Aku memgikuti telunjukmu. Â "Oh, itu?"
Dulu sekali, bapak membeli lima kapling tanah untuk investasi. Lokasinya merupakan lembah pasir yang terus ditambah dari erosi gunung di sebelah sana.Â
Sayangnya meski harga tanah kaplingan terbilang murah, kondisi tanah yang minim unsur hara sama sekali tidak cocok untuk kegiatan berkebun.Â
Bapak sempat menanam beberapa jenis pohon, tetapi hanya bibit mangga yang tumbuh subur dan berbuah lebat.Â
Nah, saat Kak Mala mulai tinggal di sini, dia menanam bunga bougenvil di bawah salah satu pohon mangga. Sekarang bunga bougenvil itu seolah menyatu dengan pohon mangga yang tingginya delapan atau sepuluh meter.Â
Kamu mengangguk-angguk, dan senyum terpana.
Kamu berlari, tak sabar ingin melihat kolam ikan nila yang kuceritakan. Dengan mudah kamu menemukannya dekat kandang ayam yang sudah rusak dan tidak digunakan.
Saat tiba di sana, aku melihat rumpun mawar di dekat kolam. Beberapa bunganya tampak bergerombol pada bagian ujung rantingnya yang memanjang keluar.Â
Bunga itu juga ditanam Kak Mala sebagai pengisi waktu. Perlahan-lahan, Kak Mala bisa melupakan kesedihan hatinya.
"Ikan di kolam cuma ini?" kamu menatapku dengan heran. "Cuma lima ekor?"
"Apa??" aku memeriksa kolam. "Yuk kita tanya Kak Mala..." aku menarik tanganmu ke arah gubuk.