Berikut adalah contoh kasus yang dihubungkan dengan konsep penjara Panopticon:
A. Sistem Penjara: Penjara modern menggunakan prinsip Panopticon dalam desain dan operasinya. Dalam penjara yang mengadopsi konsep ini, narapidana ditempatkan dalam sel-sel yang menghadap ke pusat pengawasan, dan pengawas dapat mengamati mereka tanpa henti. Hal ini memberikan kontrol yang lebih efektif terhadap narapidana, karena mereka selalu merasa sedang diamati dan menjadi sadar akan konsekuensi tindakan mereka.
B. Sekolah atau Perguruan Tinggi: Konsep penjara Panopticon juga dapat diterapkan dalam konteks pendidikan. Misalnya, dalam sebuah asrama sekolah atau gedung perkuliahan, pengawas atau dosen dapat ditempatkan di pusat ruangan yang dapat mengawasi seluruh siswa atau mahasiswa. Hal ini dapat menciptakan atmosfer pengawasan yang konstan dan meningkatkan disiplin serta ketaatan terhadap aturan.
C. Tempat Kerja: Dalam beberapa organisasi atau industri, konsep Panopticon dapat diterapkan untuk memantau karyawan. Misalnya, kamera pengawas dapat dipasang di seluruh ruangan kerja dan karyawan menyadari bahwa mereka bisa diamati oleh manajemen. Ini dapat meningkatkan produktivitas dan memastikan ketaatan terhadap prosedur dan kebijakan yang ditetapkan.
D. Pengawasan di Ruang Umum: Konsep Panopticon juga dapat digunakan dalam pengawasan di ruang umum, seperti stasiun kereta, bandara, atau pusat perbelanjaan. Pemasangan kamera pengawas di berbagai sudut dapat memberikan kesan bahwa setiap tindakan dapat terpantau, yang dapat berpotensi mengurangi kejahatan atau pelanggaran.
Penggunaan konsep penjara Panopticon juga dapat menimbulkan masalah privasi dan penyalahgunaan kekuasaan jika tidak diatur dengan bijak, bahkan ada proses dan beberapa factor agar konsep Panopticon ini diterima di lingkungan masyarkat Berikut adalah beberapa aspek yang dapat mempengaruhi penerimaan konsep Panopticon:
A. Konstruksi Narasi: Proses penerimaan Panopticon dapat dimulai dengan konstruksi narasi yang menggambarkan kebutuhan akan pengawasan dan kontrol dalam masyarakat. Ini bisa melibatkan narasi keamanan, disiplin, atau efisiensi. Narasi semacam itu dapat mempengaruhi persepsi masyarakat tentang keberadaan Panopticon sebagai solusi yang dianggap efektif.
B. Rasa Ketidakamanan: Jika ada rasa ketidakamanan yang meluas di masyarakat, baik karena tingkat kejahatan yang tinggi, ancaman terorisme, atau kondisi sosial yang tidak stabil, masyarakat mungkin lebih cenderung menerima konsep Panopticon. Pandangan bahwa pengawasan yang terus-menerus dapat memberikan perlindungan dan keamanan bisa menjadi daya tarik bagi beberapa orang.
C. Manfaat Perseorangan: Jika masyarakat melihat manfaat pribadi atau keuntungan langsung dari keberadaan Panopticon, mereka mungkin lebih cenderung menerimanya. Misalnya, jika kehadiran pengawasan yang ketat di tempat kerja dianggap dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi kesalahan, karyawan individu mungkin menganggapnya sebagai sesuatu yang menguntungkan.
E. Pengaruh Media dan Pemerintah: Media dan pemerintah dapat memainkan peran penting dalam mempengaruhi pandangan masyarakat tentang Panopticon. Jika media menggambarkan kebutuhan akan pengawasan yang ketat sebagai solusi yang efektif untuk masalah keamanan atau kejahatan, atau jika pemerintah secara aktif mempromosikan konsep ini sebagai upaya untuk meningkatkan kontrol dan disiplin, masyarakat dapat lebih menerima dan mendukungnya.
D. Kurangnya Kesadaran atau Resistensi: Dalam beberapa kasus, penerimaan Panopticon dapat juga terjadi karena kurangnya kesadaran atau pemahaman masyarakat tentang dampak negatifnya terhadap privasi dan kebebasan individu. Ketika masyarakat tidak sepenuhnya menyadari implikasi dari keberadaan Panopticon atau tidak ada kesadaran yang cukup tentang pentingnya melindungi privasi dan otonomi individu, mereka mungkin lebih mudah menerima konsep tersebut.