Sejujurnya aku memang merindukan kehangatan seorang ayah. Dan bukankah semua anak perempuan memang begitu?Â
Jika kalian bertanya alasannya, menurutku ayah tidak mencintai ibu. Ayah sedikit sekali berbicara ketika di dalam rumah.Â
Aku mencoba berpikir mungkin itu disebabkan masalah pekerjaan yang mengganggu mood-nya. Tapi tidak selamanya.Â
Pada hari-hari tertentu ayah kelihatan bahagia dan mau bercanda bersama kami. Dia memutar musik lembut seperti One Summer's Day, dan berkali-kali mengulangnya.
Instrumen piano oleh Joe Hisaishi, One Summer's Day
"Kau akan menjalani hidup ini, dan menyelaraskan kenyataan dengan keinginan di hatimu," begitu ibu menasihatiku.
Seorang gadis harus kuat menghadapi harinya yang paling berat sekalipun. Meski ayah tak mengatakan apa-apa, aku belajar tentang hidup dari lirik lagu kesukaan ayah.
Fate will take me there someday
where sun shines through the leaves
Glowing through that golden breeze
(Takdir akan membawaku kesana suatu hari nanti
Matahari bersinar melalui dedaunan
Rasakan angin emas yang istimewa)
"Setidaknya kau masih punya ayah," hibur Eliana, tadi di sekolah.
Eliana tak pernah mengenal ayahnya sejak lahir. Maksudku ayahnya meninggal saat dia masih dalam kandungan ibunya.
"Ini tidak seperti ketika kita berjalan di sebuah lorong yang gelap. Penuh ketidakpastian, rasa takut, ataupun semacamnya,"katanya lagi.
Tapi percayalah, ini seperti babak yang tidak mudah untuk dilalui.Â