Kemampuan algoritme untuk menemukan korelasi statistik antara jenis input tertentu adalah salah satu fitur utamanya. Karena baru muncul dan belum cerdas menurut standar manusia, maka tidak sepenuhnya disebut sebagai kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Bagi manusia, belajar merupakan perubahan perilaku permanen berdasarkan pengalaman. Semakin banyak umpan balik dari prediksi sebelumnya, atau semakin banyak data yang dimiliki sistem ini, semakin baik dalam membuat prediksi. Hal ini yang disebut learning systems (Lanteri. 2021). Contoh yang diberikan adalah film serial di Netflix, berjudul "House of Cards", yang memperoleh success rates 80%, dibanding dengan TV nasional yang hanya 30-40%.
Penggerak selanjutnya, penggerak ketiga adalah teknologi eksponensial (exponential technologies). Fenomena lonjakan kemajuan teknologi yang pertama kali dijelaskan oleh Gordon Moore, salah satu founder dari perusahaan pabrik mikroprosesor Intel. Sebagai catatan, awal tahun 1960-an kecepatan hitung komputasi prosesor 2 kali lipatnya, dengan ukuran setengah lebih kecil setiap 18-24 bulan. Kinerja teknologi-teknologi ini meningkat dengan sangat cepat. Begitu pula di industri kamera handphone, yang di dalam artikel ini diwakili oleh brand; OnePlus, Huawei, dan Xiaomi, peningkatan kinerja megapixel setiap generasi baru pemutakhiran; dari 12/16MP ke 40/48MP, dari 40/48MP ke 108 MP, lebih besar daripada pemutakhiran apa pun yang pernah ada, dan faktanya lebih besar dari semua peningkatan terakumulasi hingga saat itu. Organisasi harus belajar untuk mengatasi dan memanfaatkan lintasan non-linier dari kelas teknologi tersebut (Lanteri, 2021).
Penggerak keempat adalah fasilitasi nilai (value facilitation). Dalam transaksi pasar, nilai diperdagangkan. Nilai konsumen merasa melebihi biaya barang yang dibeli. Nilai uang penjual merasa lebih tinggi daripada produk yang dijualnya. Setelah transaksi, baik pembeli dan penjual merasa menerima lebih banyak nilai daripada yang mereka terima. Namun, perusahaan terbesar di dunia tidak lagi fokus pada cara transaksi seperti itu. Mereka mengoperasikan platform yang memfasilitasi penciptaan nilai (value creation) di antara pengguna. Seperti Airbnb memfasilitasi pertukaran nilai antara landlord dengan tourist, misalkan melalui instagram. Airbnb diluncurkan pada tahun 2008, sementara 2015 terdaftar 1 juta properti, dan pada 2020 telah melampaui 7 juta listing. Berbeda secara kontras, di dunia industri perhotelan tradisional, Marriott, butuh 58 tahun untuk capai 1 juta kamar dan baru pada tahun 2020 mencapai 1,2 juta kamar. Perusahaan hotel terbesar kedua di dunia, yaitu Hilton, diluncurkan sejak tahun 1919 dan pada tahun 2020 hanya mengelola 923.000 kamar (Lanteri, 2021).
Kemudian penggerak strategik kelima adalah juara kejuaraan etis atau ethical championship. Model bisnis tradisional memprioritaskan penciptaan nilai bagi pemegang saham, umumnya mengabaikan biaya pemangku kepentingan lainnya. Model bisnis tersebut dikecam karena gagal mendorong pertumbuhan inklusif dan memiliki dampak merugikan terhadap lingkungan. Sebagai tanggapannya, banyak bisnis telah mengadopsi prinsip CSRÂ (corporate social responsibility). Akan tetapi kepercayaan dalam bisnis terus menurun dan mayoritas sekarang percaya bahwa "kapitalisme seperti yang ada saat ini lebih berbahaya daripada kebaikan di dunia". Perusahaan-perusahaan sosial, seperti pemenang hadiah nobel Mohamed Yunus, muncul secara sadar mengejar 2 tujuan, yaitu; dampak sosial positif dan keberlanjutan finansial.
Terakhir, driver keenam adalah pengambilan keputusan responsif (responsive decision making). Di dunia yang VUCA, lanskap kompetitif berubah cepat memaksa perusahaan mengkonfigurasi ulang, dan menggunakan kembali aset, serta mendesain ulang struktur internal dan eksternal agar tetap sukses. Untuk melakukan ini, seseorang harus merangkul ketangkasan strategik (strategic agility) dan mengembangkan kumpulan kemampuan dinamis (dynamic capabilities), yang memahami gejolak perubahan ekosistem, membuat keputusan strategik (strategic decision making) untuk memanfaatkan peluang yang muncul, dan berhasil mengubah organisasi untuk menavigasi lingkungan VUCA (Teece et al., 1997).
Penelitian Lanteri tersebut sangat bermanfaat baik bagi para praktisi maupun akademisi. Terutama di bidang penelitian manajemen strategik. Perkembangan SMR (strategic management research) yang pesat diperlukan; konsolidasi, integrasi, dan redirection. Sementara para cendikiawan melihatnya tidak konvergen, tapi lebih ke fragmented, sebagai kekayaan dan vitalitas. Indikasi perkembangan SMR ini bisa dilihat dari fenomena; tidak semua perusahaan sukses, kinerja strateginya pun berbeda-beda, heterogenitas dan diversity, serta banyak faktor lainnya (Durand, R. dkk., 2016). Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan di dalam hasil penelitian itu; bahwa agar tetap sukses, tertutama di era 4IR, di dunia VUCA sekarang ini, perusahaan dituntut menyesuaikan strategi baru dengan 6 strategic drivers yang dipengaruhi oleh faktor kemajuan teknologi digital yang pesat dan pengaruh arus globalisasi yang kuat (Lanteri, 2021).
Tibalah kepada bagian terakhir pada tulisan ini sesuai dengan judul artikel. Para investor, pemilik dan pelaku bisnis di negara maju tidak lagi berkeinginan untuk menjalankan bisnis perusahaan yang pertumbuhannya di masa depan tidak dapat diprediksi. Ada tiga pilar yang perlu mendapat perhatian, menurut John Assaraf (2020) dan gagasannya tentang 'the neuroscience of predictable business growth', ada 3 pilar yang perlu diperhatikan. Pilar pertama; 'pilar pondasi' yang terdiri dari mindset, skillset, dan actionset. Pilar kedua; 'pilar implementasi' yang terdiri dari lead generation, lead conversion, dan lead nurture. Pilar ketiga; 'pilar optimisasi' yang terdiri dari metrics dan KPIs, profit maximizers, serta accelaration dan scale.Â
Kenapa banyak perusahaan, walaupun tetap survived, namun begitu-begitu saja, tidak mampu berkembang menjadi besar biasanya karena kegagalan di pilar ketiga ini.
Kombinasi pilar pertama dan kedua secara apik akan menghasilkan uang yang berlebih (more money). Kombinasi pilar kedua dan ketiga yang baik akan menghasilkan lebih kebebasan finansial perusahaan (more freedom). Selanjutnya kombinasi pilar pertama dan ketiga yang optimal akan menghasilkan dampak yang lebih berarti (more impact). Sedangkan perpaduan pilar pertama, kedua, dan ketiga yang harmonis akan menghasilkan kecepatan berlarinya perusahaan menjadi bisnis besar yang terus berkembang (escape velocity). Dalam konteks pertumbuhan bisnis, 'escape velocity' merujuk pada titik di mana sebuah perusahaan mencapai kecepatan pertumbuhan yang cukup besar sehingga mampu mengatasi hambatan dan kendala yang mungkin ada dalam mencapai pertumbuhan yang signifikan.
Istilah tersebut biasanya digunakan secara analogi dengan konsep fisika di mana escape velocity mengacu pada kecepatan yang diperlukan untuk melepaskan objek dari gaya gravitasi bumi agar dapat meluncur melesat ke luar angkasa. Dalam bisnis, escape velocity menggambarkan titik di mana pertumbuhan perusahaan melampaui faktor-faktor yang membatasi atau memperlambatnya, dan mampu mencapai pertumbuhan yang lebih cepat dan berkelanjutan.
Untuk mencapai escape velocity dalam pertumbuhan bisnis, perusahaan harus mencapai beberapa faktor penting, seperti; inovasi, skala, keuangan, tim yang solid, pasar yang besar, keunggilan kompetitif (competitive advantage). Mencapai escape velocity bukanlah tugas yang mudah, dan banyak perusahaan menghadapi tantangan dalam mencapai pertumbuhan yang signifikan. Namun, jika sebuah perusahaan berhasil mencapai escape velocity, maka dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat, skala yang lebih besar, dan kesuksesan jangka panjang.
Mindset atau pola berpikir sebagai pondasi yang kuat di sini. Penulis mengartikannya seperti growth mindset (pola pikir bertumbuh), open mind (berpikiran terbuka), agile dan adaptif, memiliki ketangguhan mental (mental toughness) yang terdiri dari daya resiliensi dan positivity, serta mengoptimalkan proses pemanfaatan neuroplastisitas otak kita (learning, unlearning, dan relearning process). Sedangkan skillset yang dimaksud adalah kapasitas mental (mental capacity) kita dalam berkolaborasi, tidak lain dari kecerdasan kolaboratif yang telah dijelaskan sebelumnya di atas. Bagaimana dapat memahami diri kita lebih baik, bagaimana memahami potensi orang lain dengan baik, dan bagaimana orang lain dapat dengan mudah memahami diri kita. Â
Actionset merupakan keterampilan keseharian kita bekerja dengan disiplin kerja yang tinggi. Rutinitas ini menjadi budaya kerja yang positif. Terbiasa dengan perencanaan, organisasi seluruh sumber daya (resources) dengan baik, merealisasikan dengan gigih dan ulet (actuating) untuk pencapaian target (high achiever), selalu sadar membiasakan pengawasan dan mau mengavaluasi atau mengkoreksi untuk langkah perbaikan berikutnya. Â