Â
Oleh: Muhammad Abdullah 'Azzam
Dewasa ini beragam komunitas yang umumnya diisi dan dikelola anak-anak muda mulai bermunculan. Bak jamur di musim hujan, kondisi pandemic seolah membuat banyak anak muda tersadar akan tanggung jawab social mereka. Beramai-ramai membuat berbagai macam perkumpulan dengan tujuan meringankan sesama, menghimpun para donator, dan dalam beberapa kasus menjadi cara paling mudah untuk tampil di media baik media social ataupun media massa. Tetapi, apakah sebuah kewajaran bahwa sesuatu yang bersifat spontan dan berbentuk komunitas hadir dan menghilang secepat rontoknya daun jati di musim kemarau?
Menurut beberapa studi ilmiah yang membahas tentang generasi millennial, seperti yang dikutip oleh Pew Research Center, generasi millennial memang memiliki kecenderungan tertentu terhadap peran mereka untuk diri sendiri dan lingkungan. Generasi ini lebih menghargai sesuatu seperti kejelasan karir dan peluang mengembangkan diri disbanding sekedar angka nominal gaji. Inilah kenapa kegiatan bersifat kerelawanan mengundang banyak perhatian dari generasi millennial. Karena dipandang kegiatan semacam ini mampu memberikan pengembangan diri sekaligus memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan.
Tetapi memang satu sifat dasar yang para ahli bersepakat, adalah generasi millennial adalah generasi bebas. Stewart et.al (2017) menjelaskan bahwa generasi ini sudah memiliki visi diri yang jelas, sehingga dalam konteks tempat kerja visi pribadi ini bisa membuat generasi ini stand out dan bahkan memicu dinamisasi di perusahaan. Inilah kenapa sifat seperti tidak ingin dikekang, kebebasan berpendapat dalam Bahasa verbal atau Bahasa Tindakan sangat dijunjung oleh generasi ini, dan kenyataannya, saat ini generasi millennial dan generasi-generasi dibawahnya lah yang umum disebut sebagai para "pemuda".
Maka jatuh cintanya pemuda pada konsep komuitas ini bisa ditelusuri salah satunya adalah latar belakang generasional mereka. Visi pribadi yang dibangun oleh generasi millennial ini tidak lepas dari ramahnya generasi ini terhadap penggunaan teknologi, keterbukaan informasi dan globalisasi.Â
Sehingga konsep komunitas yang tidak memberikan ikatan formal sangat digandrungi karena didalam komunitas terdapat kebebasan berekspresi, kemudian kejelasan kontribusi, dan yang paling utama, tidak ada keterikatan formal disana.
Lain halnya dengan organisasi-organisasi dalam bentuk formal. Terdapat kontrak yang jelas, tupoksi, aturan, tanggung jawab yang semuanya hitam diatas putih dan bisa dipertanggungjawabkan dihadapan hukum. Komunitas bisa memiliki hal semacam ini, namun pada dasarnya, pengelola dan peserta komunitas sendiri tidak mau berurusan dengan hal merepotkan semacam ini. Karena pada akhirnya, komunitas adalah kumpulan individu yang fluid dimana mereka memiliki kesamaan, baik itu kesamaan sudut pandang, sudut pandang hingga kesamaan masalah.
Komunitas dan Self Branding