Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Membawa Lentera

2 Oktober 2021   19:20 Diperbarui: 2 Oktober 2021   19:32 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah delapan bulan lamanya, Anne tinggal di rumah besar suaminya. Sebuah desa yang cukup jauh dari pusat kota.

Tadinya ia mengira akan dijodohkan dengan pria kaya yang memiliki rumah bak istana. Ternyata Petter pria yang misterius dan jarang bicara.

Sejujurnya Anne "senang'" dinikahi, walau oleh duda yang usianya terpaut cukup jauh dari usianya. Petter sekaligus seperti ayah baginya. Entah bagaimana rasanya mempunyai seorang ayah.

Hampir setiap pagi, pria itu menemaninya sarapan. Anne suka melihat Petter dengan pakaian lengkap. Cara makannya menjadi sangat sopan. Berbeda dengan di rumahnya sendiri. Paman dan bibinya tak banyak memberikan aturan.

Sebelum pergi kerja, Petter mencium keningnya penuh sayang. Aroma parfum yang manis menguar ke hidungnya. Pria itu lalu melangkah ke mobil ditemani supir.

Sedikit rasa kesepian adalah harga yang harus dibayar olehnya. Anne sadar itu. Suaminya tak mengizinkan sembarang orang menemaninya di rumah. 

Maka ia memilih menghabiskan waktu di ladang stroberi milik suaminya. Memperhatikan pekerja di sana merawat buah yang tak terlalu disukainya. Sesekali Anne mencoba mencicipi rasanya sambil mengerjap dan mendesis.

Tiba saat jam makan siang, Anne kembali ke rumah besar itu. Tapi beberapa hari ini ia merasa mual karena kehamilannya. Ia lebih suka menghabiskan segelas teh jahe hangat dan biskuit sebagai menu makan siang.

Dari pintu besar di belakangnya, semilir angin masuk menyegarkan. Sambil beristirahat, Anne meluruskan pandangannya pada sebuah pigura di dinding.

Kira-kira siapa dia? Anne tak pernah ingat untuk menanyakan pada suaminya. Tapi suatu malam, ia bermimpi wanita dengan gaun putih dalam pigura.

*

Petter tampak tergesa-gesa, padahal Anne ingin menanyakan sesuatu pada pria itu hari ini. Tapi ia ingat pesan bibinya, Anne harus selalu menjaga sikap. Ia harus menjadi istri yang sempurna untuk suaminya.

"Mau kubawakan apa, saat pulang nanti?" tanya suaminya penuh perhatian.

Anne senang, bibir mungilnya membentuk senyuman.

Kali ini Petter meninggalkannya selama seminggu. Kalau urusan pekerjaan selesai lebih cepat, pria itu berjanji akan pulang lebih awal.

"Aku hanya ingin makan malam dengan Tuan, sambil menikmati daging burung dara goreng..."

Pria itu menaikkan alisnya, lalu tersenyum.

"Mau buah persik juga?" tanya Petter kemudian.

Setelah mendapat anggukan nyonya rumah, pria itu menyeret kopernya ke arah mobil. Melesat menjauhi halaman tanpa pagar.

*

Dengan perasaan cemas, Anne mengintip dari celah tirai jendela kamarnya. Langit gelap karena bulan sedang tidak purnama.

Sudah dua malam ia mendengar suara aneh di halaman. Seperti langkah kaki yang berjalan bolak-balik, lalu menjatuhkan benda yang berat di dalam gudang. Apakah ada komplotan pencuri?

Bahkan Anne tak dapat memejamkan matanya hingga pagi menjelang. Diperiksanya keadaan gudang di sudut belakang, namun tak menemukan tanda mencurigakan. Pintu gudang digembok atas dan bawah.

Tak lupa ia menanyai seisi rumah. Juru masak dan dua pembantu lainnya, serta Pak Adrian, supir suaminya yang diperintahkan menjaga keamanan rumah.

"Kami tidak mendengar suara apapun, Bu. Mungkin Anda gelisah karena sedang mengandung dan tidur sendiri saja..." jawab Paula.

Untuk itulah, Anne berjanji tidak akan tertidur malam ini. Ia harus tahu ada apa sebenarnya.

Ditariknya kursi besar ke dekat jendela, dan mematikan lampu. Ia akan mengawasi setiap pergerakan yang terjadi. Bahkan jika burung hantu berani bersuara dari atas dahan sekalipun.

Hampir satu jam, Anne menunggu. Matanya sedikit mengantuk, ketika akhirnya ia melihat bayangan sinar dari balik korden. Seperti nyala lampu.

Ternyata benar. Jantungnya lalu berdegup kencang. Ada seseorang di luar sana, dengan mantel dan pakaian serba gelap, sedang membawa lentera. 

Dari sosoknya, Anne pastikan ia seorang lelaki setinggi hampir enam kaki. Tegap sekali. Tapi siapakah dia?

*

Pagi itu Anne bergegas mandi. Dikenakannya gaun terbaru yang diberikan suaminya. Selesai menyantap roti dengan selai kacang, ia berjalan ke halaman.

Sepi sekali. Burung gereja yang biasanya bermain di halaman, tak kelihatan satu pun. Apalagi hari ini jadwal libur para pekerja di ladang stroberi. Anne memutuskan membuat rajutan sepatu untuk bayinya nanti. Mungkin saja pria itu baru tiba siang atau sore hari. Penantiannya tak akan terlalu membosankan.

Tidak lama, hanya setengah jam berselang, burung gagak terbang seperti kerasukan. Angin berhembus kencang, mematahkan dahan pohon ek dan merontokkan daun-daun yang lain.

Sebuah sirine memekakkan telinga, diikuti dua mobil polisi berhenti tepat di depan matanya.

Salah satu dari mereka memberi salam lalu menanyakan Adrian. Lelaki itu terlibat masalah hukum saat ini.

Terperanjat tak percaya, Anne terpaksa mengatakan dimana kamar supir suaminya. Tapi sejujurnya, sudah beberapa hari ia tak melihat lelaki itu.

*

Anne bersandar menunggu kedatangan paman dan bibinya, sambil melemparkan pandangan pada pigura di depannya.

Ia tak menyangka wanita anggun di sana adalah istri pertama Petter. Angela. Kecantikannya menembus kaca pigura, sampai ke relung hati.

Sayang, perselingkuhannya dengan rekan kerja Petter, cepat tercium. Pria itu lalu memburai isi kepala istrinya dengan tiga kali tembakan. Mayatnya dikubur dalam sebuah galian di dalam gudang.

Supir pria itu, yang dicari-cari polisi, adalah adik Angela. Dialah yang beberapa malam lalu menimbulkan suara-suara aneh. 

Tega membunuh Petter lalu mengubur mayatnya dalam gudang. Persis apa yang dilakukannya terhadap jasad kakaknya, sesuai perintah Petter suaminya, setahun lalu.

Tapi kini Adrian telah mendapatkan hukuman yang setimpal. Menghilangkan ayah dari calon bayinya.

Semoga paman dan bibinya segera tiba, Anne akan menceritakan semuanya. Lalu meminta saran, lebih baik mereka bertiga tinggal bersama di rumah besar ini, atau kembali hidup di tempat asalnya?

SELESAI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun