Pada bulan keenam, aku mulai peduli dan memperhatikan segala sesuatu tentang Jane.Â
Saat dia meninggalkan kamar untuk latihan menari, aku melihat dia memakai jaket kuning dan sepatu merah muda. Tapi saat dia kembali pukul tujuh malam, dia terlihat memakai sepatu putih polos. Darimana asal sepatu itu?Â
Pada hari yang lain, saat aku sedang menikmati semangkuk mi rebus, Jane menerima panggilan telepon dari seseorang. Diam-diam aku menyimak apa yang mereka bicarakan. Ternyata sahabatnya yang bernama Hennie akan datang dari Jerman. Mereka akan bertemu di rumahnya bersama yang lainnya.
Kalau dipikir-pikir sekarang aku menjadi lebih kepo dan penasaran, apa saja yang dilakukan Jane di luar jam sekolahnya. Belakangan kami menjadi jarang ngobrol sejak Jane punya pacar seorang pekerja konstruksi panggung.
Meski begitu tadinya aku tak menangkap perubahan pada diri Jane. Aku baru menyadarinya saat malaria kembali menyerangku dan teman kamarku itu tak ada di tempat tidurnya. Aku menggigil tapi semalaman aku tak mendapat bantuan darinya.Â
"Ya ampun, kamu sakit?" dia bertanya saat beberapa orang memenuhi kamar kami dan Jane masuk dari arah pintu.
"Kau dari mana?" tanya Patricia setengah emosi.
"Aku? Jogging..."
"Apa? Ponselmu mati saat kuhubungi."
"Aku minta maaf. Sekarang aku akan merawatnya. Silahkan jika kalian ada keperluan lain..."
Itu awalnya.Â