Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memahami [Batasan] Ketidaktahuan

24 Februari 2021   16:56 Diperbarui: 24 Februari 2021   17:16 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak seorang pun yang ingin dituduh tidak tahu apa-apa. Begitu pun dengan tuduhan sok tahu, taka da yang ingin menyandangnya. Namun ketidaktahuan merupakan hal yang niscaya dan memahami ketidaktahuan merupakan salah satu jalan menuju rasionalitas. Lalu bagaimana kita memahami ketidaktahuan?

Daniel R. DeNicola mengurai kajian epistemologis tentang ketidaktahuan dalam bukunya Understanding Ignorance sebagai berikut:

  • Kita tahu (sadar) bahwa kita tidak tahu;
  • Kita tidak tahu (tidak sadar) bahwa kita tahu; dan
  • Kita tidak tahu (tidak sadar) bahwa kita tidak tahu.

Kategori pertama lahir dari ketulusan pengakuan akan keterbatasan diri. Bentuk pengakuan ini merupakan kesadaran yang ditopang baik oleh alasan-alasan rasional atau yang sifatnya personal (pribadi). Kategori kedua melibatkan aspek psikologis baik dengan sengaja maupun tidak. Kategori kedua merujuk pada segala sesuatu yang sebetulnya kita ketahui tetapi dapat dipahami dengan baik penjelasan logis melalui metodologi atau olah pikir. Kategori ketiga merupakan kategori paling umum. Karakter dengan kategori ketiga banyak kita jumpai di ruang publik seperti media sosial. Karakter yang sesumbar dengan komentar tetapi argumentasinya hanya menyulut pertikaian dan perdebatan.

Mengetahui bukan berarti memahami. Tahu dan paham adalah dua kata kerja yang berbeda. Aktivitas yang melibatkan pengetahuan hanya berdasar pada segala macam input yang secara bebas dapat diartikulasikan ulang. Aktivitas yang melibatkan pemahaman, di sisi lain, menuntut adanya pendekatan epistemologis. 

Artinya, untuk memahami sesuatu, kita butuh pendekatan pikir dan metodologi yang tepat. Dalam istilah umum, mengetahui merujuk pada pengetahuan dan memahami merujuk pada ilmu. Oleh karena itu, istilah ilmu pengetahuan adalah keliru karena bila merujuk pada kaidah DM (dijelaskan menjelaskan) dalam Bahasa Indonesia, pengetahuan tidak dapat menjelaskan ilmu. Ilmu lah sebagai pendekatan dan metode yang dapat menjelaskan pengetahuan.

Pemahaman mencakup berbagai macam informasi yang kita miliki kemudian mengaitkannya satu sama lain secara sistematis di pikiran kita. Memahami berarti mampu mendeskripsikan sekaligus menentukan kategori suatu hal sekaligus mengevaluasi serta menerapkan apa yang saya ketahui. Meski demikian, kita tetap memgakui dan terbuka terhadap pemahaman lainnya yang berbeda dari apa yang kita pahami.

Dalam penjabarannya terhadap kegiatan memahami, DeNicola menyebutkan bahwa inteligensi tidak berpengaruh secara signifikan. Bahkan dalam beberapa situasi atau kondisi, orang dengan inteligensi tinggi justru gagal memahami pola yang terpampang jelas di depan matanya atau malah terjebak pada putusan ceroboh yang berdampak sial terhadap hidupnya. Untuk memahami hal ini secara terpisah, silakan baca artikel berikut: Kecerdasan Bukan Jaminan

Terlebih, sikap acuh tak acuh dengan lari dari masalah yang seharusnya kita hadapi merupakan bentuk ketidaktahuan yang paling fatal. Ketidaktahuan pada konteks ini merujuk pada pengabaian terhadap tanggungjawab moral terhadap diri sendiri. Akibatnya, kesempatan untuk merasakan pengalaman menghadapi sesuatu menjadi terlewatkan. Sehingga ketidakpedulian kita terhadap suatu hal menandai ketidaktahuan kita merespon hal itu secara tepat.

Mengakui Ketidaktahuan Kita

Dengan mengakui kekurangan diri, terutama menyangkut hal yang tidak diketahui, kita membuka ruang kognitif untuk mengurai pengetahuan yang mungkin saja kita salahpahami. Kesempatan ini menuntun kita untuk belajar dengan cara yang benar. Bahwa kepastian data serta informasi tidaklah sebanding dengan usaha memperbaiki, meningkatkan, dan menyematkan moralitas pada penyakit ketidaktahuan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun