Mohon tunggu...
AR Rahadian
AR Rahadian Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setetes Embun di Pagi Hari

6 April 2017   15:28 Diperbarui: 6 April 2017   23:00 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kedai Ibu Wanti….depan statsiun….anak kecil…..anak kecil….anak kecil….tan…tan…iya..ya..saya  ingat  sekarang,  anak  kecil yang mempunyai tanda kecoklatan dan bintik hitam di tangan kirinya…ya..ya…,yang selalu ia sembunyikan dibalik bajunya…dimana  ia sekarang?”  Dengan penuh sukacita pak Andi akhirnya dapat mengingat kembali dan menanyakan perihal keberadaan anak tersebut,

”Pak….sayalah anak itu…dan ini lihat…” Jawab Agung sambil memperlihatkan tanda di lengan kirinya kepada pak Andi, setelah melihat tanda itu pak Andi menangis dengan terharunya, dan….

“Ka…kamu…Anak  yang  dulu…Oh..Tuhan,  sungguh  luarbiasa!  karya-Mu,  Engkau penuh  dengan  keajaiban  telah mempertemukan  kami kembali…..Nak,  bolehkah bapak memeluk kamu?”

“Dengan senang hati pak” jawab Agung, lantas mereka pun berpelukan dan terasa sekali aroma kerinduan terobati disana.

“Nak,  bagaimana  ceritanya  hingga dapat menemukan  bapak disini?” Tanya pak

Andi,

“Pak Andi, mohon maaf sebelumnya bolehkah saya memanggil bapak dengan sebutan ayah?” pintanya

“Boleh nak, dengan senang hati apabila itu membuat hatimu nyaman” Jawab pak

Andi,

“Terimakasih ayah, lima belas tahun yang lalu saat itu saya sudah putus sekolah

dan kehidupan kami sangat susah. Ayah telah meninggalkan kami saat aku masih berumur tujuh tahun, kemudian tinggalah saya dengan ibu yang waktu itu bekerja sebagai buruh cuci dan bersih-bersih rumah. Sampai saya duduk di bangku kelas lima sekolah dasar saya masih dapat bersekolah, namun saat saya duduk di kelas enam sekolah dasar, ibu sakit-sakitan sehingga tidak dapat bekerja lagi, ibu terkena TBC. Dan saya memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu ibu mencari nafkah  dengan  menjadi tukang  semir,  yang  akhirnya  membawa  saya bertemu dengan ayah yang baik ini” Sesaat Agung menghentikan kisahnya untuk mngusap air mata yang menetes di pipinya,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun