Pak Balam terus mengigau menyuruh mereka mengakui dosa-dosa mereka di sela-sela erangan kesakitannya sepanjang perjalanan. Sutan yang tak tahan kemudian melarikan diri, meninggalkan Pak Balam dan Pak Haji, sementara yang lainnya kembali mencari jejak harimau. Dan kemudian terdengar suara auman harimau sekaligus terdengar suara minta tolong, mereka pun lari ketempat Pak Balam dan Pak Haji. Diketahuilah bahwa Sutan telah diterkam harimau. Keesokan paginya, pak balam tewas. Ia dikuburkan.
Wak Katok mencoba membohongi Sanip dan Buyung dan Pak Haji dengan mengatakan mencoba mengambil jalan pintas. Sesungguhnya ia takut berburu harimau dan mencari jalan memutar dan malah menyesatkan mereka. Tiba-tiba saat Sutan dan Buyung mencoba menegur Wak Katok. Wak katok malah marah dan memaksa kedua pemuda itu dan Pak Haji mengakui dosa mereka sambal mengacungkan senjata. Semuanya mengakui dosa-dosa mereka kecuali Buyung.Â
Saat Wak Katok mencoba menembak buyung sambil menghitung, ketika hitungan ke tiga, Harimau mengaum dengan keras. Wak Katok makin menjadi dan mengusir teman-temannya. Buyung, Sanip juga Pak Haji mencoba memikirkan rencana untuk mengambil senapan dari tangan Wak Katok. Timbul pergulatan, antara mereka. Naasnya Pak Haji harus tertembak oleh Wak Katok yang kemudian pingsan dihantam kepalanya. Sebelum tewas, Pak Haji berpesan pada Buyung dan Sanip bahwa sebelum mereka membunuh harimau, mereka harus membunuh harimau yang ada dalam diri mereka sendiri.
Buyung pun memiliki rencana untuk membunuh harimau. Wak Katok pun kemudian diikat dan diumpankan di tengah-tengah tempat terbuka, sementara Buyung dan Sanip bersembunyi. Harimau pun mengaum mendatangi Wak Katok yang berteriak-teriak minta tolong, sempat terpikir Buyung untuk membiarkan dahulu Harimau membunuh Wak Katok baru menembaknya. Tapi nurani buyung kemudian berbicara, mengingat pesan Pak Haji. Dengan tepat, Buyung menembak harimau. Harimau itu pun mati kemudian. Buyung dan Sanip pun mendapatkan pelajaran berharga dari kejadian yang menimpa mereka.
2.2. Analisis
Dalam bagian ini, akan dibuktikan perwatakan tokoh Wak Katok dari data tekstual yang ada dalam novel, seperti dalam teori di atas, watak tokoh digambarkan melalui beberapa cara yaitu : (1) penamaan tokoh (naming) (2) cakapan, (3) penggambaran pikiran tokoh, (4) arus kesadaran (steam of consciousness), (5) pelukisan perasaan tokoh, (6) perbuatan tokoh, (7) sikap tokoh, (8) pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh tertentu, (9) pelukisan fisik, dan (10) pelukisan latar (Sayuti, 2000 dalam Wiyatmi, 2006: 32)
Yang akan saya gunakan dalam makalah ini hanya beberapa dari 10 cara diatas untuk menggambarkan watak tokoh Wak Katok. Yaitu : pelukisan fisik tokoh, cakapan, pelukisan perasaan tokoh, perbuatan, sikap dan pandangan tokoh lain terhadap tokoh Wak Katok.
2.2.1 Analisis Perwatakan tokoh Wak Katok.
Dalam narasi pada bagian satu berikut akan diketahui bagaimana pelukisan fisik Tokoh Wak Katok dalam isi novel :
"Wak Katok berumur lima puluh tahun. Perawakannya kukuh dan keras. Rambutnya masih hitam, kumisnya panjang dan lebat, otot-otot tangan dan kakinya bergumpalan. Tampangnya masih serupa orang yang baru berumur empat puluhan saja. Bibirnya penuh dan tebal, matanya bersinar tajam. Dia juga ahli pencak dan dianggap dukun besar di kampung. Dia terkenal juga sebagai pemburu yang mahir."(hlm. 3)
Baca juga: Manusia Indonesia: Pertanggungjawaban Seorang Mochtar Lubis