Mohon tunggu...
Bakaruddin Is
Bakaruddin Is Mohon Tunggu... -

Saya pensiunan PNS di Departemen Pertanian, pendidikan terakhir Faculty of Agriculture and Forestry, Univesity of Melbourne, Australia. Saat ini giat dalam kegiatan Dakwah dan Tabligh serta menjalankan bisnis Air Oxy http://www.my-oxy.com/?id=rudinis dan kalung/ gelang biomagnet http://www.biomagwolrd.com 0815 910 5151

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dulu Cicak Lawan Buaya, Kini Buaya Lawan Buaya

19 April 2010   06:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa yang tak kenal Susno Duadji, mantan Bareskrim Mabes Polri yang selama beberapa bulan terakhir selalu menghiasi layar kaca di selruh televisidan surat kabar di Indonesai dalam beberpa bulan terakhir? Mungkin hanya sedikit orang yang tak kenal dia, yaitu orang-orang kampung yang tak punya aliran listrik atau TV atau orang yang buta huruf. atau orang yang budek dan buta yang tak kenal Susno. Begitu terkenal Susno, seandainya ada survey siapa yang paling popular saat ini, dialah orangnya.

Cicak lawan Buaya

Sejak adanya pernyataan Susno 2 Juli 2009dalam sebuah wawancara dengan wartawan dengan istilah “Cicak melawan Buaya, ungkapan untuk menggambarkan KPK sebagai cicak, sedangkan Polisi sebagai buaya, nama Susno mulai ramai dibicarakan. Betapa tidak? Soalnya Susno saat itu seperti front terdepan issue Polri tentang usaha untuk memperkecil peran KPK dalam memberantas korupsi yang sudah sangat sistemik di Indonesia.

Istilah Cicak lawan Buaya pernah memicu gelombang protes dari berbagai pihak dan membuat banyak pihak yang merasa anti terhadap korupsi menamakan diri mereka sebagai Cicak dan sedang melawan para "Buaya" yang diibaratkan sebagai Kepolisian.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, dan telah dibebaskannya Bibit dan Chandra yang sempat ditahan polisi karena tuduhan adanya penyuapan, kemudian Bibit dan Chandra diaktifkan kembali sebagai Ketua KPK, maka istilah Cicak lawan Buaya mulai menghilang, dan sekarang menjadi “nyaris tak terdengar”.

Susno Duadji Menjawab Isue-issue terhadap Dirinya

Susno Duadji sering menadapat tuduhan “miring” dari berbagai pihak, termasuk Polri, institusinya sendiri yang telah membesarkan dan melambungkan namanya. Inilah beberapa pernyatan Susno Duadji tentang beberapa issue yang luas beredar menyangkut dirinya, dengan judul “BHAYANGKARA SEJATI SETIA DAN LOYAL“: (Teks lengkap dapat di-klik di sini: http://nusantaranews.wordpress.com/2010/01/27/inilah-testimoni-susno-duadji/

1. Isu Cicak Buaya

Berawal dari wawancara saya dengan Wartawan terkait dengan pertanyaan bagaimana bisa tahu bahwa HP-nya disadap dan seberapa jauh perbedaan kemampuan alat sadap Polri dengan KPK. Menjawab pertanyaan ini saya mengambil perumpamaan hewan yang kebetulan di akurium ada seekor Cicak maka hewan sejenis yang lebih besar dari Cicak adalah Tokek atau Buaya dengan Cicak tetapi perbandingan alat sadap Polri dengan KPK seperti Tokek/Buaya dengan Cicak tetapi perbandingan kewenangan dan kekuasaan justru berbanding terbalik, Cicak adalah Polri dan Tokek/Buaya adalah KPK, karena KPK diberi kewenangan dan kekuasaan lebih besar daripada Polri..

2. Isu Menerima Rp 10 M

Isu ini berasal dari adanya penyadapan illegal oleh suatu institusi terhadap HP saya dan pejabat Mabes Polri lainnya. Penyadapan ini telah saya informasikan kepada Pimpinan Polri dalam suatu rapat staf pada bulan Desember 2008 yang lalu dan untuk mengetahui siapa dan apa tujuan penyadapan maka saya bersama beberapa orang mengadakan upaya untuk mengetahui dengan cara suatu skenario pembicaraan pertelepon yang dilakukan dengan beberapa orang termasuk Pengacara BUDI SAMPOERNA yaitu Saudara LUCAS.

Untuk memberikan klarifikasi hal ini saya telah dua kali datang ke KPK bertemu Pimpinan KPK untuk minta disidik dan klarifikasi, namun Pimpinan KPK tidak bisa melakukan karena tidak cukup bukti untuk disidik. Irwasum dan Propam Polri telah melakukan pemeriksaan terkait dengan laporan LSM MAKI dan Pengacara BSR dan CMH hasilnya dituangkan dalam Surat Kapolri No. Pol.: R/2647/X/2009/Itwasum tanggal 8 Oktober 2009 yang menyatakan tidak terbukti. Perlu diketahui Lembaga Irwasum dan Propam di lingkungan Polri sangat kredibel, kita dapat lihat kasus beberapa Jenderal Polri yang pernah diperiksa dan dijatuhkan sanksi pidana mohon tidak mengecilkan kredibilitas dari lembaga Irwasum Polri.

3. Isu Membantu Pencairan Dana Budi Sampoerna

Terkait dengan Surat saya No. Pol.: R/217/IV/2009/Bareskim tanggal 7 April 2009 dan Surat No. Pol.: R/240/IV/2009/Bareskim tanggal 17 April 2009 yang ditujukan kepada Direksi Bank Century, dan untuk diketahui bahwa Surat tersebut bukanlah inisiatif saya melainkan atas permintaan dari Direksi Bank Century.

Surat tersebut bukanlah surat perintah pencairan dana atau permintaan bantuan untuk pencairan dana melainkan hanya surat keterangan klarifikasi yang menyatakan bahwa dana sebesar USD 18 juta milik BUDI SAMPOERNA yang semula diduga bodong ternyata dana tersebut setelah dilakukan penelitian bersama oleh Tim yang melibatkan beberapa instansi, ternyata benar-benar ada hanya dana tersebut dicairkan/diambil oleh Saudari DEWI TANTULAR tanpa seizin pemiliknya. Hal ini sudah diklarifikasi dengan Surat Kapolri No. Pol.: R/2647/X/2009/Itwasum tanggal 8 Oktober 2009 bahwa apa yang saya lakukan benar masih dalam lingkup kewenangannya.

4. Isu Bepergian Ke Singapura

Terkait dengan hal ini perlu diketahui bahwa Saudara ANGGORO WIDJOJO statusnya di kepolisian bukanlah Tersangka melainkan Saksi Korban yang keterangannya sangat dibutuhkan. Status Tersangka oleh pihak KPK dilakukan secara mendadak hampir satu tahun setelah yang bersangkutan berpergian ke luar negeri dan pihak Kepolisian melakukan Penyelidikan terhadap pimpinan KPK, dan pemberitahuan dari KPK kepada pihak Polri tidak pernah ada.

Kepergian saya ke Singapore menemui Saudara ANGGORO atas sepengetahuan dan perintah dari Kapolri, bukanlah perjalanan liar melainkan dinas atas biaya negara yang tujuannya untuk mempertemukan Penyidik dengan Saudara ANGGORO. Apa hasil penyidikannya saya tidak tahu dan tidak harus perlu tahu karena bukan tanggung jawab saya, setelah bertemu dengan Tim Penydik, saya langsung pulang ke Jakarta.

Jika sebagian pihak ada yang menyayangkan mengapa Saudara ANGGORO tidak ditangkap di Singapore, sebenarnya untuk pertanyaan ini kita sudah tahu semua jawabannya sebab tidak mungkin Polisi Indonesia melakukan penangkapan di negara lain tanpa sepengetahuan dari aparat yang berwenang setempat, apalagi sementara Indonesia dan Singapore sampai dengan saat ini tidak ada perjanjian ekstradisi, sehingga banyak sekali buronan Indonesia bersembunyi di Singapore dan Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa.

5. Isu Melahirkan Rekayasa Kasus Pimpinan KPK Terkait Dengan Rekaman yang Diperdengarkan kepada Publik Oleh Mahkamah Konstitusi

Isu ini adalah fitnah yang keji yang bertujuan untuk membunuh karakter saya karena dari transkip pembicaraan tersebut kalau kita perhatikan dengan seksama tidak satu kalimat pun yang menyatakan saya merekayasa kasus Pimpinan KPK. Saya tidak pernah berbicara langsung pertelepon dengan Saudara ANGGODO, yang ada adalah nama saya disebut oleh Saudara ANGGODO sama halnya dengan Presiden SBY namanya juga disebut.

Apa bedanya dengan saya, tidak benar saya namanya disebut sampai 28 kali seperti yang ditayangkan oleh media elektronik dikarenakan yang dimaksud dengan TRUNO-3 itu bukanlah Klien kami melainkan Direktur III, Ketua Tim Penyidik Brigjen Pol YOVIANES MAHAR. Untuk nama panggilan Kabareskrim adalah TRI BRATA-5 bukan TRUNO-3 dan dari hasil pemeriksaan terhadap Saudara ANGGODO bahwa yang dia maksud dengan TRUNO-3 adalah Direktur III bukan Kabareskrim, sehingga bagaimana mungkin saya merekayasa kasus Pimpinan KPK bersama Saudara ANGGODO hanya dengan menggunakan bukti transkip sadapan yang sangat sumir?

Lagi pula saya tidak diikutkan dalam penyidikan kasus-kasus yang terkait dengan KPK karena sudah ada Tim sendiri yang menangani yang langsung bertanggung jawab kepada Kapolri.

6. Isu Pemanggilan Pimred/Wartawan Media Massa

Berawal dari rasa simpati Kapolri kepada aparat Kejaksaan karena pembicaraan telepon pejabat Kejaksaan Agung disadap dan ditayangkan di Media, lalu Kapolri menemui Jaksa Agung di Kantornya dan sekembalinya Kapolri memerintahkan agar pelaku Penyadapan diproses oleh Direktorat II, untuk itu serah terima Direktur II dari Brigjen Pol EDMON ILYAS ke Kombes Pol RAJA ERIZMAN dipercepat dan diberi perintah khusus untuk memproses kasus tersebut.

Dalam menangani kasus ini saya juga tidak diikutsertakan karena merupakan bagian dari kasus ini saya juga tidak diikutsertakan karena merupakan bagian dari kasus pejabat KPK dan juga untuk diketahui, masalah pemanggilan adalah sebagai bagian dari Penyelidikan dan Penyidikan yang decision-nya tidak sampai level saya sebagai Kabareskrim atau Kapolri cukup sampai level kanit. Jadi tidak adil dan kurang tepat kalaupun ada masalah terkait pemanggilan wartawan atau redaksi media dibebankan kepada saya. Dan mestinya saat ditanya oleh Wartawan di gedung DPR waktu itu harusnya beliau tahu karena hal tersebut adalah kebijakan dan perintah Kapolri yang belum dicabut, sedangkan saya tidak berwenang untuk mengambil kebijakan terkait masalah ini karena kasus ini adalah bagian dari kasus pimpinan KPK dimana saya tidak dilibatkan.

7. Isu Berbicara di TV Tanpa Sepengetahuan Kapolri

Isu ini terlalu dibesarkan karena saya adalah Pati Polri bintang tiga yang tentunya tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terkait dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya. Masalah berbicara di TV atau media lainnya level Kapolres pun tidak dilarang, asal tahu etikanya dan tidak merugikan institusi Polri. Apa yang saya lakukan, semua terkait dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya serta sangat bermanfaat untuk institusi Polri maupun pribadi yang memanfaatkannya sebagai media klarifikasi atas isu-isu yang dialamatkan pada diri saya yang selama in tidak pernah diklarifikasi oleh fungsi yang berwenang dalam hal ini Div Humas Polri yang kami tidak tahu apa alasannya.

Demikian isu-isu yang sudah merupakan perbuatan pidana fitnah yang dialamatkan kepada saya selama ini dan inilah juga yang dijadikan dasar oleh Tim-8 untuk merekomendasikan saya dinonaktifkan dan ternyata semua ini tidak terbukti. Apakah adil kalau saya sampai dengan melepas jabatannya karena fitnah yang demikian kejam ini?

Mari kita bandingkan dengan pimpinan KPK BSR dan CMH yang disidik oleh Tim Khusus Polri yang sudah dinyatakan P-21 oleh Kejaksaan Agung kemudian diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang tidak lazim dilakukan, dan beliau berdua saat ini sudah direhabiltasi kembali ke posisi jabatan semula, dimana penggantinya yang dikuatkan dengan Perpu dan Keppres juga bisa dibatalkan dan ditarik kembali. Mengapa saya yang posisinya lebih kuat dari kedua Pimpinan KPK tersebut yang tidak terbukti pada tingkat awal dan pemberhentiannya hanya dengan Surat Keputusan Kapolri, tidak/belum dikembalikan pada posisi semula? Adilkah ini? Kami mohon tanggapan dari Kapolri.

Beberapa Tindakan Susno yang Membuat Pimpinan Polri Gusar

7 Januari 2010

Susno Duadji jadi saksi dalam kasus pembunuhan yang melibatkan mantan ketua KPK Antasari Azhar, dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.. Kapolri marah, dan menarik semua fasilitas dari Susno termasuk pengawal, sopir, dan mobil dinas.pada keesokan harinya.

