"Cucuku Jati, orang - orang ini memang sudah waktunya kembali ke pangkuan bumi. Semua punya karma buruk. Bila ada satu saja yang punya darma baik, sebetulnya bencana longsor ini bisa dicegah, tapi...",Terang Eyang yang kuhormati suaranya terdengar lebih keras dari petir yang bergantian berbunyi seperti perang saja layaknya.
"Mohon Eyang, mohon cucu kali ini diberi kesempatan menyelamatkan barang satu lembar nyawa, mohon eyang,"pintaku sambil bersujud, melayang dan menangis.
"Cucuku Jati, ini sudah suratan gusti maha wenang, sebagaimana insan manusia, kau punya hak berjuang, menghentikan musibah ini, bila kau mampu, datang lebih cepat dari petir ketujuh dari hujan besar di Bukit Geger Kalong", kali ini Eyang Sapto Renggo tidak hanya terdengar suaranya saja.
Tapi muncul lengkap dengan wajah lembutnya dengan rambut ikal.panjang dan jenggotnya yang panjang sampai dada. Senyumnya tulus dan bijak sambil mengelus jengot. Aku terkesima, lalu berusaha memeluknya , tapi ada  cahaya petir yang menyilaukan menyambarku.
Lalu aku tersentak, nafasku tersengal sengal, dadaku sakit. Mataku pun terbuka, terbelalak dan aku sudah kembali di bale bale bambu tempatku tidur tadi merebahkan diri di warung kopi. Senyum nenek penjaga warung menyapaku ramah. Ia menyodorkan air putih. Segera kuminum dengan rakus. Tiga gelas air putih, kusambar habis. Ludes. Perjalan astral, meta ruh sungguh memakan enerji lahir batinku.
"Anak kenapa, sakit kah, tadi datang langsung tidur dan teriak teriak keras..?". Tanya si Nenek bijak sambil minta ijin memijat kepalaku. Rupanya beliau ahli urut juga. Baru diurut sebentar badanku sudah kembali segar.
Dadaku mulai bisa longgat bernafas.dan kuucapkan terima kasih kepada orang tua yang tulus itu. Ketika kesadaranku kembali penuh, aku sadar ada tugas besar menungguku, sebisa mungkin menunda lonsor maut di Bukit Geger Kalong.Â
Langsung kucium tangan si nenek, tanda terima kasih dan aku meminta restu beliau, agar selamat dalam tugas kemanusiaan ini.
***
Mobil merah double cabin merah kupacu amat kencang, dari rencana libur ke Pulau Bali menyusul teman - teman kubatalkan. Demi misi khusus sebisa mungkin.menyelamatkam banyak nyawa dari musibah.
Entah keberanian darimana, aku  sangat ingin membatalkan bencana tanah longsor itu, atau setidamnya bisa menyelamatkan satu nyawa. Demi tugas mulia, kupacu mobil seperti kesetanan.