Terdorong rasa iba, perempuan itu lalu menemui sang majikan. Perempuan itu tahu benar, anak-anak akan sangat menderita bila dipisahkan dari ibu kandungnya. Seperti yang ia alami akibat perceraian orang tuanya. Pak Harun hanya menginginkan Suci. Pastilah anak itu akan ditelantarkanÂ
"Jadi, Suci benar-benar tidak ingin menjadi Nyonya di rumah ini?" Pak Harun tercenung. Barusan ia menemukan wanita yang tidak tergiur akan harta. Sungguh naif.
"Baiklah," katanya lagi. "Saya akan memberi Suci satu kesempatan. Jika ia berhasil, ia akan saya lepaskan. Tetapi bila gagal, maka Suci harus menerima pernikahan ini..." suara tawa lelaki tua memecah malam. Wajah seakan tenggelam dalam kepulan asap putih.
*
Pagi menjelang.
Di kamarnya, Suci tercekat, bersama terbitnya sebuah harapan.Â
Perempuan berseragam itu muncul dengan sebuah berita, saat mengantar sarapan.
"Mbak Suci punya waktu 24 jam untuk menemukan secarik kertas berwarna merah jambu, bertuliskan: AKU BEBAS..." tuturnya serius.
"Sebaiknya ambil kesempatan ini, Mbak. Mungkin saja Pak Harun akan menepati kata-katanya..."
Sesaat Suci menyadari ini seperti permainan anak-anak. Sangat konyol. Tapi siapa tahu pula, ini justru akan menyelamatkannya. Ia berpikir optimis.
Setelah perempuan itu pergi, satu saja yang mengisi kepalanya. Ia harus menghabiskan sarapannya untuk mengumpulkan tenaga. Sebab tidak mudah menemukan jarum dalam tumpukan jerami.