Mohon tunggu...
Azzah Al Maroro Jati
Azzah Al Maroro Jati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip)

-Practice Makes Perfect-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel Penelitian Hukum Normatif (UTS)

11 September 2023   10:09 Diperbarui: 11 September 2023   10:34 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

REVIEW ARTIKEL PENELITIAN HUKUM NORMATIF

Nama Reviewer                       : Azzah Al Maroro Jati (4372/10)

Nama Dosen Pembimbing : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

JURNAL 1

a. Judul : Akses Keadilan Bagi Perempuan Dan Pidana Anak Dalam Pembangunan Berkelanjutan

b. Nama Penulis Artikel : Nur Hidayati

c. Nama Jurnal, Penerbit, dan Tahun Terbitnya : Jurnal Ilmu Hukum Administrasi Negara Vol.1 No.3 Agustus, Ekseskusi, Tahun 2023

d. Link Artikel Jurnal : https://journal-stiayappimakassar.ac.id/index.php/Eksekusi/article/view/541/553

e. Pendahuluan/Latar Belakang (isu/masalah hukum) :

Banyak perempuan dan anak yang mengalami kasus kekerasaan seksual baik secara kuantitatif maupun kualitatif seperti pemerkosaan, pencabulan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual dan lainnya.

Menurut Etienne G Kruth dalam bukunya yang berjudul World Report on Violence and Health, kekerasan seksual merupakan tindakan yang mengarah kepada seksualitas, yang dilakukan oleh seseorang kepada korban dengan menggunakan paksaan.

Adanya PPKM pada saat Pandemi Covid-19 ternyata menyebabkan angka kekerasan seksual kepada anak dan perempuan meningkat. Hal tersebut dikarenakan korban berada di dalam satu rumah dengan tersangka dalam waktu yang lama dan korban enggan melaporkan perkaranya pada pihak yang berwajib. Hal tersebut tentu menjadi sebuah ketidakadilan bagi kaum Perempuan dan anak di era kesetaraan gender saat ini.

Maka dari itu, diperlukan perlindungan bagi perempuan dan anak dengan menegaskan kembali UU No.17 Tahun 2016 tentang UU Perlindungan Anak, UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantassan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Namun penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak ini masih menemui kendala seperti masih kurangnya pemahaman aparat hukum terhadap perspektif gender, tidak adanya pertanggungjawaban korban atas kekerasan yang dialaminya serta kesulitan dalam hal pembuktian korban.

f. Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian :

Konsep dan teori dalam penelitian ini yaitu perlunya kepastian hukum mengenai perlindungan terhadap Perempuan dan anak baik dari kekerasan seksual maupun diskriminasi agar keadilan dapat diakses dan dirasakan semua orang. Adapun regulasi yang mengatur mengenai perlindungan korban yaitu Rancangan UU tindak pidana kekerasan, PERMA No. 3 Tahun 2017, Pedoman Jaksa Agung No.1 Tahun 2021 tentang akses keadilan bagi Perempuan dan anak, UU No.31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban, UU No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dan UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai ketidakadilan perlakuan yang diterima oleh Perempuan dan anak sebagai kaum yang rentan. Meskipun sudah banyak peraturan atau regulasi yang mencoba melindungi Perempuan dan anak, tetap saja di dalam implementasinya terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan akses keadilan bagi Perempuan dan anak demi Pembangunan Berkelanjutan menjadi tidak maksimal.

g.  Metode Penelitian Hukum Normatif :

Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum yuridis normatif dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan manusia dalam berperilaku.

  • Objek Penelitiannya : 

Objek penelitiannya ialah penelitian sistematika hukum yaitu penelitian terhadap pengertian pokok dalam hukum yakni hubungan hukum dan peristiwa hukum dalam peraturan perundangan-undangan . Bahwa akses keadilan bagi Perempuan dan anak dalam hal perlindungan dari kekerasan seksual mupun tindakan diskriminatif yang dipayungi langsung oleh sistem peradilan pidana.

  • Pendekatan Penelitiannya :

Metode pendekatan menggunakan statue approach dengan menganalisis perundang-undangan berupa Pedoman Kejaksaan No.1 Tahun 2021, UU No. 23 Tahun 2004, UU No.17 Tahun 2016 dan PERMA No. 3 Tahun 2017 sebagai bahan hukum primer. Lalu bahan hukum sekundernya ialah publikasi tentang hukum yang meliputi buku teks jurnal dan KUHP

  • Jenis dan Data Penelitiannya : 

Bahan hukum yang digunakan yakni Pedoman Kejaksaan No.1 Tahun 2021, UU No. 23 Tahun 2004, UU No.17 Tahun 2016 dan PERMA No. 3 Tahun 2017 sebagai bahan hukum primer. Lalu bahan hukum sekundernya ialah publikasi tentang hukum yang meliputi buku teks jurnal dan KUHP

  • Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya :

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen melalui bahan hukum primer dan sekunder. Studi dokumen ialah suatu metode pengumpulan data yang tidak ditujukan secara langsung kepada subjek penelitian. Studi ini merupakan jenis pengumpulan data yang meneliti berbagai macam dokumen yang berguna sebagai bahan analisis.

Teknik analisis data yang digunakan dalam pebelitian ini adalah menggunakan interpretasi yaitu menggunakan metode yuridis di dalam membahas persoalan hukum melalui penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis.

h. Hasil Penelitian dan Pembahasan/Analisis :

Kekerasan seksual yang marak terjadi kepada kaum hawa dan anak-anak merupakan salah satu contoh bahwa belum maksimalnya akses keadilan dan kesetaraan gender terhadap Perempuan dan anak. Negara harusnya mampu dan dapat menjamin terpenuhinya hak-hak dasar perempuan dan anak berdasarkan UUD 1945 serta prinsip-prinsip universal hak asasi manusia agar hambatan-hambatan yang muncul dalam mendapatkan akses keadilan, dapat diminalisir.

Hambatan yang sering kali ditemui oleh korban ketika hendak mendapatkan akses keadilan ialah hambatan prosedur, hambatan substandi, hambatan koordinasi, dan hambatan sumber daya manusia.

Pada dasarnya, perlindungan dan pemenuhan hak perempuan sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) dan peraturan lain yang berkaitan dengan Sistem Peradilan Pidana. Adapun output dari implementasi ini ialah terwujudnya  tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development)  mengenai kesetaran gender dan pemberdayaan perempuan.  Pemenuhan askes keadilan dan pemulihan korban pasca kekerasan seksual, diatur langsung di dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanaganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP).

SPPT-PKKTP  mentitikberatkan perspektif korban dan menjadikan korban sebagai subjek dari sistem peradilan pidana bukan obyek, dimana korban mempunyai hak untuk didengar keterangannya, mendapatkan informasi atas proses hukum yang berjalan dan dipulihkan situasi dirinya atas kekerasan yang dialaminya.

Selain itu, hadirnya beberapa regulasi seperti Rancangan UU Tindak Pidana Kekerasan, Perma No.3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum, Pedoman Jaksa Agung No.1 Tahun 2021 tentang akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam penanganan perkara pidana, UU No.31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban, UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, serta UU No.11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang berfungsi sebagai wujud kepastian perlindungan korban kekerasan seksual.

i. Kelebihan dan kekurangan Artikel, serta Saran

Penelitian yang diterbitkan oleh Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi Negara ini menurut saya mempunyai judul yang menarik untuk mengundang pembaca, melihat isi dan hasil pembahasan dari penlitian tersebut. Namun, pada saat membaca pendahuluan hingga kesimpulan, pembaca tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan dari judul tersebut.

Artinya, apa yang dituangkan di dalam pembahasan, belum sepenuhnya membahas dan membandingkan bagaimana penerapan akses keadlian bagi perempuan dan pidana anak dikaitkan dengan regulasi yang ada.

JURNAL 2

a. Judul : Justice Collaborator dalam Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Pembunahan

b. Nama Penulis Artikel : Ni Nyoman Rina Desi Lestari, Anak Agung Sagung Laksi Dewi dan I Made Minggu Widyantara

c. Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun Terbitnya : Jurnal Analogi Hukum Vol.5 No.1, 2023

d. Link Artikel Jurnal : https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/analogihukum/article/view/6563

e. Pendahuluan/Latar Belakang (isu/masalah hukum) :

Tindak kejahatan terhadap nyawa atau kita kenal dengan sebutan "pembunuhan" merupakan tindakan yang melanggar hukum sebab hal tersebut menghilangkan dan merenggut hak orang lain dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pelaku pembunuhan tentu harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun terkadang, aparat penegak hukum pun sulit untuk melakukan pembuktian terhadap tindak kejahatan yang dilakukan sebab yang melakukan hal tersebut justru mempunyai peran yang besar dalam organisasi aparat penegak hukum tersebut.  Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan diterapkannya konsep dasar justice collabolator (JC). Menurut Komarudin (2022), JC adalah sutu kerjasama antara pelaku kejahatan yang bukan pelaku utama dengan penegak hukum untuk meringkus pelaku utama, sehingga dapat membongkar tindak pidana yang terorganisir.

Namun dengan adanya pelaku tindak pidana yang menawarkan diri menjadi JC tentu terdapat perbedaan kesaksian sebelum dan sesudah menjadi JC. Hal ini tentu menjadi pertimbangan seorang hakim dalam mengambil sebuah keputusan. Seorang JC juga memelukan perlindungan karena telah mengungkapkan tindak kejahatan. Bentuk perlindungan bagi seorang JC diatur dalam UU No.13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

f. Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian :

Konsep dan teori dalam penelitian ini ialah membahas mengenai bagaimana pengaturan hukum bagi kesaksian JC dalam pengambilan putusan oleh hakim dan bagaimana dasar pertimbangan hakim jika terjadi perubahan kesaksian seseorang sebelum dan sesudah menjadi JC.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui lebih jauh peran JC dalam pengungkapan kasus tindak pidana pembunuhan.

g. Metode Penelitian Hukum Normatif : 

Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif.

  • Objek Penelitiannya :

Objek penelitiannya ialah penelitian sistematika hukum yaitu penelitian terhadap pengertian pokok dalam hukum yakni peristiwa hukum dalam peraturan perundangan-undangan. Bahwa bagi saksi pelaku yang mengajukan JC akan mendapatkan perlindungan, hal tersebut diatur dalam Undang-undang dan regulasi yang dikeluarkan oleh MA.

  • Pendekatan Penelitiannya :

Metode pendekatan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) yakni dilaksanakan melalui menelaah peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yakni mengacu pada asas konsep, pandangan-pandangan serta doktrin-doktrin yang tumbuh terhaddap disiplin ilmu hukum terkait isu permasalahan.

  • Jenis dan Data Penelitiannya :

Adanya dua referensi yakni bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder digunakan pada penelitian ini.

  • Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya :

Bahan hukum dikumpulkan dengan studi kepustakaan, melakukan penelusuran melalui cara mengklasifikasi terhadap bahan hukum dan melakukan pencatatan seluruh bahan hukum dengan sistem file. Analisis bahan hukum dilakukan dengan penafsiran sistematis yaitu penafsiran ketentuan undang-undangan dihubungkan dengan peraturan perundangundangan lain kemudian disajikan secara deskriptif karena adanya kekaburan norma.

h. Hasil Penelitian dan Pembahasan/Analisis :

Pelrindungan bagi JC diatur dalam UU No. 31 Tahun 2014 dalam pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa atau terpidana yang sudah bersepakat membantu penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama. Perlindungan tersebut juga diperkuat dalam Pasal 10 ayat 1 yang berbunyi, saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana atau perdata atas kesaksian dan/atau laporan yanag akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad tidak baik.

Mahkamah Agung sebagai pilar hukum menerbitkan SEMA No.4 Tahun 2011 sebagai suatu payung hukum terhadap JC serta whistleblower yang digunakan untuk memecahkan kasus pidana di Indonesia. Hal tersebut memberikan dampak positif bagi JC mengingat resiko yang ditanggung ketika hendak mengungkap suatu perkara kejahatan, memiliki resiko, tekanan, dan ancaman yang besar.  Dengan keterangan dari JC dan didukung dengan saksi lainnya serta alat bukti lainnya tentu memberi serta membangunkan keyakinan terhadap hakim pada saat dijatuhi putusan. Dalam hal ini JC  memberikan informasi maupun keterangan yang akurat dan faktual.

Penyematan status tersangka atau terdakwa menjadi JC tidak serta merta diberikan, terdapat pertimbangan oleh hakim dalam memeriksa dan mengadili perkaranya, satu diantaranya harus dijalankan yaitu dari sesi prasyarat yang meliputi : perbuatan pidana tertentu berdasarkan dari putusan LPSK, yang berkaitan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, tidak pelaku utama, mengakui kejahatan yang dikerjakannya, memberikan penjelasan selaku saksi saat proses peradilan, kesediaan mengembalikan aset yang didapatkan dari tindak pidana bilamana dinyatakan pada pernyataan tertulis, adanya ancaman yang nyata atau kekhawatiran menimbulkan ancaman baik fisik maupun psikis kepada saksi pelaku maupun keluarganya apabila tindak pidana itu diungkap sesuai dengan yang sebenarnya.

Dasar pertimbangan hakim ketika terjadi perubahan kesaksian, saat sebelum dan sesudah sebagai justice collaborator, dimana sanksi pidana yang hendak dijatuhkan kepada JC ini disesuaikan dengan berat atau ringannya perbuatan pidana yang telah dilakukan oleh pelaku. Walaupun ketentuan mengenai sanksi yang dikenakan terhadap seorang JC belum diatur alam ketentuan manapun, namun hakim dalam hal ini dapat melakukan pertimbangan sebab dari pengakuan yang diungkapkan oleh JC dalam pemeriksaan baik pada penyelidikan maupun penyidikan sampai pemeriksaan di pengadilan sebetulnya sudah memberi jalan terang untuk penegak hukum guna mengungkap kasus tindak pidana pembunuhan tersebut. Dengan ini seorang majelis hakim mempunyai pertimbangan sendiri dalam  menjatuhkan sanksi pidana kepada JC.

i.  Kelebihan dan Kekurangan Artikel, serta Saran

Penelitian yang disajikan dalam Jurnal Analogi Hukum Vol.5 No.1 ini mmepunyai judul yang menarik serta isi yang lengkap dari mulai bagian abstrak hingga saran. Abstrak dari penelitian ini sudah mencangkup semua yang akan dibahas pada bab selanjutnya, dalam pendahuluan pun antara paragraf satu dengan yang lainnya masih berkaitan, terdapat juga rumusan masalah atau hal yang ingin dibahas di dalam bab pendahuluan. Dalam bab pembahasan juga  dijelaskan lebih detail poin demi poin agar informasi dapat tersampaikan dengan jelas kepada pembaca.

JURNAL 3

a. Judul : Tinjauan Yuridis Penerapan Prinsip Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Rangka Penyelamatan Keuangan Negara

b. Nama Penulis Artikel : Helena Hestaria, Made Sugi Hartono, Muhamad Jodi Setianto

c. Nama Jurnal, Penerbit dan Tahun Terbitnya : 

e-Journal Komunikasi Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Ilmu Hukum Vol.5 No.3

November 2022

d. Link Artikel Jurnal : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jatayu/article/view/51892

e. Pendahuluan/ Latar Belakang (isu/masalah hukum) :

Dalam data yang dihimpun oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa dalam empat tahun terakhir, nilai kerugian negara selalu menunjukkan tresn yang terus meningkat sedangkan angka penindakan kasus korupsi cenderung fluktuatif. Meningkatnya korupsi yang tak terkendali ini tentu akan menimbulkan kesengsaraan tidak hanya dalam perekonomian nasional  tetapi juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tentu hal tersebut harus segera diberantas dengan norma yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam pemidanaan pelaku korupsi, undang-undang tindak pidana korupsi di Indonesia masih menganut paradigma keadilan retributive. Akibatnya, pelaku tindak pidana korupsi tidak dapat dipidana dengan alasan apapun selain retribusi.

Penerapan konsep retributive justice saat ini tidak mampu mengembalikan kerugian negara oleh karena itu timbul pemikiran untuk menerapkan konsep restorative justice dalam tindak pidana korupsi. Namun masih banyak kejaksaan tinggi yang menolak menerapkan surat edaran ini dikarenakan konsep restorative justice biasanya digunakan dalam menyelesaikan kasus tindak pidana ringan.  Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana sistem penerapan prinsip restorative justice dalam tindak pidana korupsi (tipikor) dalam rangka penyelematan keuangan negara.

f. Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian :

Konsep dan teori dalam penelitian ini ialah mengenai penerapan restorative justice pada pelaku tindak pidana korupsi.

Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisa bagaimana penerapan konsep restorative justice dalam hukum pemberantasan korupsi guna menguatkan tujuan pengembalian kerugian negara oleh pelaku tindak pidana korupsi yang akhir-akhir ini semakin meningkat. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah konsep restorative justice dalam tindak pidana korupsi dapat diterapkan dalam hukum Indonesia.

g. Metode Penelitian Hukum Normatif :

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin

  • Objek Penelitiannya :

Objek kajian penelitian ini yaitu Penelitian Penemuan hukum in concreto, dimana penelitian hukum ini dilakukan untuk menguji apakah regulasi berupa Surat edaran jaksa agung muda dan surat kapolri tentang konsep Alternatif Dispute Resolution (ADR) dapat digunakan dalam pemberian restorative justice pada kasus Tindak Pidana Korupsi.

  • Pendekatan Penelitiannya :

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini ialah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan pokok bahasan. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang berkaitan dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi

  • Jenis dan Data Penelitiannya :

Data penelitian menggunakan bahan hukum primer yang meupakan bahan yang mengikat secara hukum berupa peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini peraturan perundang-undagan yang digunakan ialah Surat Edsaran Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Nomor : B.113/F/Fd.1/05/2010 tanggal 18 Mei 2010 dan Surat Kapolri No. Pol. B/3022/XII/2009/sdeops tentang konsep Alternatif Dispute Resolution (ADR)

  • Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data Penelitiannya :

Pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan (library reseacrh) yaitu menelusuri dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan materi penelitian ini. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara menginventarisir, mempelajari bahan hukum terkait permasalahan dalam penelitian ini (Windari, Jurnal Komunikasi Hukum, No. 1 Februari 2015:108-118).

h. Hasil Penelitian dan Pembahasan/Analisis

Keadilan restorative merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pidana yang berorientasi pada pengembalian kerugian dan mengembalikan seperti sediakala sebelum terjadinya tindak pidana. Konsep restorative justice dalam hukum pemberantasan korupsi telah diberlakukan di Indonesia yang dapat dilihat melalui Surat Kapolri dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda perihal prioritas dan pencapaian dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tanggal 18 Mei 2010. Surat Edaran tersebut menekankan bagi masyarakat yang melakukan tindak pidana korupsi dengan kerugian kecil (di bawah Rp. 100.000.000) dan telah mengembalikan kerugiannya, maka dapat digunakan konsep keadilan restorative. Perlunya perkara tindak pidana korupsi yang nilai kerugiannya sebesar Rp. 100.000.000 ke bawah diselesaikan di luar. pengadilan melalui pendekatan keadilan restorative, didasari pertimbangan bahwa upaya penanganan perkara korupsi membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang cukup besar, seiring dengan proses pemeriksaan persidangan yang harus dilakukan di Ibukota Provinsi.

Pengertian restorative justice dalam pemidanaan tindak pidana korupsi tidak sepenuhnya meniadakan tindak pidana, melainkan lebih mengutamakan pemberian sanksi yang menitikberatkan pada pidana sebagai solusi penyelesaian tindak pidana korupsi berupa pemulihan. Sistem restorative justice tidak berlaku untuk semua jenis korupsi, karena korupsi yang dapat diselesaikan adalah kasus korupsi yang tidak masuk dalam batasan dan kategori pidana dan undang-undang yang tercantum sebelumnya yaitu Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan memperhatikan nilai kerugian serta bentuk tindak pidana korupsinya, yakni di bawah Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

Pada dasarnya konsep restorative justice dapat diterapkan di Indonesia selama tidak bertantangan dengan peraturan yang telah ada sebelumnya yaitu undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penerapan konsep restorative justice dalam tindak pidana korupsi guna menguatkan tujuan pengembalian kerugian negara oleh pelaku tindak pidana korupsi

i. Kelebihan dan kekurangan Artikel, serta Saran

Jurnal ilmiah yang membahas mengenai penerapan restorative justice pada tipikor memuat hasil penelitian secara detail dan terperinci, mulai dari abstrak, pendahuluan, hingga kesimpulan dan saran. Namun menurut saya jurnal penelitian ini juga memiliki kekurangan karena terdapat singkatan yang tiddak dijelaskan kepanjangannya sehingga pembaca harus mencari terlebih dahulu di internet. Maka dari itu, saran yang bisa saya berikan untuk penelitian ini agar bisa menghasilkan penulisan sempurna yaitu dengan menuliskan secara lengkap baru disusul dengan singkatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun