"Kau rindu indukmu, ya Belang?" tanya nyonya rumah saat menungguinya. Diusapnya kepala kucing kecil itu dengan ujung jari.
"Indukmu tidak terlihat di sekitar sini, juga tak pernah pulang meminta makan. Sabar ya Belang..." katanya lagi.
Nyonya rumah yakin bayi kucing itu mendengarkan. Ia merespon dengan mencoba berdiri, mengeong lirih, lalu terkulai lagi.Â
Tepat tengah malam, si Belang yang seharian hanya terdiam di tempatnya, menghembuskan nafas terakhirnya
Wanita itu sangat sedih. Tubuh kurus bayi kucing menunjukkan tanda tak bergunanya susu yang diminum tiga hari terakhir. Malah sepertinya terjadi diare.
Ia ikhlas. Mungkin bayi kucing itu lebih memilih mati. Ia tak bersedia hidup tanpa kehadiran induk kucing di sisinya.
_______________
Cerpen ini disadur dari kisah nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H