Mohon tunggu...
Baladewa Arjuna
Baladewa Arjuna Mohon Tunggu... -

Think....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

‘Atheists for Jesus’ (1)

30 Desember 2015   15:32 Diperbarui: 31 Desember 2015   09:35 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Peraturan dan ritual ini hanya untuk Tuhan, masabodoh dengan sesama manusia. Kalaupun saya beramal atau berbuat baik, itu tetap untuk Tuhan – supaya Dia mengembalikannya dalam bentuk rezeki yang semakin melimpah pada diri saya lagi. Self-centerednessberpusat pada diri-sendiri, yang lain harus berputar untuk mengelilinginya - melayaninya. Serakah. Terlihat bagus dengan dedauanan rimbun ritual agama, tetapi sekarat di dalamnya, karena itu tidak mampu berbuah untuk menjadi berkah bagi orang lain, apalagi bagi segenap alam. Pohon keagamaan yang hijau tapi tanpa buah itu pada akhirnya akan layu, kering dan mati. Ditebang. Karena kerimbunan itu hanyalah pemberi harapan palsu.

Orang-orang beragama penganut self-righteous religion ini percaya bahwa penerimaan Tuhan akan diri mereka adalah berdasarkan segala usaha ritual keagamaan mereka sendiri, itu adalah ‘promissory note’ dari Tuhan yang bisa mereka sombongkan. Makanya banyak diantara mereka menunjukkan kesombongannya itu dengan berdoa di perempatan-perempatan jalan ataupun menonjolkan ciri-ciri atribut keagamaan mereka sebagai lambang betapa sholehnya mereka itu, atau menjadi polisi moral yang tidak segan menghajar siapapun yang dipandangnya sedang merusak akidah diri dan kelompoknya.

Tim Keller mengatakan bahwa orang-orang Farisi seperti itu menggunakan segala macam ritual keagamaan dan moral performance mereka untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain (dan tuduhan post modernism mendapatkan alasan pembenarannya). Bahkan juga atas Allah. Mereka sangat percaya bahwa mereka berhasil menyenangkan Allah dengan ketaatan mekanis-legalisitik (walau tanpa hati) seperti itu, yaitu menjalankan segala macam ritual yang bisa untuk dijalankan. Sampai-sampai merasa berhak untuk mendapat perlakuan khusus dari Allah dengan memiliki kuasa atas kelompok lain yang tidak memiliki kepercayaan yang sama dengan mereka atau tidak memiliki kualitas keagamaan yang sama dengan mereka.

Tetapi Yesus membalik semuanya itu. Oleh karena itu Dia menjungkir-balikkan kursi dan meja yang dipakai orang-orang untuk berdagang di Bait Allah (lihat Markus 11.15-19). Dia sedang membersihkan Bait Allah dari aktivitas yang tidak memberi buah. Dia sedang membersihkan hubungan dengan Allah dari ritual ajaran dan kumpulan orang yang berpusat pada diri sendiri. Sebab segala macam ritual dan perbuatan baik manusia adalah sia-sia dan tidak bisa dibanggakan di hadapan Allah, bila upaya itu hanya dianggap sebagai tiket manusia untuk mendapatkan sorga (Bdk. Mat 12.7; Mat 9.13; Yes 58.6-8; Hos 6.6; Yer 6.19-20).

Sebab ritual agama yang mekanis dan legalistic ataupun amal perbuatan baik itu telah menjadi scorecard di hati para penganut farisisme. Dan karena itu adalah scorecard, maka perbuatan baik dan penyembahan kepada Allah hanyalah upaya mekanis yang dingin tanpa hati untuk mendapatkan score pahala lebih banyak bagi diri mereka sendiri, sambil menunjukkan betapa hebatnya upaya moral mereka itu. MENYEBALKAN sekaligus BERBAHAYA.

Mereka percaya bisa menjadi selamat karena diri mereka sendiri. Bukan karena anugerah (rakhmat) dari Tuhan. Itu menciptakan KESOMBONGAN. Mendongakkan dagu mereka pada orang lain yang dianggapnya tidak se-akidah dan sekualitas dirinya. Seolah-olah mereka telah menjadi makhluk paling suci dan bersih sehingga layak untuk menghakimi dan berdiri di hadapanNya yang Kudus. Menyebalkan. Mereka tidak lagi memerlukan anugerah dan pertolongan dari Tuhan. Sebab mereka sudah bisa menjadi penolong bagi diri mereka sendiri. Bila mereka tidak memerlukan anugerah (rakhmat) dan pertolongan dari Tuhan, maka mereka sebetulnya tidak memerlukan Tuhan sama sekali. Dan, dengan demikian, penebusanYesus harus dianggap tidak ada artinya apa-apa. Jebakan Batman.

Sampai disini, apa yang disampaikan oleh Dawkins – ketika melihat agama yang seperti itu – adalah sama dengan perlawanan yang dilakukan oleh Yesus. Dan itu susah untuk disangkal. Bahkan di dalam kekristenan-pun masih ada yang mencoba ‘meng-agama-kan’ apa yang diajarkan Yesus itu menjadi sebentuk perbuatan baik belaka atas upayanya sendiri untuk mencapai sorga. Menyebalkan.


.
Dawkins: ‘Yesus Guru Moral yang Agung’

Dalam sebuah wawancara dengan ‘The Guardian’, Dawkins mengatakan hal ini:

“Well, the point was that Jesus was a great moral teacher and I was suggesting that somebody as intelligent as Jesus would have been an atheist if he had known what we know today.” (Dawkins – The Guardian)

Sebetulnya bukan hanya Dawkins, tetapi banyak orang yang terpesona oleh karakter dan ajaran Yesus namun kesulitan untuk mengakuiNya sebagai Yang Ilahi (Saya termasuk dalam list ini pada awalnya – sebab claim itu adalah claim yang luar biasa, bukan? – sampai kemudian saya menemukan konsekuensi logis claim ke-Ilahi-an Nya). Oleh karena itulah mereka menyebutkan Yesus seperti ini: ‘Yesus adalah seorang yang bijaksana’ ataupun ‘Yesus adalah guru moral yang baik’ atau bahkan ada yang mengatakan ‘Yesus adalah seorang nabi yang mulia.’

Kata-kata seperti itu bisa juga diartikan bahwa secara moral: Yesus memang tidak bercacat. Dia pantas menjadi model dan teladan dari seluruh manusia di segala zaman dan tempat (walaupun kedatanganNya bukanlah sekedar menjadi teladan). Jadi, sampai di titik ini apa yang diungkapkan oleh Dawkins tidak menjadi masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun