Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Seorang bapak yang mengumpulkan kenangan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kabut September

1 September 2023   13:58 Diperbarui: 1 September 2023   15:05 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabut pekat sesak kota menjelma bara yang membakar, 

Menggelitik dada, berat, tiada henti. 

Ia merambat perlahan, menyisakan jejak nanar, seakan jalan napas terhenti.

sudah begitu pengap begini, dan tahu-tahu harga bensin naik lagi

bukan solusi, malah

di depan mata kita diimingi subsidi-subsidi


Dalam kegelapan,

tersembunyi mata mata merah membara

mengerjap, 

Mengintai, nafsu yang serakah terlipat. 

Seperti burung bangkai, tajam cakarnya, memburu mangsa

dikoyaknya kami habis tanpa cita

oh baterai! 

Terbayang gunung limbah bekas pakaimu,

berapa mahal harga untuk nikel-nikel digali?

mengukir luka baru lagi,

 tambang itu menjalar, seperti kanker yang merambat, 

Mengabaikan hukum alam

meninggalkan Bisul hitam menodai pemandangan, 

persetan sungai, persetan laut,

mari kita tukar bersama hidup beragam flora-fauna, 

toh masih bisa dilihat di saluran-saluran televisi luar sana

Kita ikuti saja kompas rusak ini menggiring ke mana

Sungguh, ambisi serupa pasir di gengaman tangan,

semakin digenggam semakin ia berlari

 Mengalir melalui jari-jari, tanpa arti yang sejati, 

menimbulkan satu tanda tanya baru lagi

ke mana bensin akan dibawa pergi?

ah, bukan, hidup macam apa ini, Gusti?

Pondok Ranggon, September 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun