Mohon tunggu...
Bambang Iman Santoso
Bambang Iman Santoso Mohon Tunggu... Konsultan - CEO Neuronesia Learning Center

Bambang Iman Santoso, ST, MM Bambang adalah salah satu Co-Founder Neuronesia – komunitas pencinta ilmu neurosains, dan sekaligus sebagai CEO di NLC – Neuronesia Learning Center (PT Neuronesia Neurosains Indonesia), serta merupakan Doctoral Student of UGM (Universitas Gadjah Mada). Lulusan Magister Manajemen Universitas Indonesia (MM-UI) ini, merupakan seorang praktisi dengan pengalaman bekerja dan berbisnis selama 30 tahun. Mulai bekerja meniti karirnya semenjak kuliah, dari posisi paling bawah sebagai Operator radio siaran, sampai dengan posisi puncak sebagai General Manager Divisi Teknik, Asistant to BoD, maupun Marketing Director, dan Managing Director di beberapa perusahaan swasta. Mengabdi di berbagai perusahaan dan beragam industri, baik perusahaan lokal di bidang broadcasting dan telekomunikasi (seperti PT Radio Prambors dan Masima Group, PT Infokom Elektrindo, dlsbnya), maupun perusahaan multinasional yang bergerak di industri pertambangan seperti PT Freeport Indonesia (di MIS Department sebagai Network Engineer). Tahun 2013 memutuskan karirnya berhenti bekerja dan memulai berbisnis untuk fokus membesarkan usaha-usahanya di bidang Advertising; PR (Public Relation), konsultan Strategic Marketing, Community Developer, dan sebagai Advisor untuk Broadcast Engineering; Equipment. Serta membantu dan membesarkan usaha istrinya di bidang konsultan Signage – Design and Build, khususnya di industri Property – commercial buildings. Selain memimpin dan membesarkan komunitas Neuronesia, sekarang menjabat juga sebagai Presiden Komisaris PT Gagasnava, Managing Director di Sinkromark (PT Bersama Indonesia Sukses), dan juga sebagai Pendiri; Former Ketua Koperasi BMB (Bersatu Maju Bersama) Keluarga Alumni Universitas Pancasila (KAUP). Dosen Tetap Fakultas Teknik Elektro dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Surapati sejak tahun 2015.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Rasa Sakit Menjadikan Kita Lebih Kuat

3 April 2020   15:04 Diperbarui: 3 April 2020   21:21 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masuk ke beberapa tahap percobaan berikutnya, akhirnya kedua "pemain virtual" tadi tidak melemparkan bola lagi ke partisipan - orang yang dipasangkan alat pemindai. 

Dan selama uji coba-uji coba tersebut, meskipun ini hanya sebuah eksperimen untuk sementara waktu, dan partisipan tahu kalau itu percobaan, bahwa selama uji coba terkait dengan rasa nyeri ini aktivasi sinyal menyala di area otak yang sama.

Bagaimana kita bisa tahu bahwa itu sebenarnya menyedihkan bagi partisipan terbaca di alat pemindai tadi?

Sementara kita bertanya begitu, dan kapan mereka bertanya bagaimana perasaan mereka dalam hal tersebut, percobaan sesuai dengan apa yang mereka katakan hal-hal seperti kita rasakan sesuatu yang berarti. 

Fakta sebenarnya; semakin banyak aktivasi terkait daerah nyeri ini selama percobaan "penolakan" tersebut, semakin sering pula mereka melaporkan secara emosional merasa terluka. Sehingga ada korelasi positif antara keduanya.

Hal tersebut di atas lah yang menjelaskan kenapa kita memiliki perbedaan ambang batas, perbedaan toleransi yang membenarkan seorang pasien setelah operasi mungkin membutuhkan sampai dengan enam pil tylenol sementara orang lain hanya membutuhkan satu pil saja. Karena mereka memiliki ambang batas yang berbeda.

Ketika beberapa wanita melahirkan di bathtub dengan menyanyikan lagu, dan ada juga yang membutuhkan beberapa epidural, dan pelepasan bagian tubuh lebih disukai sebagian orang yang menyebabkan rasa sakit ini. 

Tidak semuanya dapat diceritakan di sini. Tetapi intinya adalah bahwa kita manusia memiliki ambang batas yang berbeda-beda. Sama halnya seperti rasa sakit psikologis tadi, kita pun memiliki toleransi berbeda.

Ada beberapa faktor yang pastinya berbeda untuk dapat menambah atau mengurangi rasa sakit tersebut. Contoh; seperti dukungan sosial (social support) bagi penderita psikologis adalah salah satu yang membosankan, yang dapat mengurangi tekanan psikologis seperti yang mungkin kita telah duga sebelumnya.

Bagaimana hal ini dapat dilakukan? Hal itu dilakukan karena bahan kimia, seperti oksitosin yang dapat mengkoordinasikan perilaku ibu, dan penting untuk ikatan sosialnya (social bounds). 

Oleh karenanya, kita tahu saat ketika kita pergi untuk minum kopi dengan teman, kita menikmati percakapan yang kita rasakan sangat dipahami. Kita tidak merasa dihakimi. Kita benar-benar suka pengalaman tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun