“Aku belum bisa bercerita sekarang, bu,” jawabnya dengan senyum yang mengembang.
“Lalu, kau sudah diterima kerja di tempat Tuan besar, pak?”
“Alhamdulillah, bu.” Rusmana menjawab dengan nada tak bersuara.
“Syukurlah, pak. Kita tak lagi pusing memikirkan kebutuhan sehari-hari.”
Maghrib menyeruak di langit-langit lepas. Senja sebentar lagi memberingsut. Burung-burung yang biasa bersenandung mengantupkan mulutnya. Anak-anak kembali ke rumahnya masing-masing. Demikian dengan, Putra dan Putri keluarga Rusmana.
Mereka langsung menyambar kitab suci. Mengaji ayat per ayat.
***
“Aku menyakini kamu bisa, rus. Kamu pandai membuat pengaruh pada semua penduduk asli. Lagi pula setiap apa yang kamu ucapkan tak sedikit pun mereka meragukanmu.” Tuan besar memberikan
“Tapi, aku tak kuasa memungkiri suara hati, Tuan.”
“Kamu ini cuma karena belum mencoba saja, rus. Lama-lama kamu juga akan terbiasa.” Tuan besar mengerti apa yang Rusmana hiraukan. Namun Tuan besar rupanya telah mempersiapkan semuanya untuk Rusmana.
“Ini, ambillah. Uang proyek yang dengan ini bisa kamu pergunakan dalam beberapa hari ke depan.”