Sudah delapan bulan lamanya, Anne tinggal di rumah besar suaminya. Sebuah desa yang cukup jauh dari pusat kota.
Tadinya ia mengira akan dijodohkan dengan pria kaya yang memiliki rumah bak istana. Ternyata Petter pria yang misterius dan jarang bicara.
Sejujurnya Anne "senang'" dinikahi, walau oleh duda yang usianya terpaut cukup jauh dari usianya. Petter sekaligus seperti ayah baginya. Entah bagaimana rasanya mempunyai seorang ayah.
Hampir setiap pagi, pria itu menemaninya sarapan. Anne suka melihat Petter dengan pakaian lengkap. Cara makannya menjadi sangat sopan. Berbeda dengan di rumahnya sendiri. Paman dan bibinya tak banyak memberikan aturan.
Sebelum pergi kerja, Petter mencium keningnya penuh sayang. Aroma parfum yang manis menguar ke hidungnya. Pria itu lalu melangkah ke mobil ditemani supir.
Sedikit rasa kesepian adalah harga yang harus dibayar olehnya. Anne sadar itu. Suaminya tak mengizinkan sembarang orang menemaninya di rumah.Â
Maka ia memilih menghabiskan waktu di ladang stroberi milik suaminya. Memperhatikan pekerja di sana merawat buah yang tak terlalu disukainya. Sesekali Anne mencoba mencicipi rasanya sambil mengerjap dan mendesis.
Tiba saat jam makan siang, Anne kembali ke rumah besar itu. Tapi beberapa hari ini ia merasa mual karena kehamilannya. Ia lebih suka menghabiskan segelas teh jahe hangat dan biskuit sebagai menu makan siang.
Dari pintu besar di belakangnya, semilir angin masuk menyegarkan. Sambil beristirahat, Anne meluruskan pandangannya pada sebuah pigura di dinding.
Kira-kira siapa dia? Anne tak pernah ingat untuk menanyakan pada suaminya. Tapi suatu malam, ia bermimpi wanita dengan gaun putih dalam pigura.