15 Maret 2010

Susno Duadji mengungkap adanya dugaan makelar kasus di tubuh Polri yang melibatkan beberapa petinggi Polri dan melibatkan karyawan Ditjen Pajak Gayus Tambunan dan yang sering disebut sebagai makelar kasus (markus) yang merugikan negara senilai Rp 28 miliar

7 April 2010

Susno memberikan keterangan di depan Komisi III. DPR tentang adanya Markus Hukum dan Mafia Pajak kelas kakap, Sjahril Djohan. Susno juga meminta perlindungan dari Komis III DPR

12 April 2010-Siang

Memenuhi panggilan dan memebrikan keterngan pada Satgas Mafia Hukum, Minta perlindungan kepada satga Mafia Hukum

12 April 2010-Sore

Akanberangkatke Singapura untuk berobat. tapi ditangkap oleh Provost di Bandara Soekarno-Hatta.. Alasan polisi bahwa Susnotidak ada izin dari Kapolri. Susno diinterogasi selama 5 jam, sebelum diizinkan pulang..

Buaya lawan Buaya

Sejak jabatan Susno Duadji dicopot dari Kabareskrim Polri30 November 2009 dan digantikan oelh Irjen Ito Sumardi, Susno tampaknya “memberontak” dan melakukan beberapa manuver yang membuat merah telinga Kapolri. Tindakan-tindakan Susno itu antara lain pernyataan-pernyataannya baik kesaksiannya di depan pengadilan pembunuhan Nasrudin, konfrensi Pers, pernyataannya di Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan Sidang Komisi III DPR.

Susno Duadji semakin dimusuhi oleh Polri, institusinya sendiri. Tampaknya Pimpinan Polri tidak senang dengan tindak-tanduk Susno yang dianggap mencemarkan nama baik Polri. Apalagi Susno terang-terangan telah membeberkan keterlibatan beberapa perwira tinggi dan dan penyidik Polri yang terlibat dalam kasus mafia Pajak.

Walaupun semua yang dituduhkan oleh Susno tentang markus Pajak dan mafia hukum sudah mulai terungkap satu persatu, yang ditandai dengan telah ditetapkannya Bahassyim Assifie dan Sjahril Djohan sebagai tersangka dalam kasus mafia Pajak, pengakuan mantan Hakim yang mengadili Gayus yang menerima uang dari Gayus Rp. 50 juta. Ditetapkannya Kompol Muhammad Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini sebagai tersangka. Dijadikannya Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Radja Erizman sebagai terperiksa kasus mafia Pajak. Semua fakta tersebut belum membuat Polri fokus terhadap pemberantasan mafia Pajak yang mengakibatkan kerugian Negara yang mencapai ratusan miliar dan mungkin triliuan rupiah itu.

Polisi malah mencari-cari kesalahan Susno Duadji, termasuk masa lalu Susno saat menjadi Kapolda Jabar., walaupun sudah ada pernyataan dari PPATK bahwa tidak ada aliran dana yang mencurigakan yang masuk ke rekening Susno Duadji.

Susno malah dituduh sebagai polisi yang melanggar kode etik kepolisian, baik karena keterangan dan pernyataannya dalam berbagai kesempatan tanpa izin Kapolri, dan terakhir ditangkap dan diinterogasinya Susno saat akan berangkat ke Singapura untuk chek kesehatan 12 April yang lalu

Susno akan mulai “diadili” oleh Polri baik tentang tuduhan pelanggaran kode etik Polri, maupun akan dikonfrontir dengan Sjahtil Djohan, mantan pejabat Deparlu sejak zaman Soeharto itu yang dijadwalkan Selasa 20 April.

Tak pelak lagi Susno harus menghadapi saudara-saudaranya sesama polisi, kalau dulu Cicak lawan Buaya, tapi sekarang Buaya melawan sesama Buaya. Mari kita saksikan pertarungan sesame buaya ini. Padahal istilah “Buaya” selama ini, bukanlah menggambarkan kekuatan lho! Tapi kejahatan. Buaya lebih mewakil sebagai orang yang jahat, dan licik ketimabng orang kuat

Kita tunggu saja, siapa yang benar-benar buaya……… eh maksudnya siapa yang benar-benar penjahat. Haaahaaaaaaaaahaaaaaaaaa

Baca juga:

Mengenal Senior Gayus Bahasyim Asyifie http://polhukam.kompasiana.com/2010/04/17/mengenal-senior-gayus-bahasyim-assifie/

Susno Duadji Dicinta Dibenci Dipuja Dicaci http://polhukam.kompasiana.com/2010/04/14/susno-duadji-dicinta-dibenci-dipuja-dicaci/

Gayus Markus Di Republik Tikus http://polhukam.kompasiana.com/2010/04/10/gayus-markus-di-republik-tikus/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun