"Canda? Sudahlah. Saya sudah dewasa. Don't lie me."
"How I can lie you?"
"Tak perlu dijelaskan. Semuanya sudah jelas."
"Kamu menyimpulkan tentang saya terlalu dini."
"Sekali lagi, saya bukan anak kecil."
"Ijinkan saya meneleponmu." Marvel merengek.
"Tak usah telepon saya lagi. Saya tidak akan angkat. Sumpah. Saya tak mau berhubungan denganmu."
"Bila berkenaan, ijinkan saya menelponmu. Biarlah besok kita menenun lembaran hidup baru. Kiranya kamu dapat memaafkanku. Kalau tidak bisa, bencilah aku sepuasmu. Memaki sepuasmu bila saya telah melukaimu."
"Jangan alihkan pembicaraan."
"Saya tidak punya niat untuk menyakitimu. Bila hatimu berkata begitu, saya tidak bisa melenturkan baja. Saya tidak bisa menggeser sebuah batu raksasa. Hatiku bukan legenda sebuah batu yang dapat dipindahkan. Ketetapan hatiku, untukmu. Karena apa? Ya, aku yang tahu. Kalaupun aku menjelaskannya, tak akan mengubah pandanganmu tentangku."
"Saya tidak butuh tulisan yang romantis begini. Tulisan seperti hanyalah sebuah rekayasa perasaan. Tidak tulus. Tulisan yang dibuat-buat. Sulit untuk dipercaya. Spontanitas seperti tadi, itu yang sesungguhnya."