Kita juga memiliki wacana seperti "pribumi" dan "nonpribumi" untuk membedakan mana yang "asli" Indonesia dan mana yang percampuran dan celakanya pembedaan ini seperti hanya berlaku pada suatu etnis tertentu saja.
Kata-kata, bahasa dan apa yang kita katakan dan apa yang orang lain katakan tentu sangat berarti. Kita berbicara untuk memuji atau menyalahkan, untuk mengancam atau memperingatkan, untuk menghasut, menenangkan, menghibur, meminta maaf, menghina, untuk mendidik, untuk membuat orang lain bingung, dan lainnya.Â
Bahasa bukan hanya untuk mengungkapkan emosi ia juga menyetir dan mengembangkan emosi apa yang hendak dibangun pada orang lain.
Kata-kata dan Regim Kontroversi
Cara berpikir inilah yang ingin dikembangkan oleh psikologi diskursus (PD). PD didefinisikan oleh Wiggins (2016):
Discursive psychology is a theoretical and analytical approach to discourse which treats talk and text as an object of study in itself, and psychological concepts as socially managed and consequential in interaction.
PD merupakan subdisiplin ilmu psikologi yang masih relatif baru dan bersumber pada pemikiran yang terdapat dalam teori-teori konstruksi sosial dan analisis wacana.Â
PD kerap dilekatkan pada sebuah metodologi inovatif dan analisis dengan menjadikan bahasa sebagai sumber data utama. PD selama dasawarsa terakhir ini berkembang sangat pesat di wilayah Eropa, Amerika Selatan dan Asia karena upayanya untuk menjadi alternatif wacana atas arus besar ilmu psikologi yang selama ini dikuasai oleh pendekatan-pendekatan positivistik, behavioris dan kognitif (lihat misalnya Gergen, 2001; Hepburn, 2003).
Jonathan Potter dan Margaret Wetherell menulis buku Discourse and Social Psychology, Beyond Attitudes and Behaviour (1987) yang dapat disebut sebagai awal kelahiran PD. Keduanya menawarkan PD sebagai jalan alternatif dalam melakukan penelitian psikologi dan berusaha menyeimbangkan antara metode penelitian yang sifatnya kuantitatif dengan metode-metode kualitatif.Â
Tapi PD bukan hanya tentang metodologi, PD juga menawarkan beberapa prinsip-prinsip teoritis yang memiliki perbedaan tajam dengan psikologi arus utama, terutama psikologi kognitif, dalam memahami bahasa.
Mengapa bahasa penting? Potter dan Wetherell (1987, p5) berargumen bahwa bahasa bukan sebatas kode-kode untuk berkomunikasi. Bahasa tidak pernah terpisahkan dari proses berpikir dan nalar (reasoning).Â