Mohon tunggu...
Bagas Pamungkas
Bagas Pamungkas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, institut Agama Islam Negeri Parepare

Hobby olahraga dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Toleransi dan Moderasi Beragama Melalui Ramadhan

7 Januari 2025   16:25 Diperbarui: 7 Januari 2025   16:33 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMBANGUN TOLERANSI DAN MODERASI BERAGAMA MELALUI RAMADHAN

Bagas Pamungkas

Email: bagasspamungkas43@gmail.com

Institut Agama Islam Negeri Parepare

ABSTRAK

Ramadan is a holy month celebrated by Muslims worldwide to strengthen faith, piety, and self-reflection. Beyond its solemnity, Ramadan also presents various challenges, such as consumerism, inter-community tensions, and excessive focus on rituals. This article aims to explore Ramadan's role in fostering tolerance and religious moderation, particularly in Indonesia as a multicultural country. The method employed is a literature review, highlighting Ramadan's values as a foundation for creating social harmony. The findings indicate that Ramadan can serve as a momentum to enhance interfaith dialogue, empathy, and balance, which are the core elements of religious moderation.

Keywords: Ramadan, religious moderation, tolerance, social harmony, multiculturalism

ABSTRAK

Ramadan adalah bulan suci yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia untuk memperkuat keimanan, ketaqwaan, dan introspeksi diri. Di balik kekhidmatannya, Ramadan juga memunculkan berbagai tantangan, seperti konsumtivisme, ketegangan antar-komunitas, dan fokus berlebihan pada ritual. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran Ramadan dalam membangun toleransi dan moderasi beragama, terutama di Indonesia sebagai negara multikultural. Metode yang digunakan adalah kajian pustaka, dengan menyoroti nilai-nilai Ramadan yang dapat menjadi dasar dalam menciptakan harmoni sosial. Hasilnya menunjukkan bahwa Ramadan dapat menjadi momentum untuk memperkuat dialog antaragama, empati, dan keseimbangan, yang merupakan inti dari moderasi beragama.

Kata Kunci: Ramadan, moderasi beragama, toleransi, harmoni sosial, multikulturalisme

PENDAHULUAN

Ramadhan merupakan salah satu bulan yang ada di dalam kalender hijriah, yang mana di bulan ini kaum Muslimin diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh. Hukum dilaksanakannya puasa ini wajib dilaksanakan oleh setiap kaum muslimin yang telah memenuhi syarat-syarat untuk menjalankan ibadah puasa. Kewajiban menjalankan puasa satu bulan penuh ini di dasarkan pada Al-Qur'an, oleh karena itu seseorang yang tidak menjalankan kewajibannya untuk berpuasa selama satu bulan penuh dianggrap kafir serta tidak beriman kepala Allah swt.[1] 

 

Namun, dalam praktiknya, Ramadan juga menghadirkan tantangan yang beragam. Beberapa di antaranya adalah budaya konsumtif yang bertentangan dengan semangat kesederhanaan, gesekan sosial antar kelompok akibat kurangnya pemahaman terhadap pluralisme, serta fokus berlebihan pada ritual tanpa menggali makna spiritualnya. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang moderat untuk menjaga keseimbangan antara dimensi spiritual dan sosial Ramadan, sehingga esensinya tetap terjaga.

 

Di Indonesia, sebagai negara dengan masyarakat multikultural, Ramadan juga dapat menjadi momen strategis untuk memperkuat moderasi beragama. Moderasi beragama, yang mencakup toleransi, inklusivitas, dan keseimbangan, sangat penting dalam menciptakan harmoni di tengah keragaman. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi nilai-nilai Ramadan sebagai sarana memperkuat moderasi beragama, serta menawarkan langkah konkret dalam menghadapi tantangan sosial yang muncul selama bulan suci ini.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode  kajian  pustaka  atau  studi  literatur.  Metode  penelitian  kajian  pustaka atau   studi   literatur   merupakan   metode   yang   efektif   dan   efisien   dalam mengumpulkan  data  dan  menganalisis  topik  penelitian  secara  menyeluruh. Metode kajian pustaka dapat digunakan untuk menganalisis artikel tentang Ramadan dan moderasi beragama dengan mengumpulkan, menelaah, dan menginterpretasikan berbagai sumber literatur yang relevan.[2]

 

PEMBAHASAN

 

Ramadan adalah bulan suci yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia sebagai waktu untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Selain menjadi waktu untuk beribadah, Ramadan juga menawarkan peluang besar untuk memperkuat moderasi beragama melalui sikap toleransi, solidaritas, dan perdamaian. Ramadan menjadi momen refleksi bagi umat Islam untuk menjalani ajaran agama secara bijak, dengan menghindari sikap ekstremisme dan fanatisme yang berlebihan. Dalam konteks ini, Ramadan tidak hanya menjadi waktu untuk menahan lapar dan dahaga, tetapi juga untuk menahan diri dari perilaku negatif yang dapat merusak hubungan antar sesama.

 

          1. Makna Ramadan dalam Moderasi Beragama

 

Moderasi beragama merupakan suatu konsep yang mendasari sikap hidup beragama dengan keseimbangan dan toleransi terhadap pemeluk agama lain. Dalam hal ini, keseimbangan mencakup pemahaman dan praktik agama yang tidak ekstrem, menghindari bentuk radikalisme di sisi kanan dan liberalisme di sisi kiri. Sikap ini mencerminkan pandangan bahwa keberagaman dalam keyakinan dan praktik keagamaan dapat hidup berdampingan secara harmonis, memberikan ruang bagi setiap individu untuk menjalankan keyakinan mereka tanpa menimbulkan konflik yang tidak perlu.[3] 

 

Moderasi beragama adalah sikap untuk menyeimbangkan antara nilai-nilai spiritual dan sosial, menghindari ekstremisme, serta menjunjung tinggi keharmonisan. Ramadan memberikan pelajaran berharga dalam hal ini, terutama melalui ajaran Nabi Muhammad saw yang menekankan pentingnya kasih sayang, keadilan, dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam Ramadan, umat Islam diajak untuk meningkatkan hubungan dengan Allah swt melalui ibadah seperti shalat, puasa, dan membaca Al-Qur'an. Namun, aspek sosial tidak boleh diabaikan. Hubungan dengan sesama manusia, seperti berbagi dengan yang membutuhkan, menjaga silaturahmi, dan memupuk rasa kasih sayang, adalah bagian penting dari pesan Ramadan. Sikap ini sejalan dengan prinsip moderasi yang mengutamakan keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan. Dengan demikian, Ramadan menjadi waktu yang tepat untuk memperkuat rasa empati dan kepedulian terhadap sesama, yang merupakan inti dari ajaran agama. Moderasi beragama merupakan hal yang penting dalam mempersatukan kehidupan bangsa dalam suatu negara, khususnya di Indonesia.[4]

 

           2. Kontroversi Seputar Ramadan

 

Salah  satu  kontroversi dalam ramdhan  adalah mengatasi  sikap  eksklusif  dan  fanatisme  yang  masih  ada  di  kalangan  sebagian  masyarakat. Sikap ini sering kali dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti pengaruh kelompok-kelompok tertentu yang menyebarkan paham ekstremisme melalui media sosial atau jaringan informal lainnya. Selain itu, ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman tentang agama lain juga menjadi kendala  dalam  penerapan  moderasi  beragama.  Masyarakat  yang  tidak  memiliki  informasi yang  cukup  tentang  keyakinan  dan  praktik  agama  lain  cenderung  lebih  mudah  terpengaruh oleh  stereotip  negatif  dan  prasangka.  Oleh  karena  itu,  program  pendidikan  dan  dialog antaragama perlu terus diperkuat untuk mengatasi masalah ini.[5] Walaupun Ramadan menjadi momen yang dirayakan dengan antusias, ada beberapa isu yang muncul, seperti:

 

  • Tuntutan Konsumerisme: Di beberapa tempat, bulan Ramadan seringkali diiringi dengan budaya konsumtif, seperti pesta buka puasa besar-besaran, yang justru bertentangan dengan semangat kesederhanaan. Hal ini dapat mengalihkan fokus dari tujuan utama Ramadan, yaitu meningkatkan spiritualitas dan kepedulian sosial.
  • Ketegangan Antar-Komunitas: Di beberapa daerah, ada kelompok yang kurang memahami perlunya menghormati umat agama lain dalam menjalani ibadah Ramadan, sehingga muncul gesekan sosial. Penting untuk membangun kesadaran bahwa toleransi adalah kunci untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama.
  • Praktik Ritual yang Berlebihan: Beberapa individu terkadang lebih fokus pada kegiatan ritual tertentu, sehingga mengabaikan makna spiritual dan sosial Ramadan itu sendiri. Hal ini menunjukkan perlunya pemahaman yang lebih dalam tentang esensi Ramadan sebagai waktu untuk introspeksi dan perbaikan diri.

 

Namun, terdapat tantangan dalam memahami dan mengimplementasikan moderasi Islam dengan tepat. Pemahaman  agama yang sempit,  penafsiran  yang  beragam,  dan  politisasi  agama  sering  kali  menjadi penghalang  bagi  upaya  moderasi  dan  pemahaman  Islam  yang  holistik.  Oleh karena  itu,  dibutuhkan  pendekatan  yang  komprehensif  dan  interdisipliner untuk mengatasi tantangan ini dan memperkuat pemahaman moderasi Islam.[6]

            3. Moderasi dalam Menyikapi Isu Ramadan

Ada  tiga  alasan  utama  moderasi  beragama perlu  diutamakan.  Pertama,  bagi bangsa Indonesia, keberagaman diyakini   sebagai   takdir.   Dengan   kenyataan   itu,   dapat dibayangkan  betapa  beragamnya  pendapat,  pandangan,  keyakinan  dan  kepentingan warga bangsa, termasuk dalam beragama. Kedua, esensi kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk untuk tidak menghilangkan nyawa. Agama diyakini sebagai pembawa misi damai dan keselamatan. Ketiga,   kebijakan   moderasi   beragama   merupakan   strategi   kebudayaan   dengan pendekatan  lunak  (soft  approach)  untuk  merawat  kebhinekaan  dan  menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia.[7]

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, umat Islam perlu mengambil langkah moderat, seperti:

 

  • Mengutamakan Kesederhanaan: Memahami bahwa Ramadan adalah waktu untuk meningkatkan spiritualitas, bukan konsumsi. Kesederhanaan dalam beribadah dan berbagi dapat menciptakan suasana yang lebih damai dan harmonis.
  • Meningkatkan Dialog Antaragama: Mendorong dialog dengan komunitas lain untuk saling menghormati dan memahami, sehingga Ramadan dapat menciptakan suasana damai dalam masyarakat yang beragam. Dialog ini dapat membuka jalan untuk kolaborasi dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bagi semua pihak.
  • Menghayati Esensi Ramadan: Menjadikan Ramadan sebagai momen untuk meneladani kehidupan Rasulullah SAW yang penuh dengan kasih sayang, toleransi, dan keadilan. Dengan meneladani sikap-sikap tersebut, umat Islam dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.
  • Pendidikan Nilai Ramadan: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya nilai-nilai Ramadan dalam membangun harmoni sosial dan mengurangi kesalahpahaman antar kelompok. Pendidikan ini dapat dilakukan melalui berbagai media, termasuk seminar, diskusi, dan kegiatan sosial.

 

KESIMPULAN

 

Ramadan bukan hanya sekadar bulan untuk menjalankan ibadah, tetapi juga menjadi momentum penting untuk memperkuat moderasi beragama. Dengan menjunjung tinggi nilai toleransi, solidaritas, dan kesederhanaan, Ramadan dapat menjadi inspirasi bagi terciptanya masyarakat yang harmonis dan damai. Bulan ini mengajarkan kita untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia, sekaligus menjadi pengingat bahwa sikap moderat dan seimbang adalah kunci untuk mencapai kehidupan yang tenteram dan bermakna. Melalui Ramadan, kita diingatkan akan penting.

 

DAFTAR PUSTAKA

Febri Nanda Monalisa et al., "Upaya Dalam Menumbuhkan Karakter Agamis Siswa Pada Bulan Suci Ramadhan Di Madrasah Tsanawiyyah Negeri Binjai," Fondatia 6, no. 2 (2022): 206--22, https://doi.org/10.36088/fondatia.v6i2.1791.

 

Dimas Assyakurrohim et al., "Case Study Method in Qualitative Research," Jurnal Pendidikan Sains Dan Komputer 3, no. 01 (2022): 1--9.

 

Ahmad Patih, Acep Nurulah, and Firman Hamdani, "Upaya Membangun Sikap Moderasi Beragama Melalui Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Kewarganegaraan Pada Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum," Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam 12, no. 001 (Special Issue 2023) (2023): 1387--1400, https://doi.org/10.30868/ei.v12i001.6139.

 

Okky Naomi Sahupala et al., "M a l a q b i Q" 3, no. 1 (2024): 47--56.

 

Pencegahan Stunting et al., "Pengabdian Masyarakat Dalam Peningkatan Kesejahteraan Desa Berbasis Pendidikan , Moderasi Beragama , Pengentasan Refleksi Dari KKN 49 Di Desa Lubuk Hulu Kecamatan Datuk Lima Puluh , Kabupaten Batubara" 4, no. 4 (2024).

 

et al., "Urgensi Metodologi Studi Islam Interdisipliner Untuk Moderasi Islam," An-Nawa: Jurnal Studi Islam 5, no. 1 (2023): 1--18, https://doi.org/10.37758/annawa.v4i1.579.

 

Muhammad Akmal Ramadhan and Haifa Aziza Muning, "Moderasi Beragama Dalam Kebberagaman Di Indonesia," Jurnal Religion: Jurnal Agama, Sosial, Dan Budaya 1, no. 6 (2023): 159--77.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun