Mohon tunggu...
Baiq Wahyu Diniyati
Baiq Wahyu Diniyati Mohon Tunggu... Guru - Program MPBA Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

kepribadian suka menulis hal hal tertentu yang ingin ditulis ketika moodbooster

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hakikat Kebenaran

29 November 2022   08:00 Diperbarui: 29 November 2022   08:10 2943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Para sufi mendapatkan pengetahuan dan kebijaksanaan dari limpahan pengetahuan yang dikaruniakan Tuhan secara angsung, yang terpatri dalam kalbu sehingga tampak olehnya sebagian rahasia dan realitas. Oleh karena itu, pengetahuan dapat juga kita tinjau dari sumber yang memberikan pengetahuan, dalam hal ini adalah wahyu (Tuhan yang menyampaikan wahyu melalui orang pilihan-Nya). Maka wahyu dan intuisi, secara implisit kita mengakui bahwa wahyu dan intuisi adalah sumber pengetahuan

Apabila intuisi diartikan sebagai sumber kebenaran dan ilmu, maka dalam tasawuf perolehan intuisi atau pengetahuan intuitif tersebut tidak terjadi begitu saja secara tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang, yang disebut dengan mujahadah dan riyadlah serta tafakur dan tadabbur. Semua proses tersebut merupakan upaya ke arah proses pencerahan batin (qalb) agar dapat menangkap cahaya pengetahuan dan kebenaran (mukasyafah).  (Al Ayubi, 2018)

  • Intuisi sebagai sumber dan kebenaran

Sebut saja dari sisi tasawuf, di tangan al-Ghazali inilah proses pengetahuan dalam mencapai kebenaran melalui jalan intuisi sebagai bagian dari kerja intelekual dalam dunia tasawuf dapat dijelaskan dengan baik oleh beliau. Al-Ghazali mampu membuka cakrawala dengan memadukan intuisi (tasawuf) dengan akal (intelektualisme) yang selama ini menjadi pertentangan oleh banyak kalangan. Melalui intuisi, al-Ghazali menunjukkan sumber ilmu dan kebenaran yang alternatif bagi kemanusiaan dan kehidupan

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa pengetahuan intuitif pada dasarnya bukan merupakan peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan setelah melalui proses panjang, yaitu dimulai dengan niat, riyadlah, 'uzlah dan khalwat, mujahadah (menahan diri dari segala hal), dan lain sebagainya. Semua proses tersebut merupa kan upaya ke arah proses pencerahan batin agar dapat menangkap cahaya pengetahuan dan kebenaran. Bersamaan dengan terjadinya proses tersebut, sesungguhnya tanpa disadari, telah terjadi pula proses intelektualisasi secara terselubung. (Najati, 1980)

Al-Ghazali kemudian mendeskripsikan upaya manusia dalam mencari kebenaran pada masanya menjadi empat golongan dengan pola epistemologinya masing-masing. Pertama, al-mutakallimun (para teolog), yaitu mereka yang mengaku sebagai ahli ra'yi (pendapat) dan peneliti. Kedua, bathiniyah (kebatin an), yaitu mereka yang mengaku sebagai penganut ta'lim dan orang orang khusus yang hanya mengambil ilmu dari imam maksum. Ketiga, falasifah (para filosof), yaitu mereka yang mengaku sebagai ahli mantiq (logika) dan argumentasi. Dan yang keempat adalah shufiyyah (kaum sufi), yaitu mereka yang mengaku sebagai pemilik keistimewaan yang mampu manghadirkan jiwa, mencapai musyahadah (melihat langsung), dan mukasyafah (menyingkap sesuatu yang gaib). Dari keempat golongan yang di atas, al-Ghazali mengata kan bahwa kebenaran tidak melampaui empat golongan ini. (Najati, 1980)

Pengetahuan intuisi berangkat dari konsep dzahir dan bathin. Bathin menjadi dasar untuk menuju ke yang dzahir, atau dengan kata lain dari makna menuju lafadz. Bathin merupakan sumber pengetahuan, karena bathin adalah hakekat, sementara dzahir adalah teks (al-Qur'an dan al-Hadits) sebagai pelindung dan penyinar. Al Ghazali misalnya menegaskan bahwa makna yang dimiliki oleh al Qur'an adalah bathin-nya, bukan dzahir-nya. Agar hakikat dapat disingkap, makna harus dijadikan asal, sedang lafadz mengikuti nya. Jadi, makrifat sebagai pengetahuan bathin, terutama tentang Tuhan (hakekat Tuhan). Oleh karena itu, ketersingkapan (kasyf) lewat pengalaman intuisi akibat persatuan antara yang mengetahui dan yang diketahui, dianggap sebagai pengetahuan tertinggi (peak knowledge). (Hasan, 2012)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun