maafkan aku, Embok!" itulah teriakan keras Andre yang hanya menggaung pada dirinya sendiri......

Suara dering ponselnya yang masuk tiba-tiba itu, menghentikan Andre dari pengembaraan pikirannya. Ternyata telepon dari Mira. Mira adalah seorang gadis molek yang umurnya sepantaran dengannya. Yang baru saja dikenalnya 3 minggu lalu di RS Jantung dan Pembuluh Darah, di ibukota. Saat itu, Mira sedang membesuk bosnya yang juga tengah dirawat di sana.

"Halo, Bung Andre! Selamat siang! Aku Mira!"

"Ya, halo Mira! Apa kabarmu?"

Maka terlibatlah mereka dalam pembicaraan khas anak muda milenial. Asyik, seru, kocak dan kadang nakal. Tapi intinya, Mira menawarinya untuk menjadi asistennya. Kerjanya cuma mengantarnya saja. Itu pun paling hanya dua atau tiga kali saja dalam seminggunya. Jadi Andre masih punya banyak waktu untuk menulis sepuasnya.

Dan kalau mau, pada waktunya ia akan diajak buka usaha di bidang penerbitan. Jadi sangat berkaitan dengan dunia tulis menulis. Atau mau usaha yang lain, gadis cantik yang tampaknya anak dari keluarga berada itu, siap menjadi penyandang modalnya.

"Terima kasih banyak atas tawaranmu, Mir! Tapi beri aku waktu barang seminggu untuk mempertimbangkannya."

***

Lima bulan sudah, Andreas Wiguna menjadi warga baru ibukota. Ia tinggal di sebuah rumah kost kelas menengah, lengkap dengan segala perabotannya. Suatu tempat yang lumayan nyaman untuk seorang bujangan. Ditambah dengan dapat jatah sarapan dan makan malam yang bervariasi dan bergizi. Plus dilengkapi dengan sebuah motor baru. Semua fasilitas itu disediakan Mira untuknya. Gaji bersihnya sebesar tiga kali lipat UMR daerah ibukota.

"Maaf Mira, kenapa kamu kok baik hati sekali padaku. Padahal kerjaku cuma mengantar dan menemanimu nonton film dan makan malam di luar. Rasanya tak sebanding banget dengan yang kuterima darimu."

"Aku kan hanya menabur kebaikan yang kecil saja pada Bung Andre...."

"Ya, tapi kenapa pilihannya kok aku. Padahal waktu itu, kan kita baru saja kenal?"

"Bung kan pernah cerita, kalau suatu saat pengin mengadu nasib di kota ini? Itu yang pertama," jelas Mira. "Yang kedua, aku memang butuh teman yang bila kuperlukan, siap mengantar dan menemaniku. Kurasa, Bung lah yang paling pas. Sebab selain cerdas, Bung punya visi yang keren dan penuh semangat. Teman ngobrol yang asyik dan ganteng lagi....."

***

Kalau ada orang yang merasa sedang dinaungi dewi fortuna, salah satunya adalah Andre. Kenapa? Karena tanpa perjuangan berat, Mira yang cantik, serdas dan berduit itu, tiba-tiba menawarkan sebuah kolaborasi yang sangat menarik. Bukan lagi kolaborasi kerja, tapi kolaborasi cinta. Setelah berdekatan selama 5 bulan, gadis itu benar-benar telah jatuh hati padanya. Dan sang penulis mujur itu pun, tidak bisa tidak, kecuali menerimanya.

***

"Andre, kalau kamu masih mau mengakuiku sebagai pamanmu, putuskan hubunganmu dengan Mira!" ancam Hargo. "Aku tidak rela punya keponakan yang berpacaran dengan seorang pelacur....!" Andre tentu saja tidak terima.

"Mira itu memang seorang karyawati BUMN. Tapi sekaligus menjadi simpanannya bos-nya! Apa itu bukan pelacur namanya....?" Tambah pamannya, geram.

"Saya mau ambil sikap, Paman. Tapi setelah terima klarifikasi darinya."

***

Setelah ditanya langsung oleh Andre, Mira pun mengakuinya. Tapi hubungan gelap dengan bos-nya itu sudah diputuskannya tiga bulan yang lalu. Gadis itu mengaku sudah bertobat dari segala kesesatannya.

"Sebenernya aku memang ingin ngomong soal ini.Tapi waktunya nanti. Yaitu, pas saat kita mau bicara tentang rencana pernikahan. Kalau Bung bisa terima aku apa adanya, ya menikah. Tapi kalau tidak, ya kita berteman saja." Penulis muda itu tak langsung mereaksinya. Cuma kepalanya saja yang diangguk-anggukkan.

"Justru karena aku sudah bertobat, maka aku mau menawarkan diri untuk menjadi kekasih Bung. Sekarang terserah penuh pada Bung Andre. Tapi aku, sejujurnya sangat mencintai Bung. Bahkan sangat berharap bisa jadi istri Panjenengan!" saat ucapkan kalimat yang terakhir, Mira lakukan sambil berlinangan air mata.

Tanpa pikir panjang lagi, keruan saja Andreas Wiguna menyambutnya dengan membenamkan Mira dalam rangkulannya. Wanita ini baik hati, jujur, tidak hipokrit dan mencintaiku. Sudah bertobat lagi. Apalagi yang harus diperdebatkan, pikirnya.

"Lebih bahaya mana, orang yang sudah bertobat? Atau yang banyak dosanya, tapi yang masih menutupinya dengan topeng kemunafikan?" tanya penulis berbakat itu pada dunia.

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 03 Januari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun