Sebulan lebih aku tidak menghubungi Zack. Yang ku tahu, ia dinas ke luar negeri. Kapan pulangnya ia tidak bilang. Zack bekerja di perusahaan investasi global. Tugas Zack mencari ventura potensial di Asia Tenggara terutama properti.
Aku mengenalnya bertahun-tahun lalu di tempat bimbingan belajar SMA. Kami tidak satu sekolah. Saat bekerja, kami berjumpa lagi karena gedung kantor berdekatan. Zack adalah pria petualang yang senang naik gunung. Zack adalah pribadi yang disegani karena tegas dan cenderung pendiam. Lucunya, jika Zack bertemu teman yang sefrekuensi mulutnya tidak bisa diam!
Ku beranikan diri menyapa Zack melalui pesan teks. Tidak berharap ia membalasnya sekarang.
Zig:
Hi, Zack! Apa kabar? Sorry ganggu, kamu udah di Jakarta?
Terdengar nada pesan masuk. Zack membalas.
Zack:
Hi Zig! Kabar baik, aku di Jakarta. Sabtu bisa ketemuan? Aku banyak cerita..
Dasar Zack, kalau tidak ditanya duluan tidak berkabar. Terkadang aku kesal dengan perilakunya yang  'sok penting' laksana Super Star, seperti merk wafer! Giliran ada maunya, langsung minta bertemu. Aku mengiyakannya. Sekalian, aku pura-pura bodoh menanyakan informasi dari Riana.
Aku sampaikan ke Zack jika tadi siang melihatnya keluar dari restoran Sumbawa bersama seorang perempuan. Padahal, ini semua Riana yang melihat. Aku memancing dengan menulis: "Ciee, lagi deket sama siapa?"Â Pesan terkirim. Zack tidak membalas.
***
"Gawat! PT. Cantika Properti, pagi ini membatalkan pesanan!" kata Zook di pagi yang cerah namun wajahnya pucat.
"Aku perlu minta bantuan pak Rizal supaya transaksi ini jangan batal!" tukas Zook.
Zook mengetuk pintu ruangan Pak Rizal, Direktur Penjualan. Zook menjelaskan keadaan yang dihadapi. Mendengar Zook, ia menghubungi client. Beruntung, client bisa bertemu siang ini. Sore hari Zook dan Pak Rizal kembali ke kantor. Wajah keduanya kusut. Zook mengatakan bahwa client bertekad bulat membatalkan pesanan meski kena pinalti. Zook terdiam lemas di kubikelnya.