"Bener Bang, ada hal serius yang ingin kudiskusikan sama Abang. Tapi, enaknya nanti di rumah makan saja."
Meski aku yang akan mentraktirnya, soal tempat makannya kuserahkan penuh pada pilihan abangku. Dua puluh menit kemudian, sampailah kami ke sebuah resto pilihannya. Setelah kami berdua menyantap makan malam kami, aku pun membuka mulutku.
"Aku sedih Bang....!" jawabku lirih disergap kegugupan.
"Sedih...., kenapa?"
"Suamiku impoten.....!" untuk akui itu, aku harus mengerahkan segenap keberanian.
"Haah impoten? Kalian baru berantem, ya?"
"Enggak....kami baik-baik saja."
"Sedang stres karena pekerjaannya mungkin?"
"Aku tak tahu. Dia itu orangnya hampir tak pernah wadul dalam hal apa pun.."
"Kalau gitu, kamu yang aktif tanya dong.....!"
"Tapi apa korelasinya?" kejarku.