Kewarganegaraan dan keadaan tanpa kewarganegaraan adalah masalah hak asasi manusia yang mempengaruhi perlindungan hak-hak dasar setiap orang, seperti hak untuk hidup dan pengembangan diri. Akibatnya, tanpa status kewarganegaraan hukum yang jelas, hak-hak dasar tersebut tidak akan terwujud. Mengingat pentingnya masalah status kewarganegaraan, Dalam skenario ini, bukan hanya pemerintah yang menangani masalah tersebut, organisasi internasional seperti UNHCR juga terlibat.
Tantangan dalam suatu negara pasti ada, baik internal maupun eksternal. Status kewarganegaraan dapat menimbulkan masalah bagi negara atau penduduknya sendiri, seperti masalah orang yang tidak memiliki kewarganegaraan (apatride) atau orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (bipatridea), yang keduanya akan dibahas dalam artikel ini.
Ketentuan perundang-undangan kewarganegaraan Indonesia diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 dan peraturan-peraturan yang menyertainya.
Sekurang-kurangnya ada tiga (tiga) hal pokok yang menjadi pokok bahasan pengaturan undang-undang kewarganegaraan:
Status hukum kewarganegaraan seseorang;
Peran negara (pemerintah) dalam pengaturan kewarganegaraan;
3. Pengaturan dan perlindungan hak dan kewajiban kewarganegaraan.
Hukum Kewarganegaraan memiliki sumber hukum yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
sumber hukum formil dan
sumber hukum materiil.
Sumber hukum formal adalah yang dapat dikenali dari bentuknya. Karena strukturnya, hukum sering kali sah, terkenal, dan diikuti 3 Peraturan perundang-undangan, adat dan kebiasaan, dan perjanjian atau kesepakatan antar negara termasuk di antara asal-usul hukum formal (teraty). Sumber hukum yang menentukan isi atau bahan aturan hukum disebut dengan sumber hukum materiil. Misalnya,