Mas opo kowe selo,
Njaluk tulung aku kerok'ono..
Wis telung ndino,
Greges greges sak awak kroso ra penak..
Lirik lagu Kerokan - Â Didi Kempot & Nurhana
Masuk angin memang tak enak. Â Â Gejala awal biasanya kaki pegal-pegal dan badan rasanya tidak karuan (greges greges sak awak kroso ra penak). Â Biasanya rutin berolahraga seperti bersepeda dan renang agak membantu. Â Belum masuk angin karena terlalu lama berada di ruang ber-AC atau duduk di bus tepat dibawah AC. Â Wah, badan rasanya greges-greges, Â tak enak dan perasaan mual mencengkram.
Migran juga sering menyergap kalau daya tahan tubuh sedang lemah. Â Rasanya kepala syut-syut. Â Skripsi yang sedang dikerjakan menjadi tertunda. Â Semua rasanya menjadi tidak benar. Â Gampang tersulut emosi. Â Mau begini salah, mau begitu salah.
Kerokan adalah tradisi di masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun. Â Konon kabarnya, Justin Bieber pun doyan dikerok.
Kerokan sebenarnya bisa berlaku buat siap saja, tua muda, laki-laki perempuan, dan lintas budaya. Â Tapi hati-hati kerokan di luar negeri karena bisa dianggap terjadi abuse (penyiksaan) dalam rumah tangga. Â Makum ini pernah dialami artis tahun 80-an, Atiek CB.
The Power of Kerokan
"Kerokan adalah kearifan lokal. Â Pasien saya menyatakan belum puas, kalau belum kerokan," ujar Prof Dr dr Dididk Gunawan Tamtomo, PAK, MM, MKes.
Kerokan harus dilakukan dengan benar,  yakni ditarik lurus ke bawah  di sisi kiri kanan ruas tulang belakang, kemudian digerser condong ke arah kiri dan kanan.  Banyak titik akunpuntur yang  dapat ditekan.Â
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof Dr dr Dididk Gunawan Tamtomo, PAK, MM, MKes, menyatakan bahwa kerokan dilakukan dengan benar, maka efeknya akan sangat baik.  Diperkirakan ada 360 titik akupuntur utama yang berhubungan dengan organ penting yang terdapat  pada tubuh kita.  Begutu halnya dengan bagian belakang tubuh, juga terdapat titik-titik yang berhubungan dengan organ dalam tubuh (organ viscera).
"Kerokan itu tidak boleh dilakukan secara lurus, koin atau alat kerokannya harus digesekkan (ke kulit tubuh) secara miring. Â Jadi hindari prinsip jalan tol (lurus terus), zig zag pun jangan. Â Â Â Jangan seperti kebiasan anak muda yang malah kerokan bikin logo Superman, pemadangan, naga, bakan mewarnai merah seluruh kulit punggung, Â Â Â Â Â Â Â
Tapi ada bagian tubuh yang terlarang untuk dikerok.  Yaitu leher bagian depan, karena di daerah tersebut  terdapat tulang-tulang rawan untuk pernapasan, ada saraf-saraf yang kalau dikerok akan merusak fungsinya.  Selain itu juga tidak dianjurkan setelah melakukan kerokan mandi dengan menggunakan air dingin. Posisi saat mengerok yang juga dianjurkan adalah miring 45 derajat.
Upaya peningkatan suhi du bagian belakang tubuh bisa berpedoman pada hukum Einstein (E = mc2). Â Energi atau panas dihasilkan dari gesekan dua benda. Â Kalau permukaan kulit dikerok, suhu tubuh pun akan meningkat. Â Panas yang cukup tinggi berefek melebarkan pembuluh darah dalam kulit. Â Sebab itu aliran darah menjadi lebih lancer dan menimbulkan rasa nyaman.
Kompasianer sudah dikerok pakai benda apa? Â Ada Deddy Corbuzier yang sudah dikerok pakai sendok (bukan sulap). Â Atau masih setia dengan KPK (Kerokan Pakai Koin). Â Tapi belum tentu dengan koin yang lebih besar, otomatis lebih enak. Â Penulis sendiri lebih suka dengan koin tipis 100 rupiah emisi tahun..................
Malah sebagian orang mempercayai koin berfungsi untuk menarik roh jahat sehingga sakit keluar dari badan penderita. Entah benar atau tidak, roh jahat sering dianggap tertarik dengan uang (roh matre). Semakin merah dan gelap hasil kerokannya, semakin parah masuk anginnya.
Ada juga alat pijat dan kerokan yang sangat inovatif. Â Biasanya dijual di dalam bus atau pedagang kaki lima. Â Hanya 10.000 rupiah. Â Alat ini memiliki 2 fungsi, ujung yang satu ada koinnya yang bisa digunakan untuk alat kerokan, sementara ujung yang lainnya bisa digunakan untuk alat pijat refleksi. Dengan gagangnya yag berbahan fiber, sehingga sangat kuat dan awet jika digunakan sebagai pegangan.
Kerokan atau yang aslinya juga berasal dari Cina daratan, dan telah tercatat dalam kitab kedokteran Tiongkok kuno. Yakni kitab Shang Han Lun bertarikh 220 sebelum Masehi sebagai terapi gua sha yang memiliki efek imunomodulasi
Sedangkan budaya kerokan di tanah air sudah berlangsung selama ratusan tahun. Â Konon informasinya, raja-raja dan petinggi kerajaan di wilayah Nusantara banyak yang melakukan terapi ini untuk kesehatan. Â Dikenal manjur dan murah untuk penyembuhan penyakit. Kerokan itu enaknya berdua. Â Mana enak kalau kerokan sendiri, apalagi kalau mau kerok punggung. Â Istilah kate nih, need two for tango. Â
Bahkan ada yang nekat ber-KTB (Kerokan Tanpa Balsem). Â Â Akibatnya, bukan mengobati malah tubuh jadi lecet-lecet. Â
Banyak cerita lucu terkait kebiasan kerokan di luar negeri.  Contohnya adalah  kejadian di Ruwais, Uni Emirat Arab beberapa waktu yang lalu dan tersebar di beberapa mailing list (milis).  Seorang ibu Indonesia yang bermukim di Ruwais mengantarkan anaknya berobat, karena sakit demam. Ketika sampai di rumah sakit, sang dokter begitu terkejut ketika melihat sekujur tubuhnya bergaris-garis merah seperti kena cambukan.
Dengan kemapuan bahasa Inggrs yang pas-pasan, sang Ibu berusaha semampunya menjelaskan apa itu kerokan. Â Meski hasil akhirnya, dokter masih tidak mengerti juga. Sang dokter tidak percaya bahkan semakin curiga ada unsur penyiksaan dan bahaya dalam kasus ini. Apalagi setelah sang anak menjawab "Yes" ketika ditanya "did your mother hit you?" Â Akhirnya dokter melaporkan kepada polisi. Masalah kemudian bertambah ruwet dan meluas, ketika sang ayah pun dipanggil ke kantor polisi.
Investigasi sektoral dilakukan marathon kepada keluarga Indonesia ini. Tidak bisa dibayangkan seharian harus berurusan dengan polisi, hanya gara-gara"kerokan". Dan polisi tidak akan melepas status mereka sebelum sang dokter mencabut pengaduannya.
Selain itu ada cerita seorang WNI yang sampai harus dikarantina karena kedapatan bekas kerokan. Â Petugas bandara mengira ia terkena penyakit berbahaya dan menular.
"I only kerokan, Mister," kata WNI itu memelas.
"What is kerokan?"
"Releasing "wind" from the body thru a coin drawn across the skin's surface (mengeluarkan angin dari badan melalui gesekan koin ke permukaan kulit)."
Petugas bandara tambah tidak mengerti. Â Untuk kosa kata kerokan sepertinya belum ada pandanannya dalam bahasa Inggris. Â Demikian halnya dengan 'masuk angin'. Â Mosok mau bila enter wind. Â
Terjemahan yang paling mendekati adalah to catch a cold (kena selesma ringan), padahal kita semua mafhum bahwa masuk angin bukan selesma. Kalau dilihat dari kemasan balsam Cap Lang, Â tertulis wind cold alias angin dingin. Â Sedangkan beberapa orang menyebutnya sebagai common cold atau gejala flu.Â
Yang menarik istilah masuk angin ini juga berpadanan sama dengan bahasa Vietnam yang menyebutkannya trng gi (to catch wind). Dan merekapun mengenal pengobatan kerokan yang disebutnya co gi yang maknanya 'mengerok angin'. Â
Orang Amerika sendiri baru menyadari ada pengobatan tradisional ini sejak tahun 1975 dimana pada waktu itu pengungsi dari Vietnam banyak membanjiri negeri Amerika. Dokter yang merawat anak-anak pengungsi menyangka telah terjadi penyiksaan anak (child abuse).
Sebab itu, penting untuk memilih balsam yang cocok untuk aktivitas kerokan. Â Baslem itu ibarat bumbu, harus pas. Â Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prof Dr dr Dididk Gunawan Tamtomo, PAK, MM, MKes, mengungkapkan bahwa bayi dan balita bisa diobati dengan metode kerokan.Â
Pada dasarnya, ada dua jenis penyakit yang mendera manusia, yaitu penyakit berat dan penyakit ringan. Penyakit berat tentu membutuhkan pengobatan dan perawatan medis lebih intensif. Sementara itu, penyakit ringan (seperti sakit kepala, flu, batuk, atau demam) bisa disembuhkan tanpa obat. Anda hanya perlu istirahat dan memenuhi asupan gizi.
Kenyataannya, orang-orang cenderung memilih minum obat kimia saat mengalami sakit ringan. Alasannya? Tentu saja, karena obat mudah didapat dan efek penyembuhannya lebih cepat. Padahal, terlalu sering mengonsumsi obat-obatan kimia itu akan menimbulkan efek samping.
Sebenarnya, tubuh sudah mempunyai sistem imun yang mampu berperang melawan penyakit. Namun, jika kita selalu mengandalkan obat tiap kali sakit, lama-kelamaan kemampuan sistem imun itu akan menurun. Kita justru jadi lebih mudah sakit, lalu ketergantungan.
Kalau sudah begitu, tubuh tidak lagi kebal penyakit, tapi justru kebal terhadap obat. Selain itu, dalam jangka panjang akan ada kemungkinan kerusakan ginjal dan hati. Lagi-lagi, bukannya sembuh, penyakit baru malah menyerang tubuh.
Kerokan merupakan pengobatan yang mudah dan murah, dapat dilakukan di manapun, kapan pun, oleh siapa pun dan menggunakan alat-alat yang mudah diperoleh dan murah seperti benggol, uang koin, kayu, sendok dan bawang merah. Berdasarkan tahapan-tahapan penelitian Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo di Solo, 90% orang mengenal kerokan dan 85 % merasakan manfaatnya. Ia juga membuktikan bahwa kulit yang telah dikerok tidak berlubang atau mengalami kerusakan sebagaimana yang dikhawatirkan banyak orang selama ini.
Kegiatan kerokan meningkatkan hubungan batin antara pelakunya. Â Antara anak dan orangtua, suami dan isteri, atau antarteman. Â Terjalin keakraban selama proses ini. Â Namun kerokan ini tidak dianjurkan dengan yang bukan muhrim ya. Â Misalkan kerokan dengan pacar, kerokan dengan sekretaris. Â Bahaya, saudara-saudara. Â Orang ketiga (alias setan) bisa muncul.
Sebuah buku tebal bersegel dengan judul 'The Onliest and The Deepest Secrets of The Medical Art' adalah barang unik, langka dan mahal di dunia. Dalam buku ini hanya berisikan sebuah kalimat sederhana. Namun berharga US$ 20.000.  Pemenang lelang itu menemukan 99 dari 100 halaman buku itu kosong tidak ada tulisan sama sekali.  Selain sampul depan, deretan huruf yang membentuk sebaris tulisan pendek di satu halamannya, berbunyi :
'Jaga diri untuk tetap tenang, jaga kaki agar tetap hangat, dan kamu akan membuat dokter terbaik sekalipun menjadi miskin.'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H