Hanya beberapa menit longsor besar itu terjadi, tapi terasa seperti seumur hidupku. Sungguh pengalaman meditasi batin luar biasa di tengah maut.
Ketika semua kembali hening. Sehening heningnya.
"Angger cucuku Jati, seandainya tidak kau ambil kedua keris pusaka tadi, mungjin bencana yang menimpa ratusan jiwa, bisa kau cegah. Tapi engkau masih manusia biasa, tergoda, simpan kedua pusakamu, suatu hari keduanya akan jadi pengantar kejayaanmu menjadi pemimpin di kotamu ",tutur Eyang Sapto memungkas segala ketakutan dan kemasgulanku, mencegah bencana.
Setelah suara beliau menghilang, kubuka pintu mobil.  Jalan aspal yang ada didepan dan dibelakang mobil double cabin merahku. Hilang ditelan tanah merah semua. Hanya aku yanh selamat.
Suasana setelah longsor, begitu sunyi dan memilukan. Kusadari, akulah orang pertama yang tiba di areal bencana bikit Geger Kalong ini.
Kubuka HP-ku dan kuhubungi kesana kemari.Â
Ke lembaga yang berwenang dan relawan tanggap bencana.
"SOS, SOS, mohon bantuan ratusan jiwa terkubur longsor Bukit Geger Kalong. Harap meluncur segera !",seruku parau memanggil semua bantuan.
Kawan, kalian yang ada  waktu dan tenaga, apakah berkenan datang membantuku, tolong ! ?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H