Mohon tunggu...
bahy tsaqibahmad
bahy tsaqibahmad Mohon Tunggu... Diplomat - mahasiswa

saya seorang mahasiswa yang tertarik dengan isu isu global

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku "Demokrasi dan Mahkota Politik

7 Juli 2024   11:26 Diperbarui: 7 Juli 2024   11:26 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  • Identitas Buku

Judul Buku : Demokrasi dan Mahkota Politik( catatan refleksi kebangsaan )

 Penulis : Ahmad Sahide

 Penerbit : The Phinisi Press

Cetakan : Cetakan I, November 2020

Halaman : X + 241 hlm

 Nomor ISBN : 978-602-6941-61-9

  • Tentang Pengarang

Ahmad Sahide, seorang cendekiawan asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, telah menempuh perjalanan akademis yang mengesankan. Ia pendidikan dimulai setinggi- tingginya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), meraih gelar sarjana Hubungan Internasional pada tahun 2008. Tak puas berhenti di situ, Ahmad melanjutkan studinya di Universitas Gadjah Mada (UGM), mengkhususkan diri dalam Kajian Timur Tengah.

Dedikasi Ahmad terhadap bidang studinya terbukti dengan pencapaian gelar magister pada tahun 2011, diikuti oleh gelar doktor lima tahun kemudian, keduanya dari UGM dengan fokus yang sama. Kini, ia berkontribusi sebagai Magister Ilmu Hubungan Internasional di almamaternya, UMY.

Namun, Ahmad bukan hanya seorang akademisi. Ia juga dikenal sebagai pegiat literasi yang bersemangat, menjadi motor penggerak komunitas belajar menulis (KBM). Keproduktifannya dalam dunia tulis-menulis tercermin dari beragam karya yang telah ia hasilkan, mulai dari esai, buku ilmiah, hingga karya fiksi berupa novel dan kumpulan cerpen.

Perjalanan intelektual Ahmad Sahide, dari Bulukumba hingga menjadi tokoh terkemuka di bidang hubungan internasional dan kajian Timur Tengah, menunjukkan dedikasi dan semangatnya terhadap ilmu pengetahuan dan literasi. Kontribusinya tidak hanya terbatas pada lingkup akademis, tetapi juga menjangkau masyarakat luas melalui karya-karya tulisnya yang beragam.

  • Tentang Buku

Buku dengan judul "Demokrasi dan Mahkota Politik (Catatan Reflektif Kebangsaan)" karya Ahmad Sahide merupakan kelanjutan dari trilogi esai sebelumnya yang mencakup "Kebebasan dan Moralitas" (2010, 2013), "Kekuasaan dan Moralitas" (2016), serta "Demokrasi dan Moral Politik" ( 2018). Rangkaian esai ini merupakan buah pemikiran Sahide sejak masa kuliahnya di UMY hingga menempuh gelar doktor di UGM.

Melalui media esai, Sahide merekam perjalanan dinamika kehidupan berbangsa dan berdemokrasi di Indonesia selama kurun waktu sekitar 15 tahun. Karya-karyanya menjadi cermin yang memantulkan berbagai isu dan tokoh yang mewarnai lanskap sosial-politik Indonesia dari tahun 2005 hingga 2013.

Dalam trilogi awalnya, pembaca disuguhi potret era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK). Fokus tulisan banyak menyuarakan pada dinamika Partai Demokrat, gaya kepemimpinan SBY, serta berbagai kebijakan yang diambil. Tak ketinggalan, isu-isu seputar korupsi dan upaya pelemahan KPK pun mendapat sorotan tajam.

Namun, dalam buku terbarunya ini, Sahide mulai menangkap adanya pergeseran fokus dari era SBY ke era Joko Widodo. Transisi ini mencerminkan perubahan dinamika politik Indonesia yang terus bergerak dan berkembang.

Melalui rangkaian esainya, Sahide tidak hanya merekam sejarah, tetapi juga menawarkan refleksi kritis terhadap perjalanan demokrasi Indonesia. Karyanya menjadi potret kehidupan dari evolusi politik tanah air, mengajak pembaca untuk merenungkan dan berpikir kritis tentang arah perjalanan bangsa.

  • Isi Buku

Buku "Demokrasi dan Mahkota Politik" karya Ahmad Sahide menghadirkan 16 esai yang menyoroti fase transisi kepemimpinan dari era SBY ke Jokowi. Sahide membuka dengan analisis kemenangan kontroversial Aburizal Bakrie (ARB) sebagai ketua Partai Golkar. Kemenangan ini justru dipandang sebagai kekalahan partai, mengingat rendahnya elektabilitas ARB. Meski memiliki sumber daya keuangan dan pengaruh media yang besar, ARB gagal memahami bahwa elektabilitas tidak dapat dibeli semata.

Sahide kemudian mengalihkan fokusnya pada dinamika antara PDIP, Demokrat, dan tokoh-tokoh kuncinya. Ia memuji kebesaran hati Megawati yang mendukung pencalonan Jokowi sebagai presiden, menyebutnya sebagai kemenangan politik PDIP. Strategi pencitraan Jokowi juga mendapat sorotan, dengan gaya "blusukan" dan kemeja kotak-kotaknya yang menciptakan citra "non-citra", berbeda dengan gaya SBY yang lebih menonjolkan pencitraan.

Peran Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden juga dibahas, menggarisbawahi pengaruhnya dalam internal Golkar dan nilai pragmatisnya dalam politik. Sahide kemudian memberikan penilaian kritis terhadap era SBY, menyoroti berbagai skandal korupsi yang melibatkan kader Partai Demokrat dan keputusan kontroversial partai tersebut dalam pemungutan suara pemilihan kepala daerah.

Esai-esai tersebut ditutup dengan pembahasan mengenai debut Jokowi di panggung internasional. Sahide mencatat bagaimana Jokowi berhasil menarik perhatian para pemimpin dunia dalam forum-forum seperti APEC, KTT ASEAN, dan G-20, terutama dengan visinya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Melalui rangkaian esai ini, Sahide tidak hanya merekam peristiwa politik, tetapi juga menawarkan analisis mendalam tentang dinamika kekuasaan, strategi politik, dan arah perkembangan demokrasi Indonesia di masa transisi kepemimpinan nasional.

Didalam buku ini juga dijelaskan bahwa awal pemerintahan Jokowi-JK dihadapkan pada berbagai tantangan yang menarik untuk dijelaskan. Salah satu isu yang langsung menyita perhatian adalah konflik KPK-Polri yang dipicu oleh pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Keputusan Jokowi menggunakan hak prerogatifnya berbenturan dengan status Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi yang ditetapkan KPK, memaksa Presiden untuk menunda pelantikan.

Esai-esai tahun 2015 juga menyoroti dinamika internal partai-partai besar seperti Golkar dan PAN, yang melibatkan tokoh-tokoh seperti Amien Rais, Agung Laksono, dan Aburizal Bakrie. Namun, di tengah turbulensi politik ini, penulis mencoba menawarkan perspektif baru tentang kepemimpinan Jokowi.

Menariknya, penulis membuat perbandingan antara Jokowi dan Barack Obama. Keduanya dianggap sebagai pemimpin yang berhasil mendobrak paradigma lama dalam politik. Obama memecahkan persepsi bahwa presiden AS harus berasal dari kalangan kulit putih, sementara Jokowi dianggap sebagai orang luar yang berhasil menembus lingkaran elit politik Indonesia. Keduanya menghadapi tantangan serupa dalam memimpin negara mereka masing-masing.

Meski menghadapi berbagai kendala, penulis optimis bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan mampu bertahan hingga tahun 2019, meski tantangan internal dan eksternal akan terus bermunculan.

Di akhir bagian ini, penulis menyoroti fenomena "krisis gagasan" di kalangan pemuda Indonesia, khususnya dalam gerakan pelajar. Kritik dilancarkan terhadap kecenderungan gerakan mahasiswa yang lebih banyak melahirkan konflik dan perpecahan berbasis kepentingan, bukan pertarungan ide. Penulis menekankan pentingnya pemuda untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan menghasilkan gagasan-gagasan segar, terutama dalam menghadapi era baru masyarakat Indonesia.

Melalui rangkaian esai ini, penulis tidak hanya merekam peristiwa politik, tetapi juga mengajak pembaca untuk merefleksikan dinamika kepemimpinan, tantangan demokrasi, dan peran generasi muda dalam membentuk masa depan Indonesia.

Kemudian didalam buku ini terdapat esai-esai tahun 2016 karya Ahmad Sahide sang penulis, yang menyoroti berbagai tantangan dan kebijakan pemerintahan Jokowi. Dimulai dengan peristiwa teror di Jakarta pada 14 Januari 2016, Sahide mengkritisi efektivitas UU Terorisme yang dianggap gagal mengatasi akar permasalahan, yaitu ideologi kebencian dan semangat perlawanan.

Fokus Jokowi pada efisiensi anggaran dan pembangunan infrastruktur, terutama di Indonesia Timur, menjadi sorotan berikutnya. Sahide juga membahas perombakan kabinet yang dilakukan Jokowi sebagai upaya meningkatkan kinerja pemerintahan.

Isu-isu politik lain yang diangkat meliputi wacana pelemahan KPK, dinamika internal Partai Golkar terkait Setya Novanto, serta fenomena Ahok dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017. Sahide menyoroti keunikan Ahok sebagai mencerminkan keturunan Tionghoa non-Muslim dan kontroversi yang mengiringinya, termasuk perseteruannya dengan FPI .

