Mohon tunggu...
Bagus Maulana Ikhsan
Bagus Maulana Ikhsan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

work hard play hard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam

25 Mei 2024   09:15 Diperbarui: 25 Mei 2024   09:49 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Perceraian membawa dampak yang tidak baik bukan hanya terhadap hubungan antara mantan suami isteri saja, namun juga terhadap hubungan dengan anak-anaknya. Anak menjadi korban utama akibat perceraian orang tuanya, anak yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya menjadi terabaikan, selain itu juga mengganggu perkembangan psikis dari anak-anaknya. Oleh karena itu hubungan orang tua dengan anak tidak boleh putus sehingga diberikan hak asuh atas anak terhadap salah satu orang tua.

       Putusnya perkawinan akibat perceraian seringkali disertai dengan perebutan hak asuh anak. Pada prinsipnya anak berhak diasuh oleh orang tuanya karena orang tualah yang paling bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua pula yang memiliki ikatan batin yang khas dan tidak tergantikan oleh apa pun dan/atau siapa pun. Ikatan yang khas inilah yang kemudian akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak hingga anak menjadi dewasa. Jadi ikatan yang khas tersebut menorehkan warna positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, maka anak akan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Sebaliknya, jika kekhasan hubungan dengan orangtua ini menorehkan warna yang negatif, maka hal itu akan sangat berpengaruh terhadap masa depan anak secara potensial. Dalam rangka mengurangi dampak perceraian terhadap anak setelah fase berpisahnya orang tua mereka.

       Erat kaitannya dengan orangtua untuk mengasuh anak. Pengertian hak asuh menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak berbunyi kuasa Asuh, adalah kekuasaan orangtua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat serta minatnya. Pengertian hak asuh adalah tanggungjawab resmi untuk memelihara dan memutuskan masa depan anak. Lebih jelas lagi, hak asuh adalah istilah hukum untuk melukiskan orang tua mana yang akan tinggal bersama si anak, apakah hal itu telah diputuskan oleh pengadilan atau tidak.

       Hak asuh anak dalam hukum Islam dikenal dengan istilah hadhanah, yaitu pemeriharaan anak yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Hal ini dibicarakan dalam fiqh karena secara praktis antara suami dan istri telah terjadi perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan bantuan dari ayah dan/atau ibunya. Pemeliharaan atau pengasuhan anak itu berlaku antara dua unsur yang menjadi rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua yang mengasuh yang disebut hadhin dan anak yang diasuh atau mahdhun. Keduanya harus memenuhi syarat yang ditentukan untuk wajib dan sahnya tugas pengasuhan itu. Dalam masa ikatan perkawinan ibu danayah secara bersama berkewajiban untuk memelihara anak hasil dari perkawinan itu.

     Bila kedua orang tua si anak masih lengkap dan memenuhi syarat, maka yang paling berhak melakukan hadhanah atas anak adalah ibu. Alasannya adalah ibu lebih memiliki rasa kasih sayang dibandingkan dengan ayah, sedangkan dalam usia yang sangat muda itu dibutuhkan kasih sayang. Bila anak berada dalam asuhan seorang ibu, maka segala biaya yang diperlukan untuk itu tetap berada di bawah tanggung jawab si ayah. Hal ini sudah merupakan pendapat yang disepakati ulama.

4. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian

        Permasalahan anak setelah perceraian tidak akan terjadi sepanjang orangtuanya sama-sama mempunyai iktikad yang baik untuk menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ibu memegang hak pemeliharaan anak-anak sedangkan ayah memberikan nafkah. UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 30 menyebutkan bahwa suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut: 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. 2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus. 

         Kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anak-anaknya, sampai anak-anaknya menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri walaupun kedua orang taunya telah bercerai. Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut: 1) Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

       Kekuasaan orang tua ini dapat saja dicabut akan tetapi orang tua tidak dibebaskan dari kewajiban memberi biaya nafkah anak hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No.1 tahun 74 tentang Perkawinan, sebagai berikut salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal: a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. b. Ia berkelakuan sangat buruk.

HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN DI DESA KEPOH KECAMATAN SAMBI KABUPATEN BOYOLALI

A. Gambaran Umum Desa Kepoh Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun