Marvel panik. Tak tenang. Keluar dan masuk ruang kerjanya. Kerja pun enggan. Padahal pekerjaanya menumpuk.
Status betere HP mendekati 10 persen, Marvel lalu men-charge-nya. Marvel lanjut mengerjakan  tugasnya sekedar mengobati hatinya yang galau. Itu tak banyak membantu. Monika, Monika, dan lagi Monika yang ada di benaknya.
Dua jam kemudian, Marvel hidupkan handphone. Astaga...balasan Monika meremukan hati Marvel.
"Sudahlah. Saya malas. Kamu mempermalukan saya. Apabila dirimu tak mau diakui yah sudah. Berbicara di telepon saja sudah begini apalagi kalau sampai ketemu pasti kamu menghindar."
Marvel meneleponnya tapi diterimanya. Maksud Marvel berbicara langsung lebih tepat daripada mengetik lewat Whatsapp. Marvel pun membalas Whatsapp-nya.
"Sayang, saya minta maaf. Kamu mendengar penjelasanku dulu."
"Tidak! Saya bukan anak kecil. Jangan ngelabuin saya."
"Ijinkan saya telepon." Pinta Marvel.
"Hmmm, saya punya pendengaran masih normal. Saya tidak salah dengar kata-katamu tadi."
"Ijinkan saya telepon." Sekali lagi Marvel meminta kesempatan.
"Tak usah telepon, saya mau tidur."