Mohon tunggu...
azzam abdullah
azzam abdullah Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan Swasta

Lulusan Magister Manajemen yang sedang kerja di perusahaan swasta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komunitas: Di Persimpangan Jalan

12 Agustus 2021   14:08 Diperbarui: 12 Agustus 2021   14:17 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebut saja Perguruan Muhammadiyyah, yang berawal dari sebuah kegiatan ta'lim dan belajar mengajar, LAZ Nasional Dompet Dhuafa yang berawal dari keresahan para wartawan dari koran Republika, Green Peace, dan semacamnya,

Artinya, ada sesuatu yang bisa sebenarnya dicontoh oleh para pegiat komunitas modern untuk membuat apapun yang mereka lakukan, memiliki umur yang Panjang, berkelanjutan, dan terus menebar manfaat. Salah satu diantaranya adalah membuat etika dan tata Kelola organisasi. Meskipun formatnya sukarela bukan berarti tidak ada tata Kelola dan etika dalam berorganisasi.

Sebuah documenter yang dibuat oleh Vice Asia tentang bosozoku (semacam geng motor) di jepang, anak-anak preman ini pun memiliki kode, struktur organisasi, dan jenjang karir yang jelas. Tidak bisa seenaknya saja mereka keluar dan pergi, meninggalkan sesuatu yang mereka sudah terjun. 

Maka tidak heran meskipun liar, komplotan-komplotan ini bisa berumur sangat Panjang bahkan hingga puluhan generasi. Sekarang, bayangkan saja sebuah komunitas kebaikan yang minimal bisa menginspirasi dan menjaga nafasnya agak Panjang, mungkin hingga 10 tahun. Tidak hanya KitaBisa.com saja yang mengurus anak-anak terlantar, tetapi juga puluhan bahkan ratusan komunitas muda yang menjawab tantangan di wilayahnya masing-masing.

Kedua adalah mulai ditanamkannya sebuah sudut pandang, bahwa fluidity organisasi tidak berarti sambil lalu meninggalkan tanggung jawab. Perlu diingat bahwa jalan yang dipilih terutama jika menjadi sebuah komunitas social adalah anda sudah menyalakan harapan orang lain. 

Jangan karena kita tidak professional serta merta kita padamkan harapan orang lain tersebut. Penulis sendiri pernah bergabung dalam komunitas pecinta hiburan dari Jepang, dan ya, setiap event-event anime member komunitas pun tetap menghasilkan karya untuk bisa disajikan kepada khalayak atas nama komunitas. Padahal ini hanya komunitas hepi-hepi melihat gambar 2 dimensi, tidak lucu kalau komunitas yang sudah memberikan harapan, hanya berakhir menjadi batu loncatan mereka-mereka yang punya ambisi pribadi.

Kedua hal diatas adalah hal-hal dasar yang setidaknya mampu membuat komunitas yang kita buat tidak hampa, tidak kosong. Karena kita harus menyadari bahwa saat ini komunitas sebagai sebuah elemen social sedang berada di persimpangan. Antara dia sebagai wadah yang nyata bagi generasi millennial untuk mewujudkan idealism dan membantu menyelesaikan permasalahan Bersama. Atau dia hanya digunakan sebagai alat panjat social, atau lebih parah lagi, memuluskan Langkah untuk mencapai ambisi tertentu.

Jawaban nya ada di tangan kita masing-masing.

Wallahu 'Alam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun