Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

SOS Geger Kalong SOS!

29 Oktober 2020   00:05 Diperbarui: 29 Oktober 2020   10:35 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menggigil badanku, seluruh badanku nyeri sangat. Kepala pusing berat, aku terhuyung - huyung tak memiliki kekuatan untuk sekedar menggerakkan badan. Padahal belasan menit lalu badanku tidak ada masalah dan bugar - bugar saja.

Namun saat menepikan mobil double cabin Merahku di warung kopi. Maksudku rehat sejenak. Ada serangan sakit yang luar biasa. Mendadak, tiba tiba. Saat kulihat ada bale bale dari bambu, aku langsung menggelosor tidur,tanpa bisa kutahan. Hanya benerapa kejap mata , aku bisa mendengar suara dengkurku sendiri. 

Ah, lagi - lagi aku harus merasakan pengalaman batin ngrogoh sukma. Ruhku keluar melesat dari tubuhku. 

Kali ini, proses lepasnya ruh dari ragaku, sangat cepat dan daya lenting yang cukup menyakitkan. Tidak lambat, lembut seperti biasanya, bila peristiwa batin ini terjadi,aku tahu akan ada tugas istimewa dari para leluhur. Semoga bukan bencana alam yang buruk.

Ruhku melesat terbang diantara pepohonan hutan misterius sangat cepat, panggilan batin ini amat darurat sepertinya. Tidak berapa lama aku sampai di sebuah bukit  curam. Terlihat ada longsor kecil yang membuat jalan aspal terhambat jalannya. 

Lalu ratusan motor dan mobil berhenti karena macet. Dan saat semua orang di lereng bukit itu sedang santai , berhenti tidak tahu apa sebabnya. Batu besar berjatuhan dari arah atas dan tanah, pohon - pohon diatas semuanya longsor. Menimpa ratusan orang yang antre macet di jalanan itu. Hanya dalam hitungan menit, orang - orang malang itu semua lenyap ditelan bumi.

Jagad dewa apa yang terjadi ?.

Aku teriak memanggil orang - orang yang terkubur tanah, tapi tak ada yang menyahut, satupun tak ada yang selamat. 

Alam menyambut teriakanku dengan tidak ramah, petir bergantian, sambar menyambar menggelegar. Langit seperti marah, dari awan yang bertumbukan, bergulung gulung, muncul cahaya dan suara yang mengerikan.

"Grrr, Angger Jati, jangan kau menangis, jangan kau sedihkan mereka yang kujemput pulang. Semua punya karma, semua punya janji yang tak terbayar. Maka mereka mati musim,demi penyubur bumi", sebuah suara besar yang amat kukenal karena selalu hadir mengingatkanku akan datangnya bencana alam besae, suara Eyang Sapto Renggo. Buyutnya buyutku, guru spiritualku sejak lahir.

"Eyang Sapto Renggo, cucu Jati sudah tidak tahan lagi, kenapa Cucu selalu diberi visi penglihatan dini, bencana besar seperti ini, tapi kenapa Cucu tidak diberi kemampuan menolong biar satu lembar nyawa mereka.Beri cucumu ini kemampuan agungmu, untuk satu lembar nyawa saja !", mohonku amat keras. Sudah tak tahan aku, melihat belasan,puluhan , kali ini ratusan nyawa diambil rombongan. Entah karena banjir, gempa,tsunami  kali ini longsor.

"Cucuku Jati, orang - orang ini memang sudah waktunya kembali ke pangkuan bumi. Semua punya karma buruk. Bila ada satu saja yang punya darma baik, sebetulnya bencana longsor ini bisa dicegah, tapi...",Terang Eyang yang kuhormati suaranya terdengar lebih keras dari petir yang bergantian berbunyi seperti perang saja layaknya.

"Mohon Eyang, mohon cucu kali ini diberi kesempatan menyelamatkan barang satu lembar nyawa, mohon eyang,"pintaku sambil bersujud, melayang dan menangis.

"Cucuku Jati, ini sudah suratan gusti maha wenang, sebagaimana insan manusia, kau punya hak berjuang, menghentikan musibah ini, bila kau mampu, datang lebih cepat dari petir ketujuh dari hujan besar di Bukit Geger Kalong", kali ini Eyang Sapto Renggo tidak hanya terdengar suaranya saja.

Tapi muncul lengkap dengan wajah lembutnya dengan rambut ikal.panjang dan jenggotnya yang panjang sampai dada. Senyumnya tulus dan bijak sambil mengelus jengot. Aku terkesima, lalu berusaha memeluknya , tapi ada  cahaya petir yang menyilaukan menyambarku.

Lalu aku tersentak, nafasku tersengal sengal, dadaku sakit. Mataku pun terbuka, terbelalak dan aku sudah kembali di bale bale bambu tempatku tidur tadi merebahkan diri di warung kopi. Senyum nenek penjaga warung menyapaku ramah. Ia menyodorkan air putih. Segera kuminum dengan rakus. Tiga gelas air putih, kusambar habis. Ludes. Perjalan astral, meta ruh sungguh memakan enerji lahir batinku.

"Anak kenapa, sakit kah, tadi datang langsung tidur dan teriak teriak keras..?". Tanya si Nenek bijak sambil minta ijin memijat kepalaku. Rupanya beliau ahli urut juga. Baru diurut sebentar badanku sudah kembali segar.

Dadaku mulai bisa longgat bernafas.dan kuucapkan terima kasih kepada orang tua yang tulus itu. Ketika kesadaranku kembali penuh, aku sadar ada tugas besar menungguku, sebisa mungkin menunda lonsor maut di Bukit Geger Kalong. 

Langsung kucium tangan si nenek, tanda terima kasih dan aku meminta restu beliau, agar selamat dalam tugas kemanusiaan ini.

***

Mobil merah double cabin merah kupacu amat kencang, dari rencana libur ke Pulau Bali menyusul teman - teman kubatalkan. Demi misi khusus sebisa mungkin.menyelamatkam banyak nyawa dari musibah.

Entah keberanian darimana, aku  sangat ingin membatalkan bencana tanah longsor itu, atau setidamnya bisa menyelamatkan satu nyawa. Demi tugas mulia, kupacu mobil seperti kesetanan.

Tidak hanya 100 km  pejam, spedo meter kugeber sampai angka 150 km. Lalu 170 dan hampir menyentuh 200 km. Sunggub aku belum pernah melakukan aksi itu, seolah aku pembalap mobil formula satu saja.

Anehnya jalan yang tadinya berkelak kelok sekarang terlihat lurus dan lebar, juga tinggi. Tiba tiba muncul jalan layang yang amat mulus , lebar dan tinggi. Ini jalan yang belum pernah kulihat ada di dunia nyata. Jalan apa ini. Kali ini aku seperti mendapat jalan khusus, ijin dari leluhur untuk berupaya menunda kemalangan ratusan manusia.

Entah sudah berapa lama aku memacu kendaraan mesin besarku, menuju Bukit Geger Kalong. Langit pun benderang. Biru.

Agak jumawa juga rasanya, bisa membawa mobil serasa terbang, sampao spedometer mentok 220 km perjam. Aku sangat optimis. Bisa tiba tepat waktu. Terlihat di kejauhan. Bukit berhutan itu di depan mata.

Langit mendadak gelap gulita. Petir datang bergantian, langit penuh dengan tumbukan cahaya. Menakutkan. Menggetarkan hati.

Lampu mobil, wiper kaca kunyalakan. Lalu ada sesosok ibu dan anak bayinya kehujanan, menghadang di tengah jalan. Melihat itu, hampir saja aku menumbuknya.Lalu ku rem mobik sekuatnya. Untunglah, bisa berhenti tepat hanya sejengkal dari sosok ibu dan bayi malang itu. Hampir saja.

Segera kubuka pintu mobil, dan mencoba menolong mrreka . Heran juga, kenapa keduanya berhujan hujan di tengah jalan.

Makin kudekati, makin terlihat, mata ibu dan bayinya menyala merah dan tajam

 Ketika kusentuh tubuhnya, terdengar tawanya mengikik. Menyeramkan.

Ibu dan bayi itu berubah menjadi sepasang ular ganas yang menyemburkan api. Kaget aku, dan aku bertahan sebisanya. Ilmu silat tenaga dasar pesantenan otomatis keluar begitu saja. Aku melompat kesana kemari.  Salto tinggi rendah menghindari serangan mematikan mereka.

Pada satu kesempatan ular naga lebih kecil kutebas kepalanya dengan hantaman aji Bayu Bajra. Putus kepalanya darahnya muncrat kemana mana.

Ular yang lebih besar menggigit dadaku. Sebelum bisanya keluar kucekik sampai mati mati. Akhirnya dia melemas tubuhnya. Kubanting bangkai ular besar itu ke aspal. Punah kesaktian dan nyawanya.

Setelah kupastikan kedua ular naga hitam itu mati, aku bergegas masuk mobil dan mencoba menyelesaikan misiku mencegah bencana longsor.

Ketika kunyalakan kembali mesin mobil dan lampu kabutnya. Kedua jasad ular besar itu berangsur mengecil dan berubah menjadi sepasang keris yang bersinar kebiruam dan ungu, tanpa warangkanya. Mulutku ternganga. Terkesima melihat pamor sepasang keris itu. Terbersit keinginan di hatiku memiliki sepasang keris itu. Kembali kubuka pintu mobil. Alu berniat mengambil kedua benda pusaka itu.

"Jangan ambil cucuku Angger Jati !", menggelegar suara Eyang Sapto Renggo memperingatkanku. Langkah kakiku terhenti, tepat dua depa dari dua keris yang tergeletak di tanah.

"Tuanku, Bagus Jati, ambilah kami, sepasang nogososro sabukswarna siap mengabdi pada tuanku, kami akan jadi sepasang pusaka  pinilih untuk kejayaan dan kemakmuran", pinta suara wanita lembut, menghipnotisku . 

Tanpa pikir panjang, kupungut kedua pusaka agung, terasa ada aliran enerji dasyat menyetrum tubuhku.tidak hanya itu sepasang tubuhku membiru. Menyala.

Saat aku masuk kembali ke mobil, dan meletakkan kedua pusaka di jok samping kemudi. Kudengar tanah beruntuhan, batu bergelundungan persis didepan mobil

 Huru hara longsor itu berkerjapan terjadi didepan  mobilku. Aku menyaksikan kembali, rayusan orang yang terpojok oleh longsor kecil, dengan cepat hilang dikubur tanah merah dari bukit Geger Kalong. Semua hilang tanpa sempat teriak minta tolong atau menyadari, gerangan apa yang menimpanya.

Jagad Dewa !

Aku hanya kembali bisa mendoakan mereka yang pupus takdir di depanku. Longsor dasyat itu masih berlangsung gemuruh dan meakutkan. 

Anehnya tak ada ketakutan di hatiku. Aku pasrah dan iklas. Bila saat itu nyawaku pun diambil sebagai bagian  darma penyelaras bagi semua karma buruk manusia manusia yang apes tertimpa longsor tanah Bukit Geger Kalong. Aku bersedia.

Hanya beberapa menit longsor besar itu terjadi, tapi terasa seperti seumur hidupku. Sungguh pengalaman meditasi batin luar biasa di tengah maut.

Ketika semua kembali hening. Sehening heningnya.

"Angger cucuku Jati, seandainya tidak kau ambil kedua keris pusaka tadi, mungjin bencana yang menimpa ratusan jiwa, bisa kau cegah. Tapi engkau masih manusia biasa, tergoda, simpan kedua pusakamu, suatu hari keduanya akan jadi pengantar kejayaanmu menjadi pemimpin di kotamu ",tutur Eyang Sapto memungkas segala ketakutan dan kemasgulanku, mencegah bencana.

Setelah suara beliau menghilang, kubuka pintu mobil.  Jalan aspal yang ada didepan dan dibelakang mobil double cabin merahku. Hilang ditelan tanah merah semua.  Hanya aku yanh selamat.

Suasana setelah longsor, begitu sunyi dan memilukan. Kusadari, akulah orang pertama yang tiba di areal bencana bikit Geger Kalong ini.

Kubuka HP-ku dan kuhubungi kesana kemari. 

Ke lembaga yang berwenang dan relawan tanggap bencana.

"SOS, SOS, mohon bantuan ratusan jiwa terkubur longsor Bukit Geger Kalong. Harap meluncur segera !",seruku parau memanggil semua bantuan.

Kawan, kalian yang ada  waktu dan tenaga, apakah berkenan datang membantuku, tolong ! ?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun