Mohon tunggu...
bahy tsaqibahmad
bahy tsaqibahmad Mohon Tunggu... Diplomat - mahasiswa

saya seorang mahasiswa yang tertarik dengan isu isu global

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku "Demokrasi dan Mahkota Politik

7 Juli 2024   11:26 Diperbarui: 7 Juli 2024   11:26 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku dengan judul "Demokrasi dan Mahkota Politik (Catatan Reflektif Kebangsaan)" karya Ahmad Sahide merupakan kelanjutan dari trilogi esai sebelumnya yang mencakup "Kebebasan dan Moralitas" (2010, 2013), "Kekuasaan dan Moralitas" (2016), serta "Demokrasi dan Moral Politik" ( 2018). Rangkaian esai ini merupakan buah pemikiran Sahide sejak masa kuliahnya di UMY hingga menempuh gelar doktor di UGM.

Melalui media esai, Sahide merekam perjalanan dinamika kehidupan berbangsa dan berdemokrasi di Indonesia selama kurun waktu sekitar 15 tahun. Karya-karyanya menjadi cermin yang memantulkan berbagai isu dan tokoh yang mewarnai lanskap sosial-politik Indonesia dari tahun 2005 hingga 2013.

Dalam trilogi awalnya, pembaca disuguhi potret era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK). Fokus tulisan banyak menyuarakan pada dinamika Partai Demokrat, gaya kepemimpinan SBY, serta berbagai kebijakan yang diambil. Tak ketinggalan, isu-isu seputar korupsi dan upaya pelemahan KPK pun mendapat sorotan tajam.

Namun, dalam buku terbarunya ini, Sahide mulai menangkap adanya pergeseran fokus dari era SBY ke era Joko Widodo. Transisi ini mencerminkan perubahan dinamika politik Indonesia yang terus bergerak dan berkembang.

Melalui rangkaian esainya, Sahide tidak hanya merekam sejarah, tetapi juga menawarkan refleksi kritis terhadap perjalanan demokrasi Indonesia. Karyanya menjadi potret kehidupan dari evolusi politik tanah air, mengajak pembaca untuk merenungkan dan berpikir kritis tentang arah perjalanan bangsa.

  • Isi Buku

Buku "Demokrasi dan Mahkota Politik" karya Ahmad Sahide menghadirkan 16 esai yang menyoroti fase transisi kepemimpinan dari era SBY ke Jokowi. Sahide membuka dengan analisis kemenangan kontroversial Aburizal Bakrie (ARB) sebagai ketua Partai Golkar. Kemenangan ini justru dipandang sebagai kekalahan partai, mengingat rendahnya elektabilitas ARB. Meski memiliki sumber daya keuangan dan pengaruh media yang besar, ARB gagal memahami bahwa elektabilitas tidak dapat dibeli semata.

Sahide kemudian mengalihkan fokusnya pada dinamika antara PDIP, Demokrat, dan tokoh-tokoh kuncinya. Ia memuji kebesaran hati Megawati yang mendukung pencalonan Jokowi sebagai presiden, menyebutnya sebagai kemenangan politik PDIP. Strategi pencitraan Jokowi juga mendapat sorotan, dengan gaya "blusukan" dan kemeja kotak-kotaknya yang menciptakan citra "non-citra", berbeda dengan gaya SBY yang lebih menonjolkan pencitraan.

Peran Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden juga dibahas, menggarisbawahi pengaruhnya dalam internal Golkar dan nilai pragmatisnya dalam politik. Sahide kemudian memberikan penilaian kritis terhadap era SBY, menyoroti berbagai skandal korupsi yang melibatkan kader Partai Demokrat dan keputusan kontroversial partai tersebut dalam pemungutan suara pemilihan kepala daerah.

Esai-esai tersebut ditutup dengan pembahasan mengenai debut Jokowi di panggung internasional. Sahide mencatat bagaimana Jokowi berhasil menarik perhatian para pemimpin dunia dalam forum-forum seperti APEC, KTT ASEAN, dan G-20, terutama dengan visinya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Melalui rangkaian esai ini, Sahide tidak hanya merekam peristiwa politik, tetapi juga menawarkan analisis mendalam tentang dinamika kekuasaan, strategi politik, dan arah perkembangan demokrasi Indonesia di masa transisi kepemimpinan nasional.

Didalam buku ini juga dijelaskan bahwa awal pemerintahan Jokowi-JK dihadapkan pada berbagai tantangan yang menarik untuk dijelaskan. Salah satu isu yang langsung menyita perhatian adalah konflik KPK-Polri yang dipicu oleh pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Keputusan Jokowi menggunakan hak prerogatifnya berbenturan dengan status Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi yang ditetapkan KPK, memaksa Presiden untuk menunda pelantikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun