Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidik, Anti Radikalisme, Penegas Islam Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Batas Loyalitas

22 Juli 2016   22:20 Diperbarui: 22 Juli 2016   22:40 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bukan sekali atau bahkan berkali-kali

Kejadian ini berulang-ulang terjadi

Mungkin aku tuli atau bisa saja aku tak peduli

Namun tetap saja aku tak berarti

Berbeda bagiku bukanlah pilihan

Tapi ia adalah takdir tuhan

Membekali hamba-hambaNya dengan kelebihan dan kekurangan

Namun tetap saja ia adalah bagaikan ganjalan

Mereka seakan tutup mata

Sekejap saja tak mau meliriknya

Entah sengaja ataukah tidak suka

Namun tetap saja ia adalah penista

Kini aku mulai berpikir

Bahwa suatu hari aku pastikan menyingkir

Tak kan lagi bersedia sejarah terukir

Agar jiwa tak merasa terusir

Aku tak akan lagi peduli dalih perjuangan

Membangun istana harapan di tengah-tengah ketidakpastian

Jabat tangan, senyum sapa hanyalah bualan

Merendahkan, meragukan menjadi bahan pertimbangan

Aku tak kan lagi percaya kerabat

Tidak akan pernah lagi menyanjung sahabat

Cukup sudah aku dijadikan sebagai alat

Bagiku riuh tawa, gelak canda hanyalah pereda sepat

Duhai penguasa segala rasa

Izinkan hamba meraih asa

Menjejakkan cita menerangkan pelita

Tanpa menunggu rasa iba

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun