*
Sudah lebih seminggu, induk kucing yang dipanggil abuk-abuk itu menyusui bayinya di keranjang. Mereka tidur berdua layaknya ibu dan anak yang saling menyayangi. Nyonya rumah merasa senang dan lega.
Begitulah, para hewan hanya mempunyai insting untuk merasakan adanya ancaman atau kasih sayang. Mereka sulit membedakan benar dan salah.Â
Di akhir minggu kedua, bayi kucing itu mulai menunjukkan suara imutnya. Lucu sekali. Ia juga berusaha memanjat keluar keranjangnya, berusaha menemukan ketiadaan sang induk.
Dengan telaten, nyonya rumah mengganti keranjangnya dengan bak cucian yang tidak terpakai. Diberikannya kain-kain bekas yang bersih.Â
Ia senang melihat si Belang mulai tumbuh besar. Kelak pasti anabul ini tampak cantik menggemaskan. Lihat saja ketiga kakinya, seperti memakai kaus kaki putih saja.
Sayang, pikiran tersebut hanya sebuah bayangan di kepalanya. Sebulan kemudian, bayi kucing yang malang itu ditinggalkan oleh induknya. Lagi-lagi kucing abuk-abuk mendapat cambukkan sapu lidi. Tuan Edi mengusirnya karena ia terlihat tidak berguna.
Nyonya rumah merasa sedih. Baru saja di pagi harinya ia memberikan ikan segar pada induk kucing.Â
Lihatlah, sekarang si Belang terus menerus menjerit memanggil sang induk. Bukan lagi dengan suara yang imut, tapi dengan jeritan serak menyayat hati.
"Berikan saja susu dengan bantuan dot khusus untuk bayi kucing," saran tuan Edi kepada istrinya.
Ya benar, ia pernah melihatnya di pet shop saat membeli pakan kucing. Tapi, apakah ini menyelesaikan masalah?