Kami  menekankan  sosok Tuhan, menurutnya, merupakan bagian dari kompleks primordial yang selalu ada antara orang tua dan anak dan yang menjadi tempat berdirinya agama. Kritiknya adalah menempatkan agama sebagai sesuatu yang transendental, sementara ia memahaminya sebagai kontrak dan neurosis, ilusi, dll.  Freud mengakui  bagi sebagian orang, penolakan terhadap agama tidak dapat dinilai sebagai hal yang positif. Meskipun ia menganggapnya sebagai neurosis universal dan lelucon yang bertentangan dengan akal, hal itu  dapat menjadi sarana perlindungan terhadap neurosis histeris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H