Pilkada DKI 2017 diprediksi akan menjadi ajang pertarungan emosional dan gengsi politik yang melibatkan Ahok, Agus Yudhoyono, dan Anies Baswedan. Sahide melihat ini sebagai cerminan dinamika politik Indonesia yang lebih luas.

Di bagian akhir, Sahide membandingkan dua tokoh internasional: Rodrigo Duterte dan Hillary Clinton. Digambarkan sebagai pemimpin yang berani dan cerdas, meski dengan pendekatan berbeda. Duterte dengan kebijakan kontroversialnya melawan narkoba, sementara Clinton mengandalkan rekam jejak politiknya selama dua dekade.

Melalui analisis ini, Sahide tidak hanya merekam peristiwa politik, tetapi juga mengajak pembaca merefleksikan makna kepemimpinan, integritas, dan tantangan dalam memimpin sebuah negara. Ia menekankan pentingnya integritas dan visi yang jelas bagi seorang pemimpin untuk membawa kemajuan bagi negaranya.

  • Kesimpulan

Karya Ahmad Sahide ini menawarkan panorama politik Indonesia dari tahun 2014 hingga 2016, mengulas transisi dari era SBY ke Jokowi dengan detail dan nuansa. Sahide dengan cermat memaparkan berbagai dinamika dan tantangan yang mewarnai lanskap politik nasional selama periode tersebut.

Melalui lensa kritisnya, Sahide menggambarkan dua sisi mata uang kepemimpinan Jokowi. Di satu sisi, ia memuji keberhasilan Jokowi dalam pemerataan pembangunan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke. Namun di sisi lain, ia juga menyoroti berbagai kasus korupsi dan polemik seputar upaya pelemahan KPK yang menodai citra pemerintahan.

Sebagai perbandingan, Sahide menghadirkan profil pemimpin internasional seperti Rodrigo Duterte dan Hillary Clinton. Pemilihan kedua tokoh ini bukan tanpa maksud; Sahide seolah ingin menggugah pembaca untuk membayangkan sosok pemimpin Indonesia masa depan yang memiliki ketegasan Duterte dan kecerdasan politik Clinton.

Meski mengakui keunikan dan fenomena kepemimpinan Jokowi, Sahide tampaknya belum menempatkannya setara dengan tokoh-tokoh besar seperti Soekarno atau Fidel Castro. Ia menyiratkan bahwa Indonesia masih membutuhkan pemimpin yang lebih berani dan tegas, terutama dalam kepentingan menghadapi sumber daya alam negeri ini.

Melalui rangkaian esai ini, Sahide tidak sekadar merekam sejarah, tetapi juga mengajak pembaca untuk merefleksikan makna kepemimpinan sejati dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam kancah politik global. Ia menyodorkan cermin bagi bangsa untuk introspeksi sekaligus inspirasi untuk beraspirasi lebih tinggi dalam memilih dan menjadi pemimpin masa depan.

  • Kelebihan dan Kekurangan

Karya Ahmad Sahide ini memiliki beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Salah satu tantangan yang mungkin dihadapi pembaca adalah penggunaan terminologi yang cenderung kompleks dan akademis. Hal ini berpotensi menciptakan jarak pemahaman bagi pembaca umum yang mungkin tidak akrab dengan jargon politik tertentu. 

Selain itu, meski tidak signifikan, ada beberapa kesalahan penulisan yang seharusnya dapat dihindari melalui proses penyuntingan yang lebih teliti. Aspek-aspek ini sedikit mengurangi kenyamanan membaca dan berpotensi memengaruhi pemahaman pembaca terhadap konten yang disajikan.

Namun demikian, kekuatan buku ini terletak pada keberanian dan ketajaman analisis penulis dalam mengupas dinamika politik Indonesia. Pendekatan reflektif Sahide, terutama dalam membandingkan fenomena Jokowi dengan Obama, serta kritiknya terhadap generasi muda Indonesia, menawarkan perspektif segar yang memperkaya wawasan pembaca.

Keberhasilan Sahide dalam membahas isu-isu krusial seperti terorisme, upaya pelemahan KPK, dan dinamika politik di DKI Jakarta dengan sudut pandang yang kritis namun seimbang patut diapresiasi. Melalui esai-esainya, Sahide berhasil menghadirkan beragam perspektif yang menjadikan buku ini sumber bacaan yang berharga bagi mereka yang ingin mendalami kompleksitas politik Indonesia.

Dengan demikian, meskipun terdapat beberapa aspek teknis yang dapat ditingkatkan, karya Sahide ini tetap merupakan kontribusi yang signifikan dalam diskursus politik Indonesia kontemporer, menawarkan analisis mendalam dan wawasan baru yang memperkaya pemahaman pembaca tentang lanskap politik tanah air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun