Mohon tunggu...
Bagus Suminar
Bagus Suminar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UHW Perbanas Surabaya dan Pemerhati Ilmu Manajemen

Ayah dgn 2 anak dan 1 cucu, memiliki hobi menciptakan lagu anak dan pemerhati manajemen mutu pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

SPMI Perguruan Tinggi: Bisakah Kebijakan ini Gagal?

16 Oktober 2024   23:02 Diperbarui: 18 Oktober 2024   19:21 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Van Meter dan Van Horn, sumber daya (resources) memainkan peran penting dalam implementasi kebijakan. Dalam konteks SPMI, kurangnya sumber daya sering kali menjadi alasan utama program SPMI kurang berjalan efektif.

Perguruan tinggi dengan dana yang terbatas tidak cukup mampu menyediakan fasilitas yang diperlukan, seperti program pelatihan dan pengembangan dosen atau infrastruktur teknologi yang memadai. Tanpa sumber daya yang memadai, kebijakan SPMI hanya menjadi dokumen yang bagus di atas kertas tetapi sulit dijalankan di lapangan.

Pressman dan Wildavsky (1973), mengemukakan bahwa implementasi kebijakan sering kali mengalami kendala atau bahkan kegagalan, bukan karena perumusan kebijakan yang buruk, namun karena eksekusi yang lemah akibat resources (sumber daya) yang kurang memadai.

Koordinasi Yang Kurang Efektif

Menurut Van Meter dan Van Horn, komunikasi antar organisasi merupakan kunci keberhasilan implementasi kebijakan. Komunikasi efektif perlu dibangun antara organisasi yang berkepentingan untuk keberhasilan SPMI seperti Kemendikbudristek, BAN-PT, LLDIKTI dan lain lain. Di Internal perguruan tinggi juga dipertanyakan sejauh mana efektifitas komunikasi dan koordinasi antar unit kerja.

Komunikasi internal perguruan tinggi meliputi komunikasi top-down, bottom-up dan komunikasi horisontal. Sejauh mana efektifitas saluran komunikasi dari universitas ke departemen dan fakultas, komunikasi dari dekan ke unit kerja dan kaprodi, semua itu sangat berpengaruh terdapat keberhasilan implementasi kebijakan SPMI.

Ketidakseimbangan informasi, koordinasi dan minimnya sosialisasi menyebabkan implementasi kebijakan SPMI tidak dilakukan secara merata di seluruh unit. Beberapa unit kerja mungkin sangat aktif menjalankan siklus PPEPP, sementara yang lain menjalankannya hanya sebatas formalitas tanpa pemahaman substansi yang mendalam. Goggin (1990) menyebutkan bahwa kurangnya komunikasi yang efektif di antara para pelaksana dapat menyebabkan fragmentasi implementasi kebijakan.

Goggin menekankan bahwa komunikasi yang efektif merupakan komponen penting dalam implementasi kebijakan publik. Menurut Goggin, kurangnya komunikasi yang baik di antara para pelaksana kebijakan, terutama di berbagai level organisasi, dapat menyebabkan fragmentasi implementasi. Fragmentasi ini terjadi ketika pelaksana kebijakan di lapangan (top, middle atau lower level management) tidak mendapatkan informasi yang cukup, tidak memahami instruksi dengan baik, atau mengalami keterputusan komunikasi dengan pembuat kebijakan di kementerian, pemda atau pimpinan perguruan tinggi.

Baca juga: SPMI: Tanggung Jawab Kolektif?

Agen Pelaksana: Sudah Siapkah?

Karakteristik agen pelaksana juga menjadi faktor penting dalam teori Van Meter dan Van Horn. Di perguruan tinggi, kualitas pelaksana kebijakan (implementing agencies)---baik itu pimpinan perguruan tinggi, kepala unit kerja, dosen, atau staf administratif---sangat menentukan keberhasilan SPMI.

Dosen dan staf yang tidak pernah mengenyam pelatihan tentang siklus PPEPP kemungkinan besar akan gagal dalam menjalankan siklus tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Matland (1995), implementasi kebijakan membutuhkan kapabilitas pelaksana yang tinggi. Jika kapabilitas tersebut rendah, kebijakan tidak akan diterapkan secara efektif, terlepas dari seberapa baik kebijakan itu dirancang.

Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik

Menurut Van Meter dan Van Horn, kondisi eksternal seperti kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan. Perguruan tinggi di Indonesia yang berada di pelosok terpencil dengan akses terbatas ke teknologi dan sumber daya sering kali kesulitan dalam implementasi SPMI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun