Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lentera Dinding dan Secarik Kertas

23 November 2021   19:11 Diperbarui: 23 November 2021   19:21 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdorong rasa iba, perempuan itu lalu menemui sang majikan. Perempuan itu tahu benar, anak-anak akan sangat menderita bila dipisahkan dari ibu kandungnya. Seperti yang ia alami akibat perceraian orang tuanya. Pak Harun hanya menginginkan Suci. Pastilah anak itu akan ditelantarkan 

"Jadi, Suci benar-benar tidak ingin menjadi Nyonya di rumah ini?" Pak Harun tercenung. Barusan ia menemukan wanita yang tidak tergiur akan harta. Sungguh naif.

"Baiklah," katanya lagi. "Saya akan memberi Suci satu kesempatan. Jika ia berhasil, ia akan saya lepaskan. Tetapi bila gagal, maka Suci harus menerima pernikahan ini..." suara tawa lelaki tua memecah malam. Wajah seakan tenggelam dalam kepulan asap putih.

*

Pagi menjelang.

Di kamarnya, Suci tercekat, bersama terbitnya sebuah harapan. 

Perempuan berseragam itu muncul dengan sebuah berita, saat mengantar sarapan.

"Mbak Suci punya waktu 24 jam untuk menemukan secarik kertas berwarna merah jambu, bertuliskan: AKU BEBAS..." tuturnya serius.

"Sebaiknya ambil kesempatan ini, Mbak. Mungkin saja Pak Harun akan menepati kata-katanya..."

Sesaat Suci menyadari ini seperti permainan anak-anak. Sangat konyol. Tapi siapa tahu pula, ini justru akan menyelamatkannya. Ia berpikir optimis.

Setelah perempuan itu pergi, satu saja yang mengisi kepalanya. Ia harus menghabiskan sarapannya untuk mengumpulkan tenaga. Sebab tidak mudah menemukan jarum dalam tumpukan jerami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun