Rengekan si anak semakin naik level dan membuat orang tua jengkel. Karena jengkel, si orang tua malah memberikan uang Rp. 100.000 (kadang secara lebay mengeluarkan semua uang yang ada dalam dompet) sebagai tindakan nyungkun.Â
Ajaibnya, anak tidak mengambil uang Rp. 100.000 karena dia tahu itu bukan ekspresi sebenarnya, meski tidak serta merta menghentikan rengekannya.
Bahasa, istilah dan retorika yang selama ini berkembang dalam percakapan sehari-hari kita adalah ladang yang luas untuk PD. Apalagi di Indonesia yang memiliki ratusan bahasa daerah, lapis demi lapis tingkatan bahasa, dan kaya dengan berbagai subkultur bahasa (slang, prokem, bahasa gaul) membuat PD memiliki potensi perkembangan yang cukup baik.Â
Menurut Edward (2007) dalam kultur yang kaya bahasa, "mind-word relationship" atau hubungan antara pikiran dan bahasa yang dikeluarkan seseorang dapat mengungkapkan sisi subjektif seorang pembicara dalam konteks yang lebih khusus maupun yang lebih luas. Keberagaman ini akan menjadi kekayaan yang menarik untuk dikaji.
Studi tentang percakapan oral dan percakapan online atau pengaruh sosial media dalam membangun diskursus, siber-psikologi, termasuk perilaku anonim dan maraknya berita bohong serta ujaran kebencian adalah topik-topik yang layak digali di masa yang akan datang.Â
Pada masa pandemik yang ditandai dengan kecemasan, kebingungan dan keraguan akan lahir diskursus-diskursus baru, susul menyusul dan silih berganti.Â
Diskursus dapat menguatkan diskursus sebelumnya atau akan menjadi wacana tanding. Meskipun revolusi kognitif yang di awal perkembangan PD ditawarkan sebagai alternatif bagi arus utama psikologi kognitif tidak benar-benar terjadi, akan tetapi perkembangan terakhir seperti yang ditunjukkan dalam kasus Donald Trump dan Twitter semakin menegaskan sentralnya fungsi bahasa dan interaksi dalam disiplin psikologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H