Tidak dalam dan terlihat tidak logis, representasi dari peluang yang timbul terhadap aspek pembelian dan pesan iklan yang lahir dari strategi pemasaran.
Otak konsumen kita tertarik antara sesuatu hal yang baru dan sesuatu yang dikenal. Ibarat pada permainan olahraga golf adalah nilai par. Tidak lebih (bogey) dan tidak kurang (birdie).Â
Terlalu baru mereka akan ragu serta sedikit curiga, seakan-akan tidak mau menjadi korban coba-cobanya produsen. Namun sesuatu yang sangat familiar dan monoton membuat konsumen menjadi bosan, dan akan bereksperimen untuk searching dan seeking menemukan sesuatu yang baru.Â
Serta mereka lebih suka yang sederhana dibandingkan yang kompleks. Kecenderungan kebiasaan yang dibangun melalui menebalkan neural pathways pada aliran listrik di sirkuit otak pembeli, dan mereka paling sering memengaruhi kita pada pikiran otomatis yang bahasa dulunya sering disebut alam bawah sadar atau pikiran bawah sadar.
Melalui aplikasi ilmu neurosains yang modern, memperbaharui gambaran baru tentang pemahaman otak konsumen ini, mengubah pemahaman kita tentang bagaimana mereka melihat dan mengganggu dunia di sekitarnya.Â
Neuromarketing mulai banyak diaplikasikan oleh para marketer sejati. Sebagai gambarannya, kita akan bahas sedikit di sini bagaimana dan seperti apa penggunaannya, hasil apa yang akan dicapai, dan bagaimana kemungkinannya digunakan di masa yang akan datang. Terutama di enam area pemasaran berikut ini.
1) Merek
Merek pada dasarnya adalah gagasan di dalam pikiran, dan mereka menarik kekuatan kesan dengan membuat hubungan dengan gagasan-gagasan lain di dalam pikiran. Dibanding konsepnya David Aaker tentang brand atau merek ini, penulis lebih menyukai pendekatan Kevin Lane Keller. Selain lebih sederhana dan mudah untuk dipahami, teorinya yang paling sinkron bila didekati dengan ilmu otak.
Di dalam konsepnya, kesalahan para marketer pada umumnya (dipaparkan di dalam bukunya) terlalu bersegera ingin membangun suatu mereknya seperti persis dari perspektif kacamata si pembuat atau brand owner. Faktanya, ekuitas merek atau brand equity yang diukur seharusnya seperti apa di kepala pelanggannya.Â
Konsepnya menjadi terkenal dengan sebutan CBBE atau Customer-Based Brain Equity. Dengan rincian hanya dibagi 2 bagian besar pengetahuan merek di kepala konsumen yang harus kita cek. Kesadaran merek (brand awareness)Â dan citra merek (brand image).Â
Nanti kaitannya dengan asosiasi-asosiasi apa yang telah terbangun ada di memori jangka panjang otak konsumen. Baik yang berhubungan langsung dengan produk merek tersebut, ataupun yang tidak secara langsung.