Otoritas dan Tradisi Kepakaran
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, DeNicola menyarankan kita untuk mengikuti pakar yang jelas otoritas keilmuan dan tradisi kepakarannya. Nilai epistemologis itu bisa dilihat dari aspek fokus kajian, ketertarikan, keterbukaan, kehati-hatian terhadap prosedur, tekun, berorientasi data dan fakta, serta menghargai sejawat maupun rekan pakar dari bidang kajian lainnya.
DeNicola sendiri, sejauh pembacaan saya, juga memimpikan sebuah masyakarat epistemik. Masyarakat yang mengonfirmasi data dan fakta dari pengalaman partikularnya ke otoritas kepakaran alih-alih membangun opini dari apa yang ditemukannya.
Sebab isu yang didiskusikan oleh para pakar akan menyesuaikan dengan tradisi dan iklim lingkungan akademis di sekitarnya. Gunanya, selain berkontribusi terhadap informasi faktual yang ada, juga meminimalisasi peluang kalangan yang tidak tahu apa yang mereka tidak ketahui untuk mengklaim panggung sandiwaranya di depan publik.
Sejauh ini, soalan tentang berapa banyak hal yang kita tahu dan berapa banyak pula yang kita pahami suka tidak suka memang menyeret kita ke pola pikir filosofis. Namun dari pencarian kita terhadap pengetahuan dan pemahaman hendaknya dibarengi oleh sikap sederhana dan rendah hati.
DeNicola lewat Understanding Ignorance-nya sungguh mengusik zona nyaman yang selama ini kita klaim dengan mempertanyakan sejauh mana sebenarnya pemahaman kita terhadap sesuatu yang kita tahu. Jangan-jangan selama ini kita tidak pernah tahu, hanya pura-pura tahu, atau malah justru sok tahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H