Sebagai ibu, semua ini ia lakukan untuk Aisyah, putri tunggalnya. Ia sudah bertekad akan mencintai gadis kecilnya sepenuh hati. Tanpa terbagi.Â
Maka bergegas diperiksanya setiap sudut rumah besar itu. Mulai dari tempat-tempat yang masuk akal, sampai tempat yang tidak terpikir oleh siapapun. Di ruang kerja Pak Harun, di dalam lemari, vas bunga, kotak tissu, sampai di bawah karpet.Â
Sudah berjam-jam, Suci berusaha menemukan secarik kertas merah jambu. Diliriknya jam besar antik di dekat tangga. Sudah pukul 3 siang.
Tiba-tiba Suci ingat, mungkin saja di bagian belakang jam besar antik itu ada sebuah celah. Dengan bantuan lampu senter, Suci mulai harap-harap cemas. Ternyata nihil.
Dengan kecewa, dilemparkannya tubuhnya di atas sofa. Dimanakah lagi kira-kita, ia berpikir keras.
Rasa letih dan kurang tidur semalam, membawanya ke dalam mimpi.
Sinar matahari sore perlahan menembus jendela. Menghangati pipi pualamnya. Suci masih terlelap, sampai seekor kucing datang dan menggosok-gosok ujung kakinya.
Suci akhirnya terbangun, terkesiap kaget.
"Ya ampun, aku sudah tertidur!" Dilihatnya sekeliling. Lampu ruangan mulai benderang.Â
Diperhatikannya benda apa lagi? Sudut mana lagi?Â
Diseretnya kakinya menuju balkon, memeriksa pot besar di sana, serta pada bagian bawah kursi berukir. Hampa.Â