Mohon tunggu...
Babay Suhendri
Babay Suhendri Mohon Tunggu... Dosen - Babay Suhendri adalah Wirausahawan, Pegiat Sosial dan Akademisi

Babay Suhendri. Lahir di Serang, Banten. Memperoleh ijazah Sarjana Teknik Informatika dari STT YBS Internasional Bandung tahun 2001. Lulus dengan Yudisium Cumlaude di Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Program Studi Teknologi Pembelajaran (TPm) tahun 2013. Penggiat Pendidikan Non Formal, terutama pelatihan dan kursus di Provinsi Banten sejak tahun 2003. Aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan, profesi dan kepemudaan. Berbagai Workshop dan Pelatihan di bidang pendidikan non formal, kursus dan pelatihan sepanjang tahun 2006-2013. Dosen Tetap di Politeknik Piksi Input Serang tahun 2015-2019. Mengajar mata pelajaran TIK di SMAN 1 Tirtayasa sejak tahun 2005-2013. Pengembang Aplikasi Pendataan Paket C di Direktorat Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud RI tahun 2012. Pengelola lembaga keuangan dan ekonomi mikro syariah. Tim teknis kegiatan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah tahun 2013-2014. Direktur Vokasi di Universitas Primagraha tahun 2020 sampai dengan sekarang. Tim Penulis Buku di Direktorat Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud RI tahun 2019 sampai dengan sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jaga Hati Jaga Jari

19 Februari 2022   12:57 Diperbarui: 19 Februari 2022   13:04 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media Sosial begitu digandrungi nyaris seluruh lapisan masyarakat mulai anak usia belasan tahun hingga lansia mereka menggunakan media sosial.

Sebuah survey mengungkapkan lebih dari separuh penduduk di Indonesia aktif menggunakan media sosial. Dalam laporan berjudul Digital 2021: The Latest Insights Into The State of Digital, disebutkan bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 170 juta di antaranya telah menggunakan media sosial. (Kompas.com)

Pertumbuhannya sangat pesat mencapai 10 juta atau berkisar 6,3 persen. Pengguna media sosial kini mencapai 202,6 juta dari populasi di Indonesia . Fantastis!

Di satu sisi kehadiran media sosial memberi banyak kemudahan. Seperti sebagai media berinteraksi dengan banyak orang, kini tak harus repot bertatap muka, atau bertemu  di suatu tempat misalnya. Untuk pergaulan bahkan juga bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan ekonomi dan bisnis.

Media sosial juga dapat memangkas jarak dan waktu. Kita dapat terhubung dengan siapa saja yang kita pilih sebagai teman tanpa harus merogoh kocek yang dalam. Cukup siapkan kuota atau koneksi internet komunikasi dapat berlangsung secara real time. 

Kini aplikasi media sosial semakin canggih. Jumlahnya cukup banyak mulai dari facebook, Whatsapp, Instagram,  Twitter, Telegram dan lainnya. Masing-masing aplikasi memiliki berbagai fitur yang menarik.  Dapat diinstall secara gratis dari google play store.

Kita dapat memposting status tak hanya berbasis teks atau tulisan saja tapi juga dapat berupa foto atau video. Bahkan kini sudah dilengkapi dengan panggilan suara atau panggilan video (video call) komunikasi jarak jauh pun semakin murah.

Dampak Negatif

Banyak sekali manfaat media sosial. Namun jika kita tidak 'literate' atau melek medsos ini akan berdampak negatif. Bahkan bisa saja hal buruk terjadi menimpa kita.

Dalam jurnal Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Indonesia, Cahyono, A. S. menyatakan dampak negatif dari media sosial adalah menjauhkan orang-orang yang sudah dekat dan sebaliknya, interaksi secara tatap muka cenderung menurun, membuat orang-orang menjadi kecanduan terhadap internet, menimbulkan konflik, masalah privasi, rentan terhadap pengaruh buruk orang lain.

Berapa banyak terjadi tragedi berdarah bahkan hilangnya nyawa seseorang akibat tidak pandai menyikapi postingan di media sosial. Tentu hal ini tak perlu terulang kembali. Jika kita menggunakan hati dan pikiran dalam bermedsos. 

Selain kita harus bijak menggunakan media sosial, kita juga harus pandai bersikap terhadap konten dalam media sosial. Postingan yang mengundang reaksi sebaiknya tidak perlu ditanggapi atau diabaikan saja. 

Misalnya postingan yang bernada provokatif, dapat memicu emosional sehingga menimbulkan perselisihan faham. Selain itu postingan yang mengandung isu sara misalnya dapat menimbulkan perpecahan antar  warga bahkan keadaan negara yang tidak kondusif.

Dari segi kesehatan media sosial memiliki dampak negatif berupa gangguan kesehatan fisik. Menatap layar yang berlebihan atau dalam waktu yang sangat lama akan mengganggu kesehatan seperti myopia atau rabun jauh dimana kondisi mata menyebabkan objek yang letaknya dekat terlihat jelas, sementara objek yang letaknya jauh terlihat kabur.

Lebih miris lagi media sosial digunakan untuk mengumbar kehidupan pribadi. Mengunggah hal-hal yang mengundang ketertarikan, kekaguman atau sesuatu yang membuat iri orang lain. Postingan ini dapat menimbulkan perasaan kegelisahan sehingga membuat pikiran cemas, emosional bahkan dapat berakibat frustasibagi orang lain.

Konsekuensi Hukum Bermedia Sosial

Negara memang menjamin kebebasan berpendapat seperti memposting berbagai informasi di media sosial, namun tidak serta merta kita dapat sebebas-bebasnya atau  sembarangan mengekspresikan pendapat di media sosial begitu saja.

Negara melindungi hak setiap warga dari konten-konten yang merugikan. Hal ini diatur dalam Undang-undang Informasi dan Elektronik (UU ITE). 

Dengan Undang-undang ITE warga memperoleh berbagai perlindungan dari kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya.

UU ITE berlaku bagi siapa saja yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang, baik di dalam  maupun di luar wilayah hukum Indonesia.

Pengguna media sosial atau Netizen sebaiknya melek atau sadar hukum. Sehingga akan mengontrol atas postingan yang dikirimkan.

Ada beberapa hal yang perlu dihindari agar Netizen tidak terjerat UU ITE.  

1. Menghina dan/atau mencemarkan nama baik

Menjelek-jelekan seseorang maupun lembaga tertentu di media sosial  dapat di jerat  Pasal 45 ayat (3) UU ITE: Dalam pasal ini dinyatakan Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

2. Melanggar kesusilaan

Pelanggaran kesusilaan juga diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU ITE adalah sebagai berikut : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

3. Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen

Mengeluhkan sebuah lembaga/instansi, atau produk, dan disiarkan di media sosial secara umum dapat dianggap berita bohong yang menyesatkan dan diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE :

"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

4. Menyebarkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)

Postingan yang mengandung unsur SARA, menghina Agama, menyebar Kebencian yang memicu permusuhan antar ras dan suku dapat terjerat UU ITE. kasus ini diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU ITE : "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".

Mengenal Algoritma Media Sosial 

Tahukah anda, dalam media sosial telah ditanam 'otak' atau kecerdasan? Istilahnya machine learning, sistem ini memungkinkan media sosial mempelajari dan memilah-milah unggahan atau status yang  sering anda posting, bahkan sistem mempelajari dari konten apa yang sering anda lihat. Mesin mengelompokkannya berdasarkan beberapa kriteria. 

Oleh karena itu, jangan heran jika dalam medsos anda akan muncul tawaran atau iklan yang relevan dengan apa yang anda cari di marketplace atau toko online pada menit sebelumnya. 

Seperti itulah algoritma bekerja. Pengguna akan disuguhi posting-postingan yang membuat mereka ingin terus mengikuti muatan spesifik seperti itu.

Sederhananya, jika anda membuka akun asusila dan dilakukan secara berulang maka sistem dalam media sosial akan menyajikan tayangan bahkan tawaran yang sejenis pada menit berikutnya. 

Masih ingat bagaimana netizen terbelah gegara pilihan berbeda pada pilpres 2019 lalu? Begitulan algoritma media sosial bekerja. Orang yang memilih Capres 01 selalu akan memperoleh kampanye, postingan dan berbagai tayangan yang ada kaitannya dengan Capres 01.  

Begitu pun sebaliknya bagi pemilih Capres 02 selalu memperoleh informasi tentang capres 02. Begitu seterusnya. Media sosial di create tak hanya untuk kebutuhan sosialita tapi di desain untuk kepentingan dagang.

Kendalikan Diri

Pengetahuan dan pemahaman terhadap informasi akan berdampak pada sikap seseorang menerima berita yang tampil dalam media sosial. Oleh karena itu penting kiranya menyaring setiap informasi. Apakah informasi itu benar atau sekadar  hoax (berita bohong).

Banyak orang emosional hanya lantaran saling sindir di media sosial. Padahal belum tentu postingan itu ditujukan kepada kita. Ada juga keluarga yang ribut gegara pesan dalam messenger yang berasal dari akun antah berantah. Atau banyak pasangan yang tidak akur gegara maraknya cuplikan 'Layangan Putus'. Sungguh terlalu!

Agar media sosial tidak menjadi sumber malapetaka mari kita kendalikan diri kita untuk tidak mengunggah konten yang menimbulkan reaksi negatif bagi publik. Menahan jemari kita untuk tidak mengetik ungkapan provokatif, ujaran kebencian, atau mengolok olok. Bijaklah bermedsos, mari jaga hati jaga jari. (BSN)

Tulisan ini pernah terbit dalam buku "Berinternet Sehat dan Bijak"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun