Sementara, kebijakan juga sering kali terpengaruh oleh dinamika politik, seperti perubahan kepemimpinan, seperti ada pameo "ganti menteri, ganti kebijakan", regulasi yang tidak konsisten atau tekanan dari pemangku kepentingan pemilik modal. Mazmanian dan Sabatier (1981) menyampaikan bahwa kondisi perubahan lingkungan eksternal dapat menjadi hambatan dalam implementasi kebijakan publik, terutama di sektor pendidikan.
Dalam konteks pendidikan tinggi, dinamika politik yang tidak stabil, kondisi ekonomi yang buruk, dan tekanan perubahan sosial dapat membuat kebijakan sulit untuk diimplementasikan dengan baik.
Sikap Apatisme?
Faktor terakhir dalam teori Van Meter dan Van Horn adalah sikap pelaksana kebijakan (The attitude of the implementers). Di banyak perguruan tinggi, kebijakan SPMI sering kali dianggap sebagai "beban tambahan" oleh para pelaksana.
Dosen dan staf administratif yang tidak memahami manfaat langsung dari kebijakan ini "cenderung apatis" atau bahkan menolak (resistensi) menerapkannya dengan serius. Sikap ini sering kali menjadi penyebab kegagalan kebijakan di level implementasi.
Lipsky (1980), dalam teorinya tentang street-level bureaucracy, menjelaskan bahwa sikap pelaksana di lapangan sangat menentukan apakah kebijakan akan berjalan sesuai rencana atau tidak. Dalam kasus kebijakan SPMI, tanpa komitmen dan dukungan penuh dari pelaksana, kebijakan ini hanya akan sia-sia belaka.
Para pelaksana kebijakan di tingkat bawah atau yang berhadapan langsung dengan stakeholder (seperti Rektor, Dosen, atau Petugas administrasi) memiliki peran penting dalam menentukan apakah kebijakan SPMI akan diimplementasikan sesuai dengan standar SPMI atau tidak. Lipsky berpendapat bahwa "birokrat tingkat bawah" ini memiliki diskresi (kewenangan untuk membuat keputusan) yang cukup besar dalam menerjemahkan standar SPMI menjadi tindakan konkret di lapangan.
Baca juga:Â Ketika Mutu Tidak Lagi Linier
Kegagalan atau Tantangan?
Studi penerapan kebijakan SPMI melalui perspektif teori Van Meter dan Van Horn menunjukkan bahwa kegagalan implementasi bukan masalah tunggal, namun akibat interaksi kompleks dari berbagai macam faktor. Dari standar (target) yang terlalu tinggi, keterbatasan sumber daya (resources), hingga sikap apatis pelaksana kebijakan, tantangan dalam implementasi SPMI sangat beragam.
Perguruan tinggi dan stakeholder lainnya, perlu melakukan evaluasi mendalam untuk mengidentifikasi area-area yang memerlukan perbaikan. Dengan mengatasi hambatan-hambatan ini, diharapkan kebijakan SPMI dapat dijalankan secara lebih efektif, sehingga tujuan peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia dapat tercapai. InsyaAllah.
Referensi:
- Van Meter, D.S., & Van Horn, C.E. (1975). The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework.Administration & Society, https://doi.org/10.1177/009539977500600404
- Pressman, J.L., & Wildavsky, A. (1973). Implementation: How Great Expectations in Washington Are Dashed in Oakland; Or, Why It's Amazing that Federal Programs Work at All. University of California Press.
- Goggin, M.L., Bowman, A.O., Lester, J.P., & O'Toole, L.J. (1990). Implementation Theory and Practice: Toward a Third Generation. Scott, Foresman and Company.
- Matland, R.E. (1995). Synthesizing the implementation literature: The ambiguity-conflict model of policy implementation. Journal of Public Administration Research and Theory.
- Mazmanian, D.A., & Sabatier, P. (1981). Effective Policy Implementation. Lexington Books.
- Lipsky, M. (1980). Street-Level Bureaucracy: Dilemmas of the Individual in Public Services. Russell Sage Foundation.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H