Mohon tunggu...
Bagus Maulana Ikhsan
Bagus Maulana Ikhsan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

work hard play hard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam

25 Mei 2024   09:15 Diperbarui: 25 Mei 2024   09:49 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Desa Kepoh adalah salah satu desa yang termasuk wilayah Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah. Desa Kepohmerupakan desa yang cukup bagus perkembangan ekonominya dalam beberapa tahun terakhir dan memiliki akses jalan yang mudah. Batas-batas Desa Kepoh adalah: sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bendo Kecamatan Nogosari, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Demangan, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jagoan, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tegal Giri Kecamatan Nogosari. Kondisi tanah persawahan di Desa Kepoh yang terdiri dari tanah sawah dengan sistem irigasi setengah teknis, dengan sistem irigasi tadah hujan, ratarata dapat dipanen 3 kali dalam setahun untuk sawah dengan sistem irigasi teknis dengan rata-rata sekali dalam setahun untuk sawah dengan system irigasi setengah teknis. Tanah pemukiman adalah tanah yang dihuni penduduk, tanah untuk tempat peribadatan, kuburan dan untuk jalan desa serta untuk perkantoran. Selanjutnya gambaran angka perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali adalah merujuk pada data yang tercatat pada monografi desa dimana pada tahun 2020 tercatat sebanyak 2 kasus perceraian, kemudian pada tahun 2021 sebanyak 3 kasus perceraian, dan pada tahun 2022 mencapai 5 kasus perceraian. Berdasarkan data tersebuttingkatperceraian di Desa Kepoh terlihat meningkat.

B. Tinjauan Hukum Keluarga Islam Terhadap Hak Asuh Anak Pasca Perceraian di Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali

        Hak asuh anak pada ketiga kasus yang diteliti menunjukkan bahwa hak asuh anak di bawah umur (seperti pada keluarga NO dan SR) adalah pada ibunya. Sedangkan pada keluarga BS hak asuh anak ada pada bapaknya karena ibunya tidak bersedia mengasuh anak tersebut dan pergi ke luar kota. Berdasarkan ketiga contoh kasus perceraian di atas dapat diketahui bahwa hak asuh anak setelah perceraian tetap berada pada ibu atau bapaknya. Secara umum hak asuh anak yang masih di bawah umur setelah perceraian ada pada ibunya, sedangkan bapaknya bertanggungjawab memberikan nafkah kepada anak tersebut. Alasan hak asuh anak yang masih di bawah umur terletak pada ibunya adalah ibu merupakan orang terdekat yang akrab dengan anak. Ibu lebih memiliki kelembutan, sehingga dapat memberikan kasih sayang dan perhatian lebih terhadap anaknya. Hal ini sejalan dengan Pasal 41 huruf (a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,dinyatakan "baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi keputusannya". Selanjutnya berdasarkan pasal 41 huruf (b), disebutkan bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut.

      Diperkuatdengan ketentuan di dalam KHI yang juga mengaturmengenai hakasuh anak, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam BAB XIV pasal 98 yaitu: (1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan; (2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan; (3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.

        Sebagaimana fakta bahwa keluarga yang bercerai telah dikarunia anak yang masih dibawah umur, maka kepentingan dari anak haruslah diutamakan karena anak-anak masih kecil maka hak pengasuhan pada ibunya. Sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 agustus 2003 yang menyebutkan: bila terjadi perceraian, anak yang masih dibawah umur pemeliharaannya seyogyanya diserahkan pada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu ibu. Merujuk pada Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dinyatakan "anak yang belum mencapai umur (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya, selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya. Walaupun penguasaan anak jatuh pada ibu tidaklah berarti bapaknya tidak dapat bertemu dengan anak-anaknya. Bapak tetap wajib untuk memberikan biaya pemeliharaan dan pendidikan bagi anak-anaknya tersebut.

        Menurut Kompilasi hukum Islam (KHI) lebih lanjut dikemukakan bahwa pada kasus cerai, hak asuh anak di bawah umur diberikan kepada ibunya. Sesuai dengan Pasal 105 KHI bahwa hak asuh anak yang masih berusia di bawah 12 tahun adalah hak ibunya. Sedangkan yang bertanggungjawab dan berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak adalah bapak, sedangkan ibu hanya bersifat membantu dimana ibu hanya berkewajiban menyusui dan merawatnya. Bapak bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak dan bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut.

      Selain itu dalam ketentuan perundangan yang lain, misalnya Pasal 104 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam disebutkan dengan jelas bahwa,"semua biaya penyusuan anak di pertanggungjawabkan kepada ayahnya, apabila ayahnya telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada ayahnya atau walinya. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, dalam hal terjadinya perceraian bahwa, "pemeliharaan anak yang belum mumayyis atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, sedangkan yang sudah mumayyis diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya dengan biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

      Seorang anak yang masih di bawah umur sangat memerlukan orang lain untuk membantunya dalam kehidupannya, seperti makan, pakaian, membersihkan diri, bahkan sampai kepada pengaturan bangun dan tidur. Karena itu, orang yang menjaganya perlu mempunyai rasa kasih sayang, kesabaran, dan mempunyai keinginan agar anak itu tumbuh menjadi anak baik (shaleh) di kemudian hari. Disampingitu, harus mempunyai waktu yang cukup pula untuk melakukan tugas itu. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa pihak yang memiliki syarat-syarat tersebut adalah pihak ibu sianak.

      Hasil kajian menunjukkan bahwa hak asuh anak yang masih di bawah umur terletak pada ibunya. Sesuai dengan Pasal 105 KHI bahwa hak asuh anak yang masih berusia di bawah 12 tahun adalah hak ibunya. Selanjutnya menurut Pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam juga menjelaskan bahwa hak asuh anak yang masih di bawah umur 12 tahun adalah hak dari pada ibu kandungnya, dan posisi ibu kandung terebut dapat di gantikan apabila ibu tersebut telah meninggal dunia. Menurut Pasal ini disebutkan posisi ibu dapat digantikan oleh ayah apabila siibu telah meninggal dunia dan perempuan garis keatas dari ibu (nenek atau tantenya) juga sudah tidak ada.

      Kompilasi Hukum Islam menyatakan hak hadhanah yang utama jatuh ketangan ibu memiliki pertimbangan bahwa ibu yang memiliki ikatan batin yang lebih kuat kepada anak dan ibu yang mempunya rasa kasih sayang yang lebih dibandingkan bapak. Hal ini terlihat pada kasus perceraian keluarga NO dan SR dimana hak asuh anak pada kedua kasus perceraian tersebut jatuh pada ibunya. Pihak ibu keberatan jika hak asuh diserahkan kepada bapaknya karena anak masih kecil dan ada kekhawatiran terhadap dengan kondisi anak menjadi terlantar jika ikut bapaknya.

      Kompilasi Hukum Islam juga telah mengatur tentangvkekuasaan orangtua terhadap anak pasca perceraian dengan kriteria umur 12 tahun, karena usia ini anak dianggap telah akal baligh. Berdasarkan kriteria 12 tahun ini, maka anak yang belum memasuki usia 12 tahun akan berada dibawah kekuasaan ibunya. Setelah melewati usia 12 tahun, anak diperbolehkan menentukan pilihan sendiri, apakah ikut ibu atau ayah. Namun demikian angka 12 tahun ini bukan angka mati berdasarkan kriteria manfaat atau madharat, majelis hakim dapat menentukan keputusannya sendiri menyesuaikan keadaan dan fakta dalam persidangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun