Penyekatan di sepanjang kota menuju arah pulang kampung. Membuatku harus angkat topi pada Ridwan Kamil, dan Ganjar Pranowo, dua Gubernur andalan Jokowi yang disiplin menjabarkan instruksi orang pertama negeri ini demi mencegah meluasnya pandemi dengan lurus, disiplin dan tanpa kompromi. Salut !.
Satu sisi, aku senang dengan keseriusan Pemerintah Pusat-Provinsi-Daerah  membatasi mudik yang keras, kaku dan sedikit kompromi seperti ini. Setidaknya, mencegah prahara layaknya tsunami pandemi di India, akibat pembebasan ritual keagamaan yang massal. Bisa diminimalisasi, sampai batas titik nadir bawahnya. Tidak Cuma aku, teman kerja, tetangga, sampai seluruh warga kota setuju. Tapi siapa yang dapat menawarkan kemarahan Simbikku ?.
Aku yakin semua pejabat yang memerintahkan penyekatan dan petugas lapangan yang siaga 24 jam, membatasi arus kendaraan dan memutar balik kembali ke ibukota, pasti punya ibu juga. Namun, mungkin hanya aku yang memiliki simbok yang super keras. Bagaimana tidak, Simbok memiliki 5 anak lelaki, istilahnya satria pendawa.
Aku kebetulan jadi anak bungsu yang paling disayang sama beliau. Meski pun paling dimanja, bukan berarti, pahaku, bokongku membiru kena pukul sapu lidi Simbok, saat aku berlarian menolak mandi, atau karena kenakalan lain khas anak lelaki.
Sejak Pakne hilang dalam tugas dalam operasi militer di Papua, Simbok sungguh tangguh, tak kelihatan, satu hari pun menangis, bersedih untuk kepergian Bapak jagoan, yang jadi idola kami. Lelaki berkumis itulah yang mengajari kami beladiri silek harimau. Jurus silat harimau minang yang legendaris, Â disegani kawan dan lawan.
Sukabumi. You saying, Â Mulia away Pakne tak ada kabar, Â Ibu memberi tauladan kepada kami tentang bagaimana menjadi anak lelaki yang tangguh. Maka semua kakak lelakiku, kemudian meneruskan karir di bidang militer. Kang Saryun jadi Marinir, Kang Tarjan mantap di Brimob, Kang Badowi di infanteri, Kang Lesus jadi komandan Di Paskhas. Pokoknya keempat kakakku. Meneruskan kedigdayaan Pak Soedarno Ayah kami di bidang pekerjaan yang keras, khas lelaki macho.
Hanya aku yang berbeda, anak Simbok terakhir, yang justru menekuni bidang yang lemah lembut, yaitu fashion. Aku punya butik baju muslim yang hits, laris manis, di terima di 8 Mal Sentro yang tersebar di 5 kota. Merek komersialku, yaitu Diar-Now, terinpirasi dari nama Pakneku yang tak pernah pulang Darno.
 Lumayan lah, untuk anak muda seukuran aku bisa punya usaha yang mapan dan berkelanjutan, walau dikepung pandemi, masih bisa bertahan. Memang pemasarannya agak memble di mal, tetapi di pasar online, proudkku cukup jagoan. Anak buahku di produksi konveksi, kurir motor, supir box dan marketing ada sekitar 45 orang yang menggantungkan hidupnya di bawah telunjukku.
Semua menurut padaku jutawan konveksi yang sedang  naik daun, tidak ada yang berani membantah apalagi memberi perintah padaku,  kecuali Simbokku.
Badanku, sempat meriang, panas dingin, ketika semua kakak tak bisa pulang, karena harus berjaga jadi satgas covid 19 dan tugas pengamana negara lain. Kebetulan hanya aku yang bebas.
Mereka sangat berharap, aku bisa pulang mudik, menemani Simbok di hari Raya. Namun, karena order baju sedang banyak-banyaknya. Simbok yang biasanya agak mata duitan, kusuap dengan niatan mengirim uang Rp. 30 juta. Siapa tahu, ibu riang ria, seperti biasanya. Tapi kali ini Simbokku marah, semarah-marahnya.