Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Antara Waikabubak dan Waibakul

22 Agustus 2021   19:24 Diperbarui: 22 Agustus 2021   21:15 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis dkk berpose dari Taman Religi Gollu Potto dengan latarbelakang kota Waikabubak (Foto: Dokpri)

Pengalaman pertama. Bertugas di Waibakul, ibukota Kabupaten Sumba Tengah. Uniknya, pagi berangkat ke Waibakul, sore  harinya kami kembali Waikabubak. Saban hari selama sepekan kami lakoni perjalanan antar dua kabupaten ini.

Bukan tanpa alasan. Kota Waibakul memang belum memiliki hotel atau penginapan minimal sekelas melati apalagi kelas berbintang. Satu-satunya pilihan, kami menginap di Waikabubak, ibukota Kabupaten Sumba Barat.

Kami lakoni dengan penuh sukacita. Toh, jarak kedua kota ini tak terlalu jauh, sekitar 20-an kilometer. Waktu tempuh diperkirakan 15-20 menit, jika dalam kondisi sepi.

Saat tiba di Tambolaka, kami dijemput Polan dan teman sekantornya. Kami terbagi dalam dua mobil. Saya, Yanto dan Hen bergabung di mobil yang disetir Polan, PNS Pemda Sumba Tengah. Guido, Wilfrid dan Adyt di mobil yang lain.

Dua mobil berarakan menuju Waibakul. Panitia penyelenggara seleksi dan peserta sedang menunggu kami. Sesuai permintaan Kepala BKD Sumba Tengah, Ibu Mathilde K. Settu, kami harus memberikan pembekalan untuk peserta.

Dalam standar protap kami, pengarahan selalu dilakukan pada awal kegiatan. Bedanya, Sumba Timur meminta kami lakukan sehari sebelum kegiatan sehingga peserta memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri.

Itulah bedanya pengarahan dan pembekalan meskipun sama maknanya tetapi dalam konteks durasi waktunya berbeda. Pengarahan bisa saja dilakukan di awal kegiatan. Bisa jadi tiga puluh menit sebelum kegiatan. Sedangkan pembekalan dilakukan dalam jedah waktu yang agak panjang sehingga peserta memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri.

Dan, itu pertama kali kami lakukan di Sumba Tengah. Kiranya ini menjadi masukan positif untuk meningkatkan responsivitas terhadap kebutuhan user.

Usai pembekalan, kami balik ke hotel di Waingapu. Ini yang menarik. Perjalanan mungkin melelahkan tetapi dari sisi lain banyak hal yang diamati, dirasakan, dialami, yang dirangkaikan menjadi syair-syair "Antara Waikabubak dan Waibakul".

Antara Waikabubak dan Waibakul
Waikabubak bukan Kerawang
Waibakul bukan Bekasi

Terkenang perjalanan mengesankan
Dalam suasana HUT Kemerdekaan RI sepekan

Antara Waikabubak dan Waibakul
Tiada tulang-tulang berserakan
Tapi...
Kubur-kubur magis bikin badan merinding

Batu-batu pusara
Seolah bicara

Di sini, kami terbaring
Tubuh terurai
Menyatu dengan bumi

Antara Waikabubak dan Waibakul
Tiada padi menghijau
Apalagi bulir-bulir padi menguning
Jerami pun perlahan-lahan mengering

Musim panen t'ah usai
Kuda kerbau bersantai
Melahap jerami

Para petani sibuk menata lahan
Berganti musim tanam

Padi ke palawija
Sayur mayur dan lain sebagainya

Tapi...
Tak sedikit sawah-sawah terlantar
Menunggu jamahan musim hujan

Antara Waikabubak dan Waibakul
Kawasan hutan membentang
Tutupi bukit yang biasanya dilumuri sabana

Di sini
Kawasan ini
Lintas sembari  hirup hawa segar

Pepohonan semakin jarang
Tak seperti kawasan hutan tropis lainnya
Padat
Sulit ditembusi langkah

Entahlah
Mungkin ada tangan-tangan usil menjarah
Sebabkan pepohonan gugur satu per satu

Antara Waikabubak dan Waibakul
Lihati burung hinggapi sawah-sawah
Terbang menari
Seolah sambut kami

Kicauannya nyaring
Seolah sapa kami

Selamat datang di tanah Humba

Tapi hati risau
Burung-burung mulai terusik
Dengan ulahnya predator karnivora

Mereka tembaki  sekedar penuhi hasrat makan dagingnya
Daripada upaya melindunginya

Antara Waikabubak dan Waibakul
Kisah terpatri
Memenuhi ruang memori
Tentang Maramba dan hamba sahaya

Di sini masih membumi
Tapi katanya mulai terkikis
Karena perubahan jaman
Tapi...
Di kampung-kampung tradisi ini masih terjaga
Dari kisah-kisah yang mereka ceritakan

Antara Waikabubak dan Waibakul
Pada titik-titik tertentu
Satu atau dua  wanita mandi di senja hari
Tubuh setengah telanjang
Bahkan tanpa sehelai benang menutup aurat

Apakah porno aksi atau kebiasaan?
Atau keadaan?

Entahlah
Tak punya waktu untuk bertanya
Kepada siapa pula aku harus bertanya

Yang pasti mereka tak terusik
Bukan tak peduli!
Inilah tradisi yang [mungkin] masih terwarisi

Pemandangan ini hantarkan kami
Pada kesadaran diri

Pornoaksi bukan lagi pada apa yang dilihat
Melainkan pada apa yang dipikirkan

Antara Waikabubak dan Waibakul
Jejak langkah kami
Menggubahnya  menjadi jejak kata

Ditulis di Waikabubak
Pagi sebelum beranjak ke Kupang
21 Agustus 